CEGAH PUTUS SEKOLAH
TANTANGAN MENULIS HARI KE-12
CEGAH PUTUS SEKOLAH
Rabu pagi, 29 Januari 2020 Maria dikejutkan dengan kedatangan dua orang siswa kelas VII. Maria mengira mereka datang terlambat karena memang cuaca sedang tidak bersahabat. Tapi ketika guru bertanya, mengapa mereka datang terlambat, jawaban dari kedua anak itu membuat Maria terkejut.
“Kami mau mengembalikan buku yang dipinjam dari sekolah, Bu.” Jawab siswa yang berbadan besar.
“Iya, Bu. Kami berhenti sekolah.” Jawab siswa satunya lagi sambil mengeluarkan buku-buku pelajaran dari tasnya.
“Memangnya ada apa?” Tanya Bu Kasriyani, guru BK segera mendekati kedua anak itu.
Kedua anak itu terdiam. Mereka dengan tenang datang menemui guru untuk menyatakan diri keluar dari sekolah. Sementara kami, guru-gurunya yang ada di ruang majelis guru terkejut luar biasa. Bagaimana tidak terkejut, dua anak-anak yang belum bisa mengambil keputusan yang tepat, tiba-tiba datang sendiri ke sekolah tanpa didampingi orang tua menyatakan mau berhenti sekolah.
“Tidak sanggup lagi.” Jawab siswa yang pertama.
“Tidak sanggup apa? Tidak sanggup belajar ya?” Tanya Bu Siti yang juga ada di ruangan guru.
“O anakku sayang, kalau yang namanya anak sekolah ya harus belajar.” Kata Maria ikut mendekati kedua anak tersebut.
“Apa orang tua kalian tahu tentang ini?” Tanya Bu Siti lagi.
“Tahu, Bu.” Jawab siswa kedua tanpa mengangkat wajahnya.
“Lalu….apa kata orang tua kalian?” Tanya Maria.
“Ibu saya cuma menangis, Bu.” Jawab anak kedua itu lagi.
“Kalau ibumu menangis karena kamu mau berhenti sekolah, itu tentu karena ia sedih dengan keputusanmu itu,” kata Bu Kasriyani.
Kedua siswa itu hanya diam. Guru-guru pun terdiam karena baru kali ini mendapati dua orang siswa yang berani datang ke sekolah dan menyatakan mau berhenti sekolah tanpa didampingi orang tua.
“Coba kalian pikir-pikir lagi ya, Nak. Kalian masih jauh perjalanan untuk mencapai kesuksesan. Kalian tidak melihat kalau orang yang tidak sekolah bagaimana nasibnya.” Nasihat Bu Kasriyani kepada kedua siswa tersebut.
“Sekolah itu penting, Nak. Kalau orang berilmu akan beda cara berpikirnya, Nak. Sekarang kalian tidak merasakan akibatnya. Nanti setelah kamu mau bekerja,mau jadi pejabat tentu akan ditanya tentang sekolahnya, Nak. Jadi pikirkanlah.” Lanjut Bu Kasriyani.
“Sekarang, ibu tidak bisa memenuhi permintaan kalian. Kami mau orang tua kalian datang karena ketika kamu mendaftar di sekolah ini, orang tuamu yang mengantar dan menitipkannya kepada kami untuk dididik dan dibimbing oleh guru-guru di sini. Jadi, kalian boleh pulang, pikirkan lagi. Kami minta juga orang tua kalian yang datang.” Tegas bu Kasriyani.
***
Setiap orang tua tentu menginginkan anak-anaknya dapat sekolah setinggi-tingginya. Jika terjadi anaknya putus sekolah, tentu akan membuat orang tua sedih. Sementara penyebab anak putus sekolah tentu disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan anak putus sekolah misalnya karena faktor ekonomi, minat, kurang perhatian orang tua, budaya dan fasilitas tidak memadai, Untuk itu perlu antisipasi agar hal ini tidak menjadi hal yang biasa di masyarakat.
Untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah, harus ada kesadaran dari orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Tokoh masyarakat yang disegani pun harus bisa menyadarkan para orang tua tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anaknya.
Orang tua juga perlu memberikan motivasi dan dorongan semangat kepada anak-anak dalam belajar. Orang tua juga bisa membantu, membimbing kalau anaknya yang mengalami kesulitan belajar sehingga anak lebih bersemangat ke sekolah dan senang mengerjakan pekerjaan rumah karena orang tuanya membantunya.
Orang tua juga perlu melakukan pengawasan terhadap kegiatan dan hasil belajar anak-anaknya. Anak-anak yang diawasi orang tuanya tentu tidak mempunyai kesempatan untuk tidak sekolah dan bermain dengan kawannya yang tidak sekolah. Selain itu, orang tua tidak membiarkan anak-anaknya bekerja mencari uang sendiri di waktu jam sekolah. Orang tua juga jangan memanjakan anak-anak dengan memberi uang jajan yang banyak.
Solusi lain mengatasi anak putus sekolah yang bisa dilakukan pemerintah yaitu; memberikan beasiswa pendidikan, memberikan bantuan buku dan sarana prasarana, membebaskan biaya sekolah, membangun sekolah di daerah terpencil, dan mengirimkan guru mengajar di daerah terpencil.
Anak-anak seharusnya mendapatkan haknya untuk mendapat pendidikan. Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA), yaitu UU no 23 tahun 2002, yang disahkan tanggal 22 Oktober 2002. Dalam UUPA pasal 9 ayat 1 dan 2 dijelaskan tentang hak anak untuk :
1) memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya.
2) selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak-anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan.
Untuk mencegah jangan ada anak-anak yang putus sekolah, guru harus mengenali ciri-ciri atau karakteristik anak putus sekolah yaitu sebagai berikut
1) tidak tertib mengikuti pelajaran di sekolah.
2) prestasi belajarnya rendah akibat pengaruh keluarga yang tidak memberikan motivasi.
3) kegiatan belajar di rumah tidak tertib/disiplin.
4) kegiatan bermain dengan teman sebaya menjadi bertambah.
5) perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran.
Muarabulian, 8 Februari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar