Semayam Kaseh Semayong
Judul Cerita Rakyat Kundi : Semayam Kaseh Semayong Narasumber : 1. Atok Senai 2. Dayni Dwi Cahya Penulis : Hj. Sri Kartini, S.Pd.SD Sinopsis : Semayam Kaseh Semayong Kisah pilu sebuah andei-andei yang dikenal dengan hikayat “Asal Mule Kayue Kundi”. Perjuangan kisah kasih, Bujang Semayong akan cinta Putri Pandan Seruti kandas seketika, karena rasa iri dengki dari keluarga sendiri. Bujang Semayong yang merupakan seekor Manjang (Rusa) adalah jelmaan seorang pangeran yang gagah dan tampan, ketika Putri Pandan Seruti membakar kelus dada Bujang Semayong pada saat 14 hari malam bulan Purnama. Rasa iri yang semakin menjadi, terbesitlah siasat memperebutkan sang suami. Termakan oleh siasat demi kebahagiaan sang istri, tergerak dalam hati untuk pergi mencari songket ke negeri seberang. Alih-alih mendapat kebahagiaan, hanya rintihan pilu yang tertanam saat sang istri lenyap ditelan bumi. Tusuk konde emas terakhir yang dimiliki telah berubah menjadi batang kayu, seakan menjadi saksi akan bayang terakhir sang kekasih hati. Relung pilu semakin menjadi, terngiang jeritan kasih menusuk hati merubah diri kesosok asli, kain songket yang dibeli, hanya menjadi penyelimut duka di hati. Kayue Kundi dalam hikayat tersebut menjadi asal muasal penyebutan pantai dimana kayue ini tumbuh. Kata kundi yang berasal dari tusuk konde Putri Pandan Seruti yang kemudian diucapkan secara berulang-ulang, sehingga merubah konotasi penyebutannya menjadi kata Kundi. Masyarakat setempat mengenal pantai tersebut dengan nama pantai Kundi. Kini Pantai Kundi menjadi salah satu ikon destinasi wisata desa Bukit Terak Simpang Teritip Bangka Barat. Becerai kaseh kembang kasturi Biaklah pisah dak kan tegenti Becerai kaseh kembang melati Tetap di ati sampai ku matai Kayue Kundi Nara Sumber : Atok Senai dan Dayni Dwi Cahya Desa Peraceh Kundi Masyarakat Jerieng Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat Kisah ini berawal pada tahun 1730 tahun yang silam, di daerah “Air Nau” telah berdiri perkampungan yang disebut dengan Kampung Nau, yang diambil dari nama kepala kampung waktu itu yang bernama Ranau Sarua Aji, turunan ke sebelas dari kerajaan Semenanjung Malaka. Beliau tinggal bersama istrinya yang bernama Nyi Panji dengan nama lengkap Dewi Areia Panji Ulu yang dikenal dengan nama Nek Panji anak dari pasangan Maget Guluk-Guluk Wandira dari Pelimas Alua Lingkai anak pertama dari Batin Keliden. Pasangan Ranau dan Nek Panji di karuniai dua orang anak, anak sulungnya bernama Panji Sarua dengan gelar panglima Panji Birowo setelah ia menjadi panglima di Benteng Kuto Panji. Setelah Nyi Panji mengandung anak keduaanya Ranau Sarau Aji meninggal dunia, setelah kandungan Nyi Panji genap sembilan bulan, ia melahirkan seorang anak, namun kelahiran anak keduannya tersebut harus membuat ia pergi meninggalkan kampung halamannya, hal ini dikarenakan Nyi Panji melahirkan seekor Manjang yang ia beri nama Bujang Semayong, walaupun demikian kepergian Nyi Panji ini tetap diikuti oleh delapan orang murid Ranau Sarau Aji dan delapan orang lagi tetap menjaga makan Ranau Sarau Aji. Kepergian Nyi Panji dan anaknya beserta delapan murid suaminya ke daerah Nalas atau yang lebih dikenal dengan nama Pabong. Walaupun bertubuh Manjang, Bujang Semayong dapat bicara seperti layaknya manusia, sehingga ia banyak disukai orang. Semakin lama kampung Bulus ini semakin ramai. Siapa Bujang Semayong sebenarnya tetap dirahasiakan, karena Nyi Panji tak ingin kehidupan anaknya akan terusik, namun demikian orang di kampung Bulus tetap menganggap Bujang Semayong anak Nyi Panji. Sekali pun mereka tidak mengetahui latar belakang dari Bujang Semayong. Tujuh Belas tahun kini umur Bujang Semayong, namun tubuhnya tetaplah seekor manjang. Orang kampung telah kenal betul dengan Bujang Semayong sehingga dia tidak pernah diburu, namun ia selalu menjadi umpan bagi masyarakat kampung untuk mendapatkan manjang. Ia selalu menjadi teman ngobrol bagi masyarakat kampung Bulus, bahkan pemburu yang datang ke hutan Bulus banyak yang menjadi temannya meskipun mereka baru mengenalnya, bahkan ia banyak mengajak orang-orang untuk bermain di kampung Bulus di mana tempat ia tinggal. Pada suatu hari yang cerah, Bujang Semayong sedang berjalan di tempat biasa dia bermain. Dari kejauhan ia mendengar ada anak panah siap untuk melumpuhkan mangsanya. Semakin lama ia perhatikan semakin jelas suara segerombolan orang yang sejak tadi terus berteriak untuk mendapatkan mangsa. Setelah terlihat jelas, nampaklah seorang gadis cantik yang berjalan diantara segerombolan orang berburu itu, karena Bujang Semayong takut anak panah tersebut mengenai tubuhnya, maka ia pun bergegas pergi kembali ke kampung Bulus, tempat di mana ibu dan orang kampung tinggal bersamanya. Dua hari telah berlalu, karena ia takut pemburu-pemburu itu akan menyerangnya, untuk itu ia berdiam diri di rumah, walaupun ingin rasanya ia menatap wajah gadis yang ia lihat dua hari yang lalu, yang terus mengisi ruang mata hatinya. Nyi Panji terus memperhatikan Bujang Semayong yang kadang berdiri lalu duduk lagi. ingin rasanya ia bertanya terhadap tingkah Bujang Semayong, namun ia takut anaknya akan tersinggung. Empat hari setelah pertemuan di hutan tersebut, kini rombongan pemburu masuk ke kampung Bulus, seluruh masyarakat kampung menyambut rombongan tersebut dengan ramah. Atas keramahan yang di berikan oleh masyarakat kampung Bulus, akhirnya para pemburu tersebut memutuskan untuk bermalam di sana. Tampak orang-orang tersebut berbincang-bincang, dan dari pembicaraan itulah Bujang Semayong dan masyarakat kampung Bulus tahu bahwa rombongan tersebur berasal dari kerajaan Merka Gayang tanah tua dan ternyata gadis cantik itu adalah putri Bungsu dari kerajaan Merka Gayang yang bernama Ayu Pandan Seruti. Bujang Semayong yang dari tadi hanya mendengarkan orang-orang yang sedang berkelakar, ingin rasanya ia berkenalan dengan putri cantik itu, namun ia takut kalau para pemburu itu akan memangsanya. Akan tetapi perasaan hatinya tak dapat dibendung lagi, Bujang Semayong pun menampakkan dirinya sehingga membuat para pemburu itu tercengang kaget, mendengar dan melihat seekor Manjang menyapa dan memperkenalkan diri. Lalu Nyi Panji memperkenalkan Bujang Semayong kepada rombongan pemburu itu bahwa Bujang Semayong adalah anaknya, dan masyarakat kampung Bulus pun mengiakannya. Malam itu tampak Bujang Semayong ngobrol dan bersenda gurau dengan pemburu serta masyarakat kampung Bulus, persis seperti pembicaraan manusia pada umumnya. Pagi-pagi sekali para rombongan pemburu itu pamit untuk pulang ke kerajaan Merka Gayang, namun kepergian gadis cantik itu sangat mengganggu hati kecil Bujang Semayong. Bahkan sampai berhari-hari setelah kepergian gadis cantik itu Bujang Semayong tampak begitu gelisah, seakan ada sesuatu yang hilang pada dirinya. Sambil duduk termenung memikirkan wajah gadis cantik itu Bujang Semayong pun bernyanyi (Yadani). Setelah kepulangan Ayu Pandan Seruti dari berburu, ia sering duduk termenung ingatannya menerawang Manjang yang dapat berbicara, semenjak pertemuan Ayu di kampung Bulus beberapa hari yang lalu. Ia selalu tak percaya, lembut suara Manjang itu terus memenuhi ruang pikirannya, sehingga ia sering termenung dan menyepi. Lalu ia duduk dan menatap langit ia pun bernyanyi (pecah makok). Dua bulan telah berlalu, bayangan gadis cantik itu terus mengganggu pikiran Bujang Semayong, dengan memberanikan diri ia menyampaikan niatnya kepada ibunya. Bujang Semayong : “ Ibu saya ingin meminang gadis cantik yang bernama Ayu Pandan Seruti.” Ibunya tersentak kaget mendengar keinginan Bujang Semayong yang ingin melamar Ayu Pandan Seruti anak Temenggung Rapen. Dikarenakan ia tak ingin meilihat anaknya bersedih, maka ia pun memenuhi keinginan anaknya tersebut. Nyi Panji :” Baiklah anakku, besok pagi-pagi kita berangkat ke desa sebelah.” Pagi-pagi waktu masih terang tanah Nyi Panji bersama Bujang Semayong pergi ke istana Merka Gayang, walaupun perjalanan itu harus menempuh waktu lama bagi orang lain namun tidak bagi mereka berdua, dalam waktu setengah hari perjalanan mereka telah sampai di depan istana Merka Gayang dengan tujuan ingin menemui Temenggung Rapen. Setelah di hadapan Temenggung Rapen Nyi Panji menyampaikan hajatnya. Kalau kedatanggannya ke istana adalah untuk melamar anak Temenggung Rapen terhadap anaknya Bujang Semayong yang berwujud Manjang. Nyi Panji :” Maaf Temenggung, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk melamar anak gadis Temenggung, akan saya nikahkan dengan anak saya yang bernama Bujang Semayong.” Setelah mendengar ucapan Nyi Panji akan keinginannya yang sangat tidak masuk akal, membuat Temenggung Rapen terperenjat, namun ia tak ingin menyakiti perasaan rakyatnya, lalu ia memanggil enam orang putrinya, dari keenam putrinya ditanya siapa yang ingin di lamar oleh Bujang Semayong, maka ia siap untuk merestuinya, namun dari ke enam putrinya itu tidak ada satupun yang mau bahkan mereka mencaci maki dan menperolok mereka. Temenggung :” Hai ..anak-anakku, Bujang Sumayong datang bersama ibunya, untuk melamar dari salah satu dari kalian! Siapakah diantara kalian yang menerima lamaran dari Bujang Sumayong?” Putri :” Oh..siapa yang sudi menikah sama seekor manjang!” Kelakuan ke enam putrinya tersebut membuat Temenggung Rapen marah dan menyuruh mereka untuk masuk kedalam dengan nada yang besar, dan ia pun meminta maaf kepada Nyi Panji atas kelakuan yang tidak sopan dari keenam putrinya tersebut. karena lamarannya tidak diterima maka Nyi Panji dan Bujang Semayong pamit untuk pulang. Akan tetapi Temenggung Rapen mencegahnya dan ia akan menanyakan terlebih dahulu kepada putrinya yang paling bungsu yang sudah beberapa hari ini selalu menyendiri di dalam kamarnya. Maka dipanggilah putri bungsunya dan disampaikan tujuan Nyi Panji dan anaknya datang ke istana Merka Gayang. Sebelumnya dalam beberapa hari ini, putri yang cantik selalu menyendiri, putri ingin memelihara Manjang yang dapat berbicara itu, agar dia memiliki teman untuk bermain dan bercerita. Namun dengan tujuan Nyi Panji yang ingin melamarnya untuk Manjang tersebut membuat ia terkejut, akan tetapi ia sangat patuh terhadap ayahnya, ia tak ingin ayahnya bersedih bila ia menolak lamaran Nyi Panji dan Bujang Semayong, makan ia pun bersedia menerima lamaran tersebut. Betapa bahagianya hati Bujang Semayong karena impiannya akan tercapai untuk mempersunting putri yang cantik. Setelah lamarannya diterima Nyi Panji dan Bujang Semayong pulang untuk menyampaikan berita gembira kepada masyarakat kampung Bulus. Bersama masyarakat kampung Bulus bahwa satu bulan lagi mereka akan kembali lagi ke istana Merka Gayang bersama masyarakat Bulus untuk menyaksikan perkawinan Bujang Semayong dan Ayu Pandan Seruti di istana Merka Gayang. Kini batas waktu yang ditentukan telah tiba bahwa dua belas hari bulan maka akan diadakan perkawinan Bujang Semayong dan Ayu Pandan Seruti. Setelah acara selesai dengan pesta yang meriah masyarakat kampung Bulus pulang, namun Nyi Panji tetap tinggal di istana sampai tiga bulan lamanya. Malam itu tiga belas hari bulan sangat terang, angin menghembus dingin seakan melambai pasangan baru. Namun tidak bagi Ayu Pandan Seruti, karena ia bersuami dengan seekor Manjang. Tetapi ia tak ingin membuat suaminya merasa bersedih maka ia tetap berlaku sebagai seorang istri. Sambil duduk di tempat tidur Ayu Pandan Seruti manatap Bujang Semayong yang berdiri menghadap jendela yang terbuka, tampak bulan tiga belas bercahaya indah memenuhi ruang kamar malam itu. Tiba-tiba Ayu Pandan Seruti terperanjat, karena seekor manjang yang berdiri sejak tadi di depan jendela berubah menjadi sosok tubuh manusia yang terlihat mengenakan pakaian seorang pangeran dan tampak pula tumpukan kelus Manjang di lantai dekat kaki pria yang berdiri tersebut. Ayu Pandan Seruti hendak bangkit dari duduknya, namun pria yang berdiri itu mencegahnya seraya berbalik menuntun Ayu Pandan Seruti, tampaklah wajahnya yang terpesona putih dan bersih,”jangan takut istriku, sesungguhnya setiap bulan tiga belas, empat belas, dan lima belas aku akan berubah, dan tolong engkau rahasiakan semua ini, cukuplah kau dan aku yang tahu”. Malam itu Ayu Pandan Seruti benar-benar terpana ia tak menyangka kalau Manjang itu kini berubah menjadi seorang yang sangat tampan putih dan berseri. Walaupun ia hanya dapat melihat sosok itu tiga malam dalam sebulan namun ia tetap berbahagia, akan tetapi ternyata kebahagiaannya itu terusik oleh ke enam saudaranya, karena tanpa disengaja salah seorang dari saudaranya melihat siapa Bujang semayong Sebenarnya. Perasaan iri saudara-saudaranya itu semakin bergejolak, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan simpati Bujang Semayong sebenarnya. Perasaan iri saudara-saudaranya itu semakin bergejolak, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan simpati Bujang Semayong, karna cinta tulus Ayu Pandan Seruti yang begitu besar terhadap dirinya, sedikit pun tak pernah ada rasa cinta di hati Bujang Semayong selain untuk Ayu Pandan Seruti seorang. Hingga pada suatu hari keenam saudara seruti hendak berniat membunuh Ayu Pandan Seruti, namun keinginan mereka gagal dikarenakan salah seorang dari keenam saudaranya berkhianat dan mengungkapkan niat meraka kepada Temenggung Rapen ayah kandung meraka. Niat busuk keenam saudara Ayu Pandan Seruti itu membuat Temenggung Rapen marah dan menghukum keenam saudara Ayu Pandan Seruti. Akan tetapi keinginan atau titah Temenggung Rapen tidak jadi, sebab Ayu Pandan Seruti mencegahnya dan keenam saudaranya berjanji untuk berubah dan akan selalu manyayangi Ayu Pandan Seruti. Lima bulan setelah pernikahan Ayu Pandan Seruti dan Bujang Semayong, Istana Merka Gayang menjadi sangat indah, dimana tanpak raut wajah orang-orang berseri-seri gembira namun penuh dengan rasa percaya dan tidak percaya, karena kini Ayu Pandan Seruti sedang hamil dari hubungannya dengan seekor Manjang yang tidak lain adalah Bujang Semayong. Hari bertambah hari, minggu bertambah minggu, dan bulan bertambah bulan hingga kandungan Ayu Pandan Seruti telah genap sembilan bulan. Hari itu hujan lebat kilat menyambar dan Guntur menggelegar sangat dashyat, lahirlah seorang bayi perempuan dari Rahim Ayu Pandan Seruti yang begitu lucu putih dan berseri. Kelahiran bayi mungil itu menjadi awal kedengkian di kalangan istana Merka Gayang, dan menjadi kebahagiaan tertentu bagi pasangan Bujang Semaong dan Ayu Pandan Seruti, terlebih lagi bagi Temenggung Rapen kebahagiaan hatinya begitu luar biasa, ia sangat menyayangi cucu pertamanya dan memberi nama putri tersebut dengan nama Putri Mayang Nibung. Sudah kebiasaan turun temurun, setelah 40 hari kelahiran seorang bayi maka akan dilakukan pesta atau selamatan. Pada acara empat puluh malam kelahiran Putri Mayang bertepatan dengan tiga belas hari bulan di langit, dan tepat jam dua belas malam, Bujang Semayong wujudnya berubah menjadi seorang pangeran seperti bulan-bulan sebelumnya. di saat Bujang Semayong tertidur lelap Ayu Pandan Seruti membakar kelus Bujang Semayong, keesokan harinya pagi-pagi sekali Bujang Semayong bangun dari peraduannya dan bergegas mencari kelusnya, betapa terkejutnya Bujang Semayong setelah dicari-cari ternyata kelusnya tidak ada, lalu ia membangunkan Ayu Pandan Seruti istrinya. Ayu Seruti mengakui kalau ia telah membakar kelus Bujang Semayong suaminya, karena ia tak ingin anaknya akan di olok-olok mempunyai ayah seekor manjang. Bujang Semayong hanya pasrah. Setelah hari sudah siang Ayu Pandan Seruti memperkenalkan Bujang Semayong kepada Ayahnya dan seluruh isi istana Merka Gayang. Betapa bahagianya hati Temenggung Rapen karena ternyata suami anak bungsunya selama ini adalah seorang turunan pangeran dari tiga kerajaan yang ternyata Bujang Semayong adalah keluarga dekatnya, karena ibu kandungnya Bujang Semayong adalah anak dari saudara kandung orang tua Temenggung Rapen. Sejak itu semua orang di istana baru tahu kalau ibu dan anak yang selama ini menjadi orang asing di istana Merka Gayang masih satu keturunan dengan Temenggung Rapen. Setelah jati diri Bujang Semayong di buka dan begitu tampan, putih dan ramah. Kini ke enam saudara kandung Ayu Pandan Seruti benar-benar terpana. Janji tinggal janji tapi kini niat untuk membunuh Ayu Pandan Seruti demi untuk mendapatkan Bujang Semayong kembali bergejolak di hati mereka. Lalu ke enam saudaranya mengajukan usul bahwa telah menjadi kebiasaan turun temurun setiap bayi yang lahir harus dibelikan oleh ayah kandungnya kain pakai menggendong anak (kain emem). Mereka mengusulkan agar Temenggung Rapen untuk memerintahkan Bujang Semayong pergi ke pulau seberang yaitu ke Negeri Palembang untuk membeli kain emem. Esok paginya Temenggung Rapen memanggil Ayu Pandan Seruti dan suaminya dan Temenggung Rapen menyampaikan tujuannya memanggil anak dan menantunya, setelah mendengar keinginan Temenggung Rapen Bujang Semayong dan istrinya terdiam saling pandang dan akhirnya memenuhi keinginan Temenggung Rapen. Esok harinya pagi-pagi sekali, Bujang Semayong telah berangkat dari istana Merka Gayang menyusuri Sengai Pelangger. Lambaian tangan Ayu Pandan Seruti begitu memilukan dengan diiringi deraian air mata begitu pun dengan Bujang Semayong. Semakin lama perahu itu semakin jauh dan akhirnya lenyap mengarungi samudra. Ayu Pandan Seruti menangis dalam pelukan mertuanya, sedangkan saudarasaudaanya, pura-pura sedih tetapi bahagia bahwa tujuan untuk menghancurkan hubungan Ayu Pandan Seruti akan segera terlaksana, dua hari telah berlalu rasa rindu Bujang Semayong kepada anak dan istrinya tak dapat di tahan lagi, sambil duduk di haluan kapal Bujang Semayong pun bernyanyi “Yadan Palembang” suaranya begitu merdu seakan wajah Ayu Pandan Seruti ada dihadapannya. Begitu pula dengan Ayu Pandan Seruti, sambil mengayun anaknya diperayun. Ia pun bernyanyi “Timang Burung” suara Ayu Pandan Seruti begitu merdu hingga seluruh isi istana terlena akan merdunya nyanyian Ayu Pandan Seruti. Satu bulan telah berlalu namun Bujang Semayong belum juga sampai di istana Merka Gayang, Ayu Pandan Seruti benar-benar sangat rindu pada Bujang Semayong suaminya. Kesempatan ini dimanfaatkan ke enam saudaranya untuk menghancurkan atau menyingkirkan Ayu Pandan Seruti. Siasat mulai dijalankan dengn menipu Ayu Pandan Seruti bahwa Bujang Semayong telah tiba tetapi hanyut kearah barat, tapi mereka tahu di mana tempatnya, dengan syarat setiap muara sungai harus di letakkan emas agar bisa sampai disana. Akal licik ke enam saudaranya itu diketahui oleh mertuanya. Pada besok paginya, Ayu Pandan Seruti berjalan mengikuti ke enam saudaranya kearah barat, sedangkan mertua Ayu Pandan Seruti dengan mengendap-ngendap mengikuti dari belakang, dan setiap emas yang di jatuhkan Ayu Pandan Seruti dipungut oleh mertuanya. Kedua gelang ditangannya telah dilepaskan, dua anting di telinganya telah dilepaskan, kalung di leher pun telah dilepaskan, begitupun dengan cincin di jarinya pun telah di lepaskan, dan kini masih ada satu sungai di hadapannya, tetapi semua perhiasannya telah habis, menurut saudaranya apa bila tidak meninggalkan emas maka tidak dapat menyebrangi sungai. Kini Ayu Pandan Seruti mencabut tusuk konde dari rambutnya, digenggamnya dengan erat, sebenarnya ia sayang pada tusuk konde itu, karena itu satu-satunya pemberian suaminya pada malam pertamanya. Namun apa boleh buat ini demi suaminya, ditusukkan konde tersebut ke bumi, dan ketika itu angin kencang petir menyambar, membuat semuanya terkejut karena begitu nyaringnya suara Guntur.Setelah melewati sungai sampai lah mereka di depan sebuah gua “Seruti lihatlah itu suamimu diatas perahu” kata saudaranya. Ayu Pandan Seruti pun mendekat, lalu didorong kedalam lubang itu dan seketika itu pula batu itu menutup dan Ayu Pandan Seruti pun lenyap di telan bumi. Mertuanya yang melihat kejadian ini dari kejauhan dan tidak bisa berkata apa-apa terdiam berjalan pulang sambil menutupi rasa sedihnya yang mendalam. Setelah ke enam saudarnya selesai menjalankan rencana mereka, mereka kembali melakukan tipuan mereka kepada Temenggung Rapen, mereka mengatakan bahwa Ayu Pandan Seruti telah hanyut terbawa arus ketika hendak menyebrangi sungai untuk menyambut kedatangan Bujang Semayong. Mendengar cerita dari keenam anaknya tersebut membuat Temenggung Rapen meresa sangat kehilangan karena Ayu Pandan Seruti adalah anak yang paling disayang oleh beliau, tapi apalah daya jika nasi telah menjadi bubur segala sesuatu yang telah terjadi tidak dapat kembali seperti wujudnya yang semula. Temenggung Rapen merasa sangat bersalah terutama kepada Bujang Semayong yang merupakan suami dari Ayu Pandan Seruti, sehingga ia tidak tahu akan berkata apa jika Bujang Semayong telah kembali dari Negeri Seberang. Setelah kejadian tersebut, ke enam saudaranya meresa sangat bahagia dengan rasa tidak sabar menunggu kepulangan Bujang Semayong dari Negeri Seberang. Tidak lama dari kejadian tersebut, terdengar kabar bahwa rombongan kapal Bujang Semayong telah tampak dari muara Sungai Pelangger, dan tidak lama lagi akan berlabuh. Mendengar kabar tersebut pihak kerajaan langsung menyambut kedatangan Bujang Semayong. Supaya tidak terlihat kabar duka yang menyelimuti istana Merka Gayang atas kepergian Ayu Pandan Seruti, maka penyambutan Bujang Semayong dibuat semeriah mungkin. Setelah sampainya Bujang Semayong di Istana Merka Gayang sambil membawa kain emem dari negeri seberang yang merupakan hadiah yang akan diberikan kepada putri pertama Bujang Semayong dan Ayu Pendan Seruti. Tidak hanya menepati janjinya untuk membawa hadiah kepada anaknya Bujang Semayong juga telah menahan rindu yang sangat mendalam terhadap Ayu Pandan Seruti, tetapi yang ia tidak melihat Ayu Pandan Seruti, hanya terlihat oleh mata Bujang Semayong hanya ke enam saudara Ayu Pandan Seruti. Karena ia tidak melihat sosok istrinya, akhirnya ia bertanya kepada Temenggung Rapen mengenai keberadaan istrinya Ayu Pandan Seruti. “Dimana Istriku Ayu Pandan Seruti?” Seketika suasana istana menjadi senyap, temenggung Rapen terdiam dan tak kuasa untuk menceritakan kepergian Ayu Pandan Seruti. Melihat keadaan ini ke enam saudara Ayu Pandan Seruti mulai memanfaatkan keadaan untuk menceritakan kebohongan yang telah mereka rencanakan mengenai kepergian Ayu Pandan Seruti “maaf kan kami Bujang Semayong, kami lalai menjaga adik tercinta kami, jadi sewaktu kami mendengar kabar akan kepulangan dirimu, kami berencana untuk menjemputmu bersama, tetapi saat diperjalanan hal mengejutkan terjadi Ayu Pandan Seruti adik kami tercinta terseret arus ketika hendak menyebrang sungai terakhir untuk sampai menemui mu, dan hingga sekarang Ayu Pandan Seruti tidak dapat di temukan, kami sangat menyesal Bujang Semayong”. Mendengar akan hal tersebut hati Bujang Semayong sakit serasa seperti tersayat oleh hunusan tombak bermata tiga, kesedihan yang susah untuk dipercaya, kini senyuman seketika berubah menjadi isak tangis yang tiada terbendung. Ke-enam saudara Ayu Pandan Seruti ikut merasakan kehilangan adik bungsu mereka, walaupun pada kenyataanya kesedihan tersebut hanya tipu muslihat semata, padahal bukan kesedihan yang mereka rasakan melainkan rasa gembira yang tiada tara karena merasa rencana mereka telah berjalan seperti apa yang yang mereka rencanakan untuk menghancurkan hubungan Bujang Semayong dan Ayu Pandan Seruti. Tetapi tiba-tiba datanglah Nyi Panji dihadapan istana, karena tidak tahan lagi menahan rahasia yang selama ini di tutupinya, karena ia bertekat untuk mengatakan hal ini ketika Bujang Semayong kembali dari seberang, karena Nyi Panji mengetahui apabila dia mengatakan hal tersebut kepada Temenggung Rapen tanpa kehadiran Bujang Semayong pasti ke enam saudaranya akan kembali membuat rencana untuk menyingkirkan Nyi Panji dari istana Merka Gayang. Nyi Panji pun langsung menceritakan kejadian yang sebenarnya apa yang terjadi pada Ayu Pandan Seruti. Mendengar cerita tersebut Temenggung Rapen pun murka bahwa selama ini mereka telah melakukan tindakan yang tidak bermoral, apalagi hal tersebut mereka lakukan kepada saudara kandung mereka sendiri. Maka dari itu Temenggung Rapen memerintahkan para pengawalnya untuk mengusir ke enam anaknya untuk dibuang ke hutan rimba dan ditinggalkan sendiri-sendiri di dalam hutan. Sambil menangis dan memohon bersujud dihadapan Temenggung Rapen dan Bujang Semayong untuk meminta belas kasih atas perbuatan yang telah mereka lakukan, mereka merasa menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatan mereka lagi, tapi apalah daya kemurkaan Temenggung Rapen dan Bujang Semayong benar-benar telah sampai kepada puncaknya, sehingga mereka tidak akan menarik ucapan mereka kembali atas hukuman yang akan di terima ke enam saudara Ayu Pandan Seruti. Hanya penyesalan yang didapatkan oleh ke enam saudara Ayu Pandan Seruti, dan mereka pun mendapatkan balasan yang setimpal dari perbuatan yang mereka lakukan. Batu dibalas batu, besi dibalas besi, air di balas air, api di balas api. Perbuatan jahat akan terbalaskan dan penyesalan yang akan datang dikemudiannya. Melihat Bujang Semayong yang sedang merasakan kehilangan, Nyi Panji pun memberikan seluruh emas yang diletakkan Ayu Pandan Seruti disetiap muara sungai ketika ia hendak menyebrang, kecuali tusuk konde yang ditancapkan ke bumi untuk menyebrang sungai terakhir. Melihat semua emas di tangan Bujang Semayong, rasa kehilangan bujang semayong semakin menjadi-jadi, akhirnya ia pun meminta ibunya untuk mengantarkannya ke tempat konde tersebut di tanam. Sangat terkejutnya Bujang Semayong dan Nyi Panji bahwa tusuk konde yang ditancapkan oleh Ayu Pandan Seruti telah berubah menjadi sebuah pohon yang lebat dan rindang, bak seperti rindu kasih seseorang terhadap orang yang disayangnya. Setelah Bujang Semayong memegang dan menyentuk pohon tersebut, ia pun merasaan kehadiran Ayu Pandan Seruti yang tersenyum dan menyampaikan rasa rindunya yang telah tersampaikan untuk melihat sosok Bujang Semayong suami tercintanya. Kesedihan Bujang Semayong ditinggal istri tercintanya sangat meninggalkan luka yang sangat dalam, ia pun memutuskan untuk tetap tinggal di bawah pohon tersebut karena ia tidak ingin meninggalkan istrinya sendirian. Karena kesedihannya tersebut yang tidak kunjung mereda kepiluan hati bujang semayong membuat dirinya kembali menjadi sosok seekor Manjang, dan selalu berada di dekat di pohon tusuk konde peninggalan istrinya hingga akhir hayatnya. Dan kayu yang terbuat dari tusuk Konde Ayu Pandan Seruti itu di kenal dengan sebutan Kayue Kundi oleh masyarakat kampung Bulus dan hingga sekarang pohon tersebut dapat di temui wujudnya di pesisir pantai kundi, dan masyarakat yang tinggal disekitar kayue Kundi di kenal dengan orang kundi. Tentang Penulis Biodata Nama saya Sri Kartini, lahir di Palembang, 25 Aguatus 1967, saya adalah seorang guru Sekolah Dasar yaitu SDN 3 Muntok. Hobiku memasak dan membaca serta menulis. Sering ikut event –event yang ada di online pernah ikut menulis puisi, cerpen dan vidio tentang puisi. Alhamdulllah mendapat juara, dan banyak sertifikat yang sudah saya dapat dari hasil event tersebut. Sudah ada buku yang saya terbitkan yaitu berjudul “Menggapai Mimpi” kalau mau pesan boleh, he he he promosi. No.Hpku adalah 0813-674-0068.Alamat rumahku KpJawa Baru GgSukun RW.02 RT 02 Kelurahan Sunga Baru Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Muntok, 10 September 2019 Penulis Hj.Sri Kartini,S.Pd.SD
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar