Gila, Semua Anak Wajib Naik Kelas
Menjelang akhir tahun pelajaran, seringkali terjadi diskusi di antara para guru. Topiknya berkaitan dengan kenaikan kelas dan kelulusan.
Beberapa pernyataan dan pertanyaan yang sering dimunculkan,, yaitu:
"Murid saya sudah kelas 3, masih belum bisa baca, dinaikkan jangan ya?"
"Apalagi murid saya kelas 5, jarang masuk sekolah dinaikkan jangan?"
"Murid saya apalagi, bandelnya minta ampun. Bagus tidak kalau tidak naik?"
Memang, anak yang disebutkan bodoh, malas, dan bandel sering direkomendasi untuk tidak naik. Bagi guru, tujuannya untuk memberikan pelajaran dan kesempatan agar anak bisa lebih baik di tahun keduanya. Bagus, bukan?
Tapi, tujuan ini sangat ditentang. Alasannya pertama, untuk anak bodoh sulit sekali diharapkan meningkatkan kemampuan nya. Jadi meskipun tidak naik, kemampuannya akan tetap sama. Kedua, untuk anak malas jika tidak naik akan bertambah malas bahkan mungkin akan putus sekolah. Ketiga, untuk anak bandel, jika tidak naik kelas, akan bertambah bandel. Jarang ditemukan efek positif jika siswa tidak naik kelas.
Seakan mengalah, baiklah semua siswa naik kelas.
Sekarang kita lihat, bagaimana jika siswa tetap harus dinaikkan.
Pertama, guru berkurang otoritasnya terhadap siswa didiknya.
Kedua, motivasi belajar anak sulit ditingkatkan.
Ketiga, perhatian orang tua terhadap perkembangan belajar dan prestasi anak kurang. Jadi, ada positif dan negatifnya.
Menurut hemat saya, jika terpaksa anak tidak naik karena alasan yang masuk akal, guru tidak bisa disalahkan. Pertimbangan anak tidak naik, bukanlah alasan yang dibuat-buat. Tentu hal ini perlu ada perhatian serius. Perlu ada toleransi, misalnya maksimal 2% siswa yang berada di kelompok ekstrem (bodoh sekali, malas sekali, bandel sekali) boleh tidak dinaikkan. Meskipun ketidaknaikan siswa bukan murni kesalannya.
Bila ada kebijakan tidak naik kelas, pastinya kegiatan kenaikan kelas bisa menjadi peristiwa sakral, menegangkan, dan penuh kejutan.
Untuk guru-guru di seluruh tanah air, saya ucapkan, Selamat mempersiapkan kenaikan kelas. Tidak lupa, semoga semua anak naik kelas dan lulus dengan hasil yang memuaskan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Disinilah letak permasalahannya, antara idealisme dengan realita. Ketakutan akan imej sekolah di masyarakat terkadang mengalahkan idealisme. Salam kenal.
Terima kasih, Bu Siti Ropiah. Senang dapat komentar dari Anda.
Kenaikan kelas merupakan sebuah proses pengambilan keputusan guru bahkan banyak yang dilakukan puncaknya melalui sebuah putusan rapat dewan guru. Tetapi hakekatnya sebelumnya ada proses. Proses pembelajaran tentunya. Disinilah proses evaluasi hasil apakah sesuai tujuan, apakah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Permasalahannya sebenarnya sering dari kita (guru) sendiri. Kita jarang memperhatikan progres belajar peserta didik kita secara individual baik kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu kriteria anak bisa naik adalah tercapainya ketuntasan minimal sesuai angka KKM. Kita harus jujur pula apakah angka KKM nya sudah benar2 ideal dan mewakili indikator intake siswa, kerumitan, maupun daya dukung nya. Kita sering mengabaikan progres kemajuan belajar belajar perdik kita namun di akhir tahun pelajaran memvonis bahwa perdik kita tidak mampu naik kelas. Dalam kenyataannya ketika beberapa kompetensi dasarnya pada saat pembelajaran dan formatif blom tercapai apakah kita lakukan perbaikan sebelumnya secara objektif berdasarkan kebelumtuntasannya? Tentang memang ketika tidak mampu naik dan teranalisa memang ada kelainan belajar, bijaknya ada upaya formal untuk membuktikanya semacam psikotest dan tidak kita yg memvonisnya. Insya Allah jika memang dari awal kita antisipasi permasalahannya akan bisa kita minimalisir. (Selamat berjuang & Salam Literasi)
Memang selalu jadi dilema bagi kita guru2, apalagi di zaman now kata org, kalau anak tidak naik, maka guru yg disalahkan dengan berbagai alasan.Entsh mau dibawa kemana anak bangsa ini, ditegakkan disiplin salah, tak disiplin juga salah.
Menurut saya yang penting bagi orang tua dan guru memahami tingkat kematangan kepribadian anak dan siswanya. Karena hal tersebut yang menjadi dasar kemampuan anak mengikuti pembelajaran di sekolah.
Di satu sisi inginnya seperti itu, namun di sisi lain adanya kebijakan seperti itu, pasti sudah dipikirkan masak masak. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Hasil musyawarah majelis guru dengan kriteria pertimbangan yang menentukan. Layak naik atau tinggal. Kalau sikap tak ada perubahan tak layak naik... tinggalkan saja
Kompetensi siswa tidak akan utuh kriteria baik/sangat baik. Mungkin dalam satu hal ada kelemahan. Itulah sebabnya sebelum kenaikan kelas ada musyawarah dewan guru untuk membahas hal tersebut. Manakala ada siswa yang akan dinyatakan tidak naik kelas, perlu saran pandang dari yang lain. Keputusan bersamalah yang diambil. Jadi tidak menyalahkan salah seorang guru.