TANTANGAN UNTUK MAJU
TANTANGAN MENULIS HARI KE-2
TANTANGAN UNTUK MAJU
Jam pelajaran terakhir berbunyi nyaring mengakhiri kegiatan pembelajaran di sekolah. Semua siswa segera keluar dari kelasnya masing. Tampak ekspresi kegembiraan terpancar dari wajah siswa-siswaku. Dalam hitungan menit, kendaraan yang dibawa siswa-siswaku bergiliran keluar dari gerbang sekolah. Hanya sebagian kecil siswaku yang berjalan kaki keluar dari halaman sekolah ini. Umumnya, siswa di SMP ini mengendarai kendaraan roda dua.
Kondisi sekolah yang jauh dari rumah tempat tinggal siswa-lah yang menyebabkan mereka ke sekolah menggunakan kendaraan. Sementara dari segi usia, siswa-siswaku belum ada satu pun yang memiliki SIM. Wajar saja, usia mereka baru 12-15 tahun, sedangkan usia untuk yang bisa mendapatkan SIM minimal 17 tahun. Pihak sekolah pun tidak bisa mengeluarkan aturan melarang siswa membawa kendaraan roda dua ke sekolah karena itulah alat transportasi yang memungkinkan siswa bisa lancar menuju sekolah. Hanya imbauan agar siswa-siswaku mematuhi peraturan lalu lintas dan tertib dalam berlalu lintas yang bisa kami lakukan. Kami juga mohon kerja sama dengan orang tua siswa untuk memantau anak-anaknya jika mereka mengizinkan anaknya membawa kendaraan roda dua. Dengan demikian, kami bisa mendisiplinkan siswa kami yang datang terlambat. Jarak tempat tinggal dengan sekolah yang jauh, bukanlah alasan untuk siswaku terlambat.
Sekolah sudah mulai sepi. Hanya siswa kelas IX yang masih berada di sekolah karena siswa kelas IX sudah mulai mengikuti bimbingan belajar yang dilaksanakan di sekolah sebagai persiapan bagi siswa kelas IX menghadapi Ujian Nasional 2020 mendatang. Beberapa siswa tampak menunggu di gerbang sekolah. Mereka menunggu orang tuanya mengantarkan bekal makan siang mereka. Sebagian tampak sudah duduk di tempat yang nyaman di sekitar sekolah sambil menikmati makan siangnya. Sebagian lagi menuju mushalah untuk melaksanakan shalat zuhur. Waktu yang singkat menjelang pukul 14.00 harus seefektif mungkin dimanfaatkan oleh siswa-siswa kelas IX, karena mereka harus mengikuti bimbingan belajar yang diprogramkan sekolah.
“Ayo… bapak, ibu kita segera pergi takziah,” kataku mengingatkan guru-guru di ruang majelis guru.
“Bagaimana dengan guru yang jadwalnya melaksanakan bimbingan belajar Bu?” Tanya Bu Anita.
“Guru yang jadwalnya melaksanakan bimbingan belajar tidak usah ikut takziah,” kataku. “Kalau ikut, nanti terlambat sampai ke sekolah lagi.” Kataku lagi.
“Iya Bu, Saya, Bu Baedar dan Pak Doni tidak ikut. Jadwal bimbingan belajar hari ini Bu,” kata Bu Desma.
“Ya Bu, tidak apa-apa. Lebih baik tidak ikut daripada nanti terlambat” kataku.
Senin lalu, tepatnya 13 Januari 2019, seorang siswa SMP tempatku bertugas yaitu SMP Negeri 22 Batanghari, mendapat musibah. Ibunya meninggal dunia karena sakit. Sebagai sesama muslim dan anggota dari sekolah ini, pada hari itu beberapa orang guru dan siswa takziah ke rumah duka. Namun sesuai dengan kebiasaan yang menjadi tradisi di sekolah ini, semua guru dan staf tata usaha tetap akan berkunjung bersama-sama ke rumah yang orang tua siswa yang mengalami musibah. Beberapa orang siswa juga diikutsertakan dalam kegiatan ini. Kegiatan ini sudah direncanakan saat istirahat tadi. Jadi saat pulang sekolah, semua guru dan staf tata usaha tidak langsung pulang.
“Kita tidak usah SIKEPO dulu ya,” kata Bu Misnar.
“Iya, nanti kan kita pulang lagi ke sekolah,” jawab Bu Gusmaneli.
Segera kami bersama-sama menuju rumah siswa yang mengalami musibah, Delfi kelas VIII.C. Aku dibonceng dengan Bu Rohila dengan motornya. Kira-kira 5 menit perjalanan, sampailah kami di pinggir sungai yang di dekatnya ada dermaga “ketek” sejenis kapal kecil yang digunakan untuk menyeberangi sungai.
Setelah menitipkan motor-motor yang dibawa oleh kami di dekat dermaga penyeberangan, segera kami menuruni jalan menuju ketek. Di ketek tersebut kami berdiri sambil berpegang di kayu-kayu yang ada di ketek tersebut. Kali ini ketek yang kami tumpangi tidak banyak penumpangnya, hanya kami 11 orang guru dan 6 orang siswa yang ikut serta takziah mewakili teman-teman sekelas Delfi.
“Pegang yang kuat Bu Walgiah, kalau takut,” kata Bu Elin sambil tertawa mengingatkan Bu Walgiah.
“Iya Bu,” kata Bu Walgiah ikut tertawa.
“Saya dekat mesin saja,biar aman berdirinya” kataku yang memang takut naik ketek.
Di sepanjang sungai yang kami lalui, air mengalir tenang walau langit sudah gelap, menunjukkan hujan akan segera turun. Angin mulai berhembus kencang tapi ketek tetap melaju tenang. Kira-kira sepuluh menit sampailah kami di seberang. Ketek yang kami tumpangi pun mulai merapat ke daratan. Segera satu per satu kami turun dari ketek yang kami tumpangi. Kami pun segera berjalan menuju rumah Delfi yang terletak tak jauh dari dermaga ketek tersebut.
Baru sebentar berjalan, hujan mulai turun. Kami pun mempercepat langkah kami menuju rumah Delfi. Alhamdulillah kami sampai di rumah Delfi sebelum hujan deras. Sesampai di rumah Delfi kami disambut kakek Delfi dan ayahnya. Segera Pak Mahyudin, yang memimpin rombongan kami menyampaikan maksud dan tujuan kami ke rumah Delfi tersebut.
Sementara di luar rumah hujan deras turun, kami pun segera membaca doa untuk almarhumah ibunda Delfi. Pembacaan doa dipimpin oleh Pak Mahyudin kemudian dilanjutkan oleh kakek Delfi. Suasana hening, wajah dan perasaan duka masih menyelimuti keluarga Delfi yang ikut menyambut kami dan berdoa bersama kami.
Sepertinya hujan tahu, saat kami mau permisi pulang, hujan pun berhenti. Segera kami permisi dengan Delfi dan keluarganya. Kami pun berjalan menuju dermaga kembali. Kali ini kami menumpangi ketek yang penumpangnya tidak hanya manusia. Ada juga penumpang yang membawa kendaraan bermotornya dan barang-barang serta hasil kebun mereka.
Perjalanan pulang agak lebih tenang. Angin tidak berhembus kencang karena hujan telah berhenti. Kubayangkan, begitu besarnya tantangan siswa-siswaku yang berada di seberang sungai untuk maju. Setiap pagi, pukul 05.30 mereka sudah harus menunggu di seberang sungai untuk menumpang ketek yang akan menyeberang. Tiap hari hal itu mereka lakukan. Setelah di seberang, siswa harus pula menempuh jarak yang cukup jauh. Wajar saja kalau mereka perlu membawa kendaraan bermotor untuk mempercepat mereka sampai di sekolah.
Aku ingat juga, beberapa tahun yang lalu sebelum aku bertugas di SMP Negeri 22 Batanghari, aku juga pernah tiap minggu berkunjung ke sekolah-sekolah di seberang sungai. Saat itu, aku masih mengajar siswa-siswa di SMP Terbuka yang menginduk di sekolah tempatku bertugas, SMP Negeri 17 Batanghari. Siswa-siswa yang berjuang untuk maju itu umumnya punya kemauan belajar yang tinggi karena mereka harus melalui banyak tantangan dalam menuntut ilmu. Alhamdulillah, waktu itu siswa yang kubina di SMP Terbuka lolos mengikuti Lomba Motivasi Belajar Mandiri tingkat Nasional yang diselenggarakan di Jakarta. Itu terjadi tahun 2002 yang lalu. Sebuah kenangan yang terlupakan karena bersama anak-anak yang tinggal di pelosok-pelosok desa aku bisa berangkat mendampingi mereka ke tingkat nasional. Aku berharap siswaku di SMP Negeri 22 Batanghari juga begitu, memiliki motivasi yang tinggi untuk maju. Walau jarak tempat tinggal mereka jauh dari sekolah, menyeberangi sungai, keterbatasan ekonomi, semoga tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk maju.
Sepuluh menit berlalu, sampailah kami di dermaga tempat kami berangkat tadi. Setelah membayar kepada pemilik ketek, segera kami naik menuju tempat penitipan kendaraan yang dibawa kami tadi.
“Kita langsung pulang atau bagaimana?” Tanya Bu Juniati.
“Kita ke sekolah dulu,” kata Bu Siti.
“Iya, kita ke sekolah dulu. Kita kan belum SIKEPO,” kata Bu Maria.
SIKEPO, presensi online wajib kami lakukan sebagai bukti kehadiran kami melaksanakan tugas. Karena dari rumah siswa kami pulang masih melalui sekolah kami, maka kami pun melakukan SIKEPO sepulang dari takziah ke rumah siswa. Segera kami bersama-sama kembali lagi menuju sekolah untuk melaksanakan SIKEPO.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
wow..naik prahu gini jika ke sekolah ? Masya Allah..
Iya pak. Pantas saja ada beberapa siswa yg belajar sering ngantuk Krn mereka pagipagi sudah harus menyeberangi sungai. Tp semangat mereka utk ke sekolah patut kami hargai