Rasa Hormat sampai Akhir Tantangan hari ke 64
Kamis, 9 September 2021
Rasa Hormat sampai Akhir
Tantangan hari ke – 64
# Tantangan Gurusiana
“Ayo masuk! Jangan nangis di pinggir jalan. Kayak orang gila!” Tika kehabisan akal menghadapi sahabatnya. Matanya melirik ke kiri kanan dengan cepat. Untunglah tukang sayur pagi sudah lewat. Pandangannya kembali berlabuh pada Ranti. Sahabatnya sejak puluhan tahun lalu. Wanita yang selalu menjaga imagenya itu duduk di atas tanggul kecil depan rumahnya. Batas jalan berlapis beton dengan sedikit tanah yang ditumbuhi rumput yang tidak subur, beberapa tanaman, dan sebatang pohon mangga besar.
Dia menarik napas panjang. Sudah tiga puluh menit dia ngomong sampai berbusa. Dari mode paling lembut sampai kasar. Ranti seperti tidak mendengarkannya sama sekali. Sibuk mencucurkan air mata yang semakin deras.
Tika menghela nafas lagi. Matanya memindai sekeliling dengan cepat. Kali ini pandangannya terhenti di serumpun lidah mertua yang hampir sekarat. Dia mengeluarkan gawai. Mencari angle sebuah tunas baru.
“Lihat foto ini!” Suara Tika tajam. Tidak menerima penolakan.
Getaran itu sampai ke otak Ranti. Sahabatnya bereaksi. Akhirnya.
“Aku foto dari tanaman di sebelahmu. Lihatlah!”
Mendengar nada suara Tika, Ranti menoleh ke arah yang ditunjuk Tika. Dia melihat beberapa tanaman yang kering. Beberapa batangnya berwarna coklat. Seperti mau mati. Ada sebuah tunas muda tumbuh dengan segar.
“Aku mengambil foto ini dari sudut berbeda. Semua yang layu dan sekarat tidak terlihat. Hanya bagian terbaik yang tertangkap kamera. Hidupmu juga seperti itu. Kita sudah bukan wanita muda lagi. Tapi, wajar menurutku, kalau kita meminta rasa hormat suami, seperti kita menghormati mereka! Tidak main belakang seperti itu! Hidup kita harus jadi yang terbaik. Tiap episodenya!”
“Tapi—“
“Kamu dulu memaafkannya. Alasanmu waktu itu anak-anakmu masih kecil. Kamu ingin melindungi mereka. Sekarang mereka sudah berkeluarga, sudah jadi orang-orang sukses. Kapan kamu akan mulai melindungi dirimu sendiri? Kapan kamu mau mengubah anglemu? Kapan kamu akan mulai melihat kehebatan dan kecantikanmu sendiri?” Tika bertanya tanpa putus. Membombardir otak kosong sahabatnya. Matanya melirik kepala yang tertunduk di sebelahnya.
Kesenyapan merayap di antara mereka berdua.
“Ada kesempurnaan dalam setiap peristiwa ... Lagi pula, aku tidak menyuruhmu berpisah. Bercerai jauh lebih mudah diucapkan, dari pada dilakukan. Memang diperbolehkan, tapi itu perbuatan yang dibenci Allah ... Kalau kamu sanggup memaafkan, apabila dia sungguh-sungguh menyesal dan mau berubah, lakukanlah! Itu lebih disukai Allah.” Tika terdiam sejenak.
“Sejauh yang kupahami ... apabila ada sebuah perselisihan ... itu tidak mungkin hanya karena salah satu pihak.”
“Jadi itu gara-gara aku?” Ranti setengah berteriak bertanya. Memandang Tika. Matanya meradang. Memancarkan luka.
“Kamu sendiri yang bilang, aku harus mengatakan apa yang ada dipikiranku! Sejujur-jujurnya!” Tika menatap lembut sahabatnya.
“Apa salahku? Aku sudah melakukan semuanya untuknya. Aku tidak pantas dibohongi seperti ini.” Ranti menutup wajahnya. Kembali menangis tersedu-sedu.
Tika menarik nafas panjang. Tangannya menepuk-nepuk pundak sahabatnya lembut.
“Aku tidak menyuruhmu menyalahkan diri sendiri juga. Hanya ... berusahalah menjauh sedikit dari masalah ini. Berdoalah. Minta petunjuk-Nya. Minta hatimu ditenangkan. Minta amarahmu diangkat. Minta Allah melembutkan hatimu .... Periksa dirimu sendiri saat hatimu sudah tenang. Kalau memang ada andilmu di sana. Berubahlah. Kalau memang tidak ada, mungkin ini salah satu cara Allah membersihkan hatimu. Agar bisa memberikan karunia-Nya lebih banyak lagi padamu ... Semuanya harus melalui proses dan perlu waktu. Bersabarlah dengan baik.”
Ranti menoleh ke arah Tika. Pandangannya kosong.
“Ayolah! Kamu wanita paling tegar yang pernah kukenal. Tidak ada masalah yang tak bisa kamu selesaikan dengan keren. Begitu juga kali ini. Endingnya pasti sempurna.” Tika menaikkan kedua ujung bibirnya sedikit.
“Bisakah aku melewati ini?” Mata Ranti meminta dukungan.
“Insyaa Allah. Jika Allah menolongmu, tidak ada yang bisa mengalahkanmu. Kamu pasti berhasil. Seperti yang selalu kamu lakukan.” Ranti tersenyum sedikit lebih lebar pada sahabatnya.
Hehehe lagi belajar praktek materi pelatihan menulis novel. Lagi buat cerita berdasarkan foto. Semoga bisa tertangkap pesan yang tersebar di antara dialog.
Jangan lupa bahagia.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya
Terima kasih Bunda Fitriany
Mantap Bu ceritanya ditunggu kelanjutannya, salam Literasi