Sri Utami

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sarung
Sumber Gambar: https://www.rmolsumut.id/cekcok-di-cafe-anggota-tni-tewas-ditembak

Sarung

Hari itu entah Ramadhan hari ke berapa. Namun sudah menjadi kebiasaan atau mungkin hobi, kami sekeluarga sering melaksanakan sholat tarawih pindah-pindah masjid. Bukan karena ekstrim kiri atau kanan apalagi bawah atau atas, namun lebih karena keinginan untuk merasakah sholat tarawih di masjid yang berbeda. Biasanya kami awalnya melihat masjid yang bagus, lalu berencana untuk sholat di masjid tersebut. Sholat magrib, sholat isya dan sekaligus sholat tarawih. Kegiatan ini tidak bisa sembarang hari, karena menyesuaikan jadwal kegiatan kita masing-masing, sehingga kita bisa mengestimasi berapa waktu yang kami butuhkan untuk sholat magrib, berbuka, lalu kembali ke masjid lagi untuk sholat isya dan tarawih.

Sore itu kami sekeluarga sudah merencanakan sholat di masjid yang terletak di pinggiran kota, lebih tepatnya berada di perbatasan wilayah kotaku dengan kabupaten lain. Sebenarnya tidak terlalu jauh, karena rumah kami juga berada di pinggiran kota. Sebelum berangkat, kami biasanya sudah melakukan survei, di mana kami bisa mendapatkan warung makan di dekat masjid untuk kami berbuka puasa. Kami sepakat untuk nanti berbuka dengan menu bebek goreng, karena ada warung bebek goreng di tempat yang tidak terlalu jauh dengan masjid. Berangkatlah kami sekeluarga naik mobil sekira jam setengah lima sore menuju masjid yang sudah kami incar. Dalam hitunganku, perjalanan santai sekitar empat puluh lima menitan, lalu menunggu adzan magrib dan persiapan sholat magrib berjamaah di masjid tersebut. Singkat kata, rencana berjalan lancar, kami tepat waktu sampai di masjid, lalu melaksanakan sholat magrib berjamaah di masjid itu. Setelah itu kamipun meluncur menuju warung bebek yang berada tidak jauh dari masjid. Kami benar-benar menikmati makan bebek goreng sebagai makanan pembuka puasa pada hari Ramadhan kali ini. Alhamdulillah. Anak-anak juga kulihat senang dan puas menikmati makanannya.

Selesai makan, tiba-tiba handphone suami berdering. Kudengar dia menjawab telponnya dengan serius tapi tidak kudengar jelas apa yang diperbincangkan karena dia berdiri menjauh. Tak lama kemudian dia tergesa-gesa mendatangi kami yang masih duduk-duduk menghabiskan minuman kami. Suamiku memandangku lalu berkata

“Ayo, kita pergi dari sini. Ada TKP yang harus papa datangi,” katanya serius. Dicangklongnya tas kecil ke bahunya. Sarungnya sedikit berkibar ketika angin berhembus kencang di depan warung. Aku dan anak-anak segera menghabiskan minuman terakhir dan beranjak dari warung. Suamiku mengambil kunci mobil dan segera kekasir untuk membayar makanan. Kami berempat mendahului berjalan menuju mobil yang terparkir di depan warung.

“Ada apa, pah?” tanyaku ketika kami sudah berada di dalam mobil

“Ada perampokan, mah.” Katanya singkat.

“Hah? Siapa yang dirampok?”

“Mobil yang bertugas mengambil uang dari minimarket-minimarket.”

“Ooo… lha kita nggak jadi tarawih?”

“Iya. Maaf ya, kalian tidak jadi tarawih di masjid sana itu. Nanti tarawih di rumah saja bareng-bareng.”

“Kita ini pulang, pah?” tanya si tengah kepada bapaknya

“Tidak nyandak waktunya kak, kalau pulang dulu. Kita langsung ke TKP.” Kami semuanya diam membayangkan apa yang terjadi dan bakal terjadi. Dari pembicaraan telpon aku tahu bahwa mobil yang dirampok masih berada di pinggir jalan, dan kami menuju kesana. Anggota resmob sepertinya juga sudah meluncur kesana.

Sampai di lokasi, mobil di parkir agak jauh dari mobil box yang dirampok tersebut.

“Kalian di sini saja, tidak usah keluar dari mobil.” Pesan suami kepada kami. Kami mengangguk patuh. Suamiku turun dari mobil. Dibetulkannya sarungnya . dilipatlagi, lalu digulung hingga ujung kain sarungnya naik hingga mendekati lutut. Dari kejauhan kulihat mobil box yang di maksud, berdiri membisu di kegelapan malam. Hanya cahaya lampu jalan yang sampai kesana remang-remang. Ada satu atau dua orang di sisi mobil itu. Tidak jelas itu siapa. Kulihat suamiku membuka tas cangklognya dan diambilnya senjata api dari dalam tas itu. Di genggamnya senjata api di tangan kanannya dan dia melangkah menuju mobil box itu. Sebenarnya sungguh pemandangan yang lucu melihatnya seperti itu. Suamiku memakai kaos, lalu sarung yang digulung hingga mendekati lutut. Tas cangklong melintang di bahunya dan tangan kanannya menggenggap senjata api. Aku ingin tertawa sebenarnya melihat pemandangan itu. Biasanya, jika berpakaian lengkap, maksudku jika tidak mengenakan sarung, senjata itu pasti diselipkan dipinggangnya. Tapi karena sekarang dia mengenakan sarung, otomatis sarungnya tidak bisa digunakan untuk menyelipkan senjata api. Hal ini sebenarnya menimbulkan tanda tanya bagiku, tapi sekarang ini aku telan saja pertanyaan itu, nanti akan kutanyakan saat suasana memungkinkan, kataku dalam hati.

Kulihat suamiku makin menjauh menuju mobil box itu. Aku hanya melihatnya tampak bayang-bayang karena keseluruhannya tertelan kegelapan malam. Kulihat dia sudah mendekati mobil box dengan sikap waspada dan siaga. Tapi kemudian kulihat dia menurunkan tangannya yang menggenggam senjata dan kulihat dia berbincang dengan orang yang sudah ada di sana. Dari kejauhan aku hanya bisa melihat shiluetnya saja. Mungkin dua orang yang sudah berada disana adalah anggota resmob yang tiba lebih dulu di TKP. Kuihat mereka menyalakan senter dan meneliti mobil box tersebut, dari kabin tempat duduk sopir , lalu berkeliling mengitari mobil box tersebut hingga bagian bawah mobil box juga di senter-senter. Entah apa yang dicari. Itu pekerjaan mereka untuk mencari bukti atau apa pun itu. Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Kulihat anak-anakku sudah merem di jok kursi mobil. Entah tertidur entah bosan menunggu ayahnya kembali. Aku masih mengamati mereka dari kejauhan.

Setelah sekitar 15 atau 20 menit, kulihat ketiga bayangan hitam itu bergerak meninggalkan mobil box itu. Satu bayangan menuju ke arah kami dan dua bayangan lain menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mobil box itu berada. Tampak suamiku berjalan cepat menuju kearah kami.

“Sudah, pah?” tanyaku. Suamiku mengangguk. Dia masuk dan mulai menghidupkan mesin mobil.

“Ayok kita pulang. Kita ke kantor, papa turun di kantor nanti mama bawa mobilnya pulang sama anak-anak.” Katanya

“Ya. Gak apa-apa.” Jawabku mengiyakan. Aku tahu, jika ada masalah seperti ini maka jelas suamiku harus segera menangani.

“Tadi yang dua orang siapa pah?”

“Erwin sama Yudha,” jawab suamiku menyebut nama dua orang anggotanya

“Perampoknya ketemu, pah?”

“Tidak ada. Tapi sopirnya sudah di kantor melaporkan kejadian yang dialaminya.”

“Oo..berarti perampoknya sudah pergi ya. Ada yang terluka pah?”

“Untungnya tidak.”

“Alhamdulillah.” Hening sejenak. Suami menyetir menuju kantornya yang searah dengan arah rumah kami juga. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.

“Pah.. kok tadi senjatanya di tenteng?” suamiku memandangku sekilas, lalu pandangannya kembali lurus ke jalan raya

“Tidak apa-apa,” katanya pelan.

“Biasanya kan diselipkan dipinggang.” Dia diam .

“Kan pakai sarung. Gak bisa menyelipkan senjata di pinggang.”

“Lha apa papa tidak memakai celana pendek dibalik sarung itu?” biasanya dia mengenakan celana pendek jeans atau celana pendek dari kain, sehingga sebenarnya masih bisa digunakan untuk menyelipkan senjata di pinggangnya. Suamiku diam.

“Jangan-jangan papa tidak pakai celana pendek ya. ?” aku menebak. Dia diam sesaat tanpa menoleh.

“Memang tidak?”

“What???” aku berteriak.

Anak-anak terbangun karena kaget. Suamiku hanya tertawa kecil dan mengaduh ketika aku mencubit lengannya. Kok bisa-bisanya lho dia begitu, hal yang sepertinya tak pernah dilakukannya selama ini.

Simpanglima, 9 September 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

09 Sep
Balas

Terimakasih pak dede. Salam literasi

09 Sep



search

New Post