PULANG (bag.10) Tagursiana hari ke 11
Selesai shalat aku duduk di atas tempat tidur di samping ibu yang sedang menatapku lekat.
"Bagaimana rencanamu" tanya ibu. Aku tidak langsung menjawab.
"Usia terus bertambah. Perkembanganmu tidak ada. Saatnya kau merubah sikap. Jangan lagi bertahan dengan posisimu sekarang" ibu sudah menggunakan kata Kau. Tidak lagi menyebut nama singkatku. Aku mulai gelisah, sepertinya ibu sudah mulai tegas.
"Selama ini ibu selalu bersabar mengharap ada perubahan cara berfikirmu karena sudah pergi merantau. Pasti kau punya teman banyak kemudian ada tempat Mu bertukar pikiran.ternyata apa yang terjadi? Kau terlena dengan situasimu, selalu beralasan dengan sikap keras ayahmu dan kau bertahan ditiru tanpa berpikir bagaimana cara menghadapi ayahmu. Selama ini ibu menjaga perasaanmu agar kau jangan prustrasi. Tapi dengan usiamu sekarang seharusnya kau sudah punya sikap. Jangan buang-buang waktu. Beberapa waktu yang lalu ibu dan ayahmu telah memusyawarahlan tentang. Kami harus mengambil sikap dengan sedikit memaksa, menyadarkanmu. Masalah nikah, kami serahkan sepenuhnya kepada Allah. Yang kami khawatirkan adalah sikap mu untuk masa depanmu. Berfikir dewasalah dan jangan lagi ada perasaan takut kepada ayahmu. Tunjukkan bahwa kau mampu. Kami tidak akan mengaturnya. Tapi jika untuk konsultasi kami bersedia. Ingat semua apa yang ibu sampaikan" ibu berdiri lalu memegang bahuku, mencium ubun-ubunku kemudian bergegas ke luar dari kamar meninggalkanku yang sedang kebingungan.
Aku kembali ke posisi kesukaanku. Berbaring menatap langit-langit kamar, lalu menulis dengan pikiran dan perasaanku. Ternyata tak lagi nyaman. Kemudian ku duduk memijit keningku, menatap langit-langit lagi duduk kembali, berulang entah berapa kali. Perutku mual, keringat dingin membasahi tubuhku.
Tiba-tiba Purnama masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu tanpa salam langsung berbaring di tempat tidur.
"Kakak kebanyakan menghayal. Kebanyakan berpikir. Nggak ada actionnya " ujar adikku tanpa perasaan. Memang,jujur saja, adikku ini jauh lebih cerdas dan lincah dibandingkan de n ganku.
"Kakak terlalu mudah tersinggung. Terlalu banyak menggunakan perasaan dan terlalu banyak pertimbangan."
Aku terdiam dengan rasa sakit di hati yang tak kusengaja.
"Kakak kurang pergaulan akhirnya tak ada kawan untuk diskusi. Dengan kami aja kakak menjauh. Kata ayah, bakat Kakak adalah guru, pendidik jadi sekolah yang akan dibuka, kakak yang mengelola supaya berkembang bakat Kakak dan ada pula pahala hariannya. Nanti aku dan Andri akan turut membantu sesuai dengan kemampuan kami. Jadi sekolah itu awalnya milik keluarga selanjutnya terserah anda. Mulailah bergerak" Purnama langsung ngeloyor pergi setelah selesai berbicara. Aku tertegun . Begitu jauhnya perbedaan aku dan adikku. Purnama sangat lancar berbicara, cerdas dan berani. Sementara aku, menatap wajah ayah aku tidak berani. Berbicara dengan ibu dan ayah aku akan gugup".
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar