Memilihnya menjadi pendamping hidupku menjadi keputusan yang harus kusyukuri. Keputusan ku menerimanya untuk mengarungi bahtera rumah tangga bukan karena seragamnya. Tetapi ada alasan yang sangat prinsipil yang kutemui di dalam dirinya.Dan kini aku semakin bersyukur akan keputusanku. Bukan harta atau kemewahan yang disuguhkannya bagiku. Bukan juga karena memperlakukan ku bagaikan putri. Atau karena membuat ku terbuai dengan rayuan manisnya. Jelas tidak. Dia bukan tipe pria yang pintar merangkai kata. Dan dia juga bukan tipe yang berhasil membuat kejutan untuk membuatku terkesan. Dia sangat terkesan polos dan tidak suka berprasangka buruk dengan orang lain.Dan dia juga tidak pandai menghasilkan uang tambahan selain gaji bulanannya. Tetapi ada yang lebih berharga yang kudapat dari dirinya. Aku mendapatkan tempat untuk berbagi dikala susah dan senang. Ada tangan yang selalu siap menghapus air mataku dikala aku harus menangis. Ada bahu tempatku bersandar dikala aku merasa rapuh. Bahkan ada sosok yang selalu siap mendengarkan keluh kesah ku disaat aku ingin meluapkan perasaanku. Disaat aku harus bed rest, dia juga bahkan mengambil alih tugasku. Bersama ibuku, mereka membereskan urusan makanan kami di rumah. Dia tidak pernah merasa canggung harus turun ke dapur atau juga membereskan anak-anaknya. Bahkan untuk urusan belanja ke pasar , dia bersedia melakukannya. Dengan bermodalkan daftar belanjaan yang sudah kucatat dari rumah, dia pergi ke pasar. Dia berbelanja untuk semua kebutuhan kami di rumah. Dia melakukannya di sela-sela waktu kerjanya. Mungkin yang dilakukannya bukan suatu hal yang luar biasa. Tapi ketika dia siap melakukan itu semua demi mendukung pemulihanku, bagiku itu sebagai tanda kasihnya padaku. Dan aku bersyukur untuk semua itu, karena tidak dipungkiri masih banyak juga suami yang tidak peduli dengan kondisi istrinya. Semoga kami akan selalu bersama sampai usia kami menua.