SOLEHAN ARIF

Nama : SOLEHAN ARIF, M.Pd alamat : JL Gatot Koco RT.001 RW.004 Dusun Nyabagan Kel. Kolpajung Kec. Pamekasan Kab. Pamekasan Unit Kerja : SDN Toket 2 Gur...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tarjamah, Tafsir, dan Takwil

A. Pengertian Tarjamah, Tafsir dan Ta'wil

1. Pengertian Tarjamah

Arti tarjamah menurut bahasa adalah “Salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain” Atau berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.[1]

Secara istilah tarjamah dapat diartikan:

a. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih sebagaimana yang dikutip oleh Liliek Chana dkk, Tarjamah adalah mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain.

b. Menurut al-Shabuni sebagaimana yang dikutip oleh Liliek Chana dkk, Tarjamah al-Qur’an adalah memindahkan al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak tarjamah ini kedalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab, sehingga dia dapat memahami kitab Allah swt. Dengan perantara tarjamah ini.[2]

Dari definisi di atas penulis dapat memberikan definisi bahwa tarjamah adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain atau dari bahasa Arab ke bahasa yang lain sehingga dapat memahami kitab Allah SWT dengan perantaraan tarjamahan ini.

2. Pengertian Tafsir

Kata “Tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-Tafsiran” yang berarti keterangan atau uraian.[3] Secara bahasa bahwa pengertian Tafsir adalah:”menjelaskan atau menerangkanالإيظاح والتبيين ) ) keterangan sesuatu (الشرح ), atau “Tafsirah” ( التفسيرة ) yaitu alat kedokteran yang dapat mengungkapkan penyakit dari seorang pasien, maka Tafsir “dapat mengeluarkan makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat al-Qur’an”.[4]

Adapun tentang pengertian Tafsir berdasarkan istilah, para ulama banyak memberikan komentar, antara lain berikut ini:

a. Menurut Syaikh al-Jazairi sebagaimana yang dikutip oleh Liliek Chana:

التفسير فى الحقيقة إنما هو شرح اللفظ المستلف عند السامع بما هو أفصح عنده بما يراد فه أو يقاربه أوله دلالة عليه بإحدى طرق الدلالة.

Artinya:

Tafsir pada hakikatnya menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.[5]

b. Menurut Abu Hayyan sebagaimana yang dikutip oleh Rosihon Anwar:

التفسير فى الإصطلاح علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ القرآن ومد لولاتها وأحكامها الإفرادية والتركيبية ومعانيها التي تحمل عليها حالة التركيب.

Artinya:

Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.[6]

Jadi Tafsir adalah menyingkap (membuka), melahirkan dan menjelaskan makna al-Qur’an yang sukar dipahami oleh pendengar sehingga dapat mengetahui kandungan-kandungan hokum dan makna yang terkandung di dalamnya.

3. Pengertian Ta’wil

Menurut bahasa Ta’wil berasal dari kata “aul” الاول yang artinya kembali.[7] Menurut pendapat ulama yang masyhur kata ta’wil dapat mempunyai arti:

a. Kembali atau mengembalikan (الرجوع) yakni mengembalikan makna pada proporsi yang sesungguhnya.

b. Memalingkan (الصرف) yakni memalingkan suatu lafazh tertentu yang mempunyai sifat khusus dari makna lahir ke makna batin lafazh itu, karena ada ketetapan dan keserasian dengan maksud yang dituju.

c. Menyiasati (السياسة) yakni dalam lafazh tertentu atau kalimat-kalimat yang mempunyai sifat khusus memerlukan siasat yang jitu untuk menemukan maksudnya yang setepat-tepatnya.[8]

Adapun Ta’wil menurut istilah, dalam hal ini banyak ulama memberikan pendapatnya, antara lain:

a. Menurut Al-Jurzani sebagaimana yang dikutip oleh Rosihon Anwar:

صرف اللفظ عن معناه الظاهر إلى معناه يحتمله إداكان المحتمل الدي يراه موافقا بالكتاب والسنة.

Artinya:

“Memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan al-Kitab dan al-Sunnah.”[9]

b. Menurut ulama khalaf:

صرف اللفظ عن المعنى الراحج إلى معنى المرجوه لد ليل يقترن به.

Artinya:

“Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih kepada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.”[10]

Jadi ta’wil secara istilah adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya atau memalingkan makna lahir ke makna batin lafazh karena ada indikasi untuk itu.

B. Pembagian Tarjamah

Kata “tarjamah” dapat dipergunakan pada dua arti:

1. Tarjamah harfiyah, yaitu mengalihkan lafazh-lafazh dari satu bahasa ke dalam lafazh-lafazh yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.

2. Tarjamah Tafsiriyah atau tarjamah ma’nawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau tanpa memperhatikan susunan kalimatnya.[11]

Dalam menerjemahkan al-Qur’an hendahnya dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Penerjemah hendaknya mengetahui dua bahasa (bahasa asli dan bahasa tarjamah)

2. Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa yang diterjemahkan.

3. Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.

4. Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.[12]

C. Perbedaan Tafsir dan Ta´wil

Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata tersebut. Dalam “Manahilul Irfan Fi’Ulumi al-Qur’an” dijelaskan antara lain adalah “ta'wil dalam istilah para mufassir, pengertiannya diperselisihkan”. Bahkan ada yang berpendapat bahwa ta'wil itu sinonim dengan Tafsir, karena diliat dari segi tujuannya tidak berbeda, yaitu menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur'an.

Dalam hal ini sebagian ulama melihat ada perbedaan-perbedaan antara keduanya, yaitu:

1. Tafsir berbeda dengan ta'wil, Perbedaannya adalah pada ayat-ayat yang menyangkut soal umum dan khusus, pengertian tafsir lebih umum daripada ta'wil, karena ta'wil berkenaan dengan ayat-ayat yang khusus, misalnya ayat-ayat mutasyabihah. Jadi menta'wilkan ayat-ayat al-Qur'an yang mutasyabihah itu termasuk tafsir, tetapi tidak setiap penafsiran ayat tersebut disebut ta'wil.

2. Tafsir adalah penjelasan lebih lanjut bagi ta'wil dan dalam tafsir sejauh terdapat dalil-dalil yang dapat menguatkan penafsiran boleh dinyatakan:” Demikian yang dikehendaki oleh Allah”, sedangkan ta'wil hanya menguatkan salah satu makna dari sejumlah kemungkinan makna yang dimiliki ayat (lafazh) dan tidak boleh menyatakan:” Demikianlah yang dikehendaki Allah swt”.

3. Tafsir menerangkan makna lafazh melalui pendekatan riwayah, sedangkan ta'wil melalui pendekatan dirayah (kemampuan ilmu) dan berpikir rasional.

4. Tafsir menerangkan makna-makna yang diambil dari bentuk yang tersurat (bil ibarah) sedangkan ta'wil adalah dari yang tersirat (bil isyarah).

5. Tafsir berhubungan dengan makna-makna ayat atau lafazh yang biasa-biasa saja sedangkan ta’wil berhubungan dengan makna-makna yang kudus.

6. Tafsir mengenai penjelasan maknanya telah diberikan al-Qur’an sendiri sedangkan ta'wil penjelasan maknanya diperoleh melalui istinbath (penggalian) dengan memanfaatkan ilmu-ilmu alatnya.[13]

D. Hukum Tarjamah, Tafsir dan Ta'wil

1. Hukum Tarjamah

a. Hukum tarjamah harfiyah

Berdasarkan uraian di atas, mengenai tarjamahan secara harfiyah, disyaratkan mengetahui arti masing-masing kedua bahasa dan dan terpenuhinya syarat-syarat yang diperlukan dalam tarjamahan, maka jelaslah bagi kita bahwa tarjamah harfiyyah itu tidak boleh dilakukan untuk menerjemahkan al-Qur’an karena faktor-faktor sebagai berikut:

1). Tidak boleh menulis al-Qur’an bukan dengan huruf-huruf bahasa Arab, dimaksud agar tidak terjadi penyalahgunaan dan perubahan arti.

2). Di dalam bahasa bukan bahasa Arab tidak terdapat lafazh-lafazh, kosakata dan kata ganti yang bisa menduduki lafazh-lafazh bahasa Arab.

3). Meringkas lafazh-lafazh bahasa Arab dapat menimbulkan kerusakan arti yang menyebabkan cacat dalam redaksi dan susunan.[14]

Atas pertimbangan diatas maka tidak seorang pun merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan al-Qur’an dengan tarjamah harfiyah. Sebab al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada rasul-Nya, merupakan mukjizat dengan lafazh dan maknanya, serta membacanya dipandang sebagai suatu ibadah.[15]

Jadi metode tarjamah ini hukumnya haram, karena tarjamah secara harfiyah ini tidak mungkin mengungkapkan makna yang terkandung dalam al-Qur’an dengan sempurna, seperti halnya pengaruh makna al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab.[16]

c. Hukum tarjamah ma'nawiyah

Tarjamah dengan menggunakan metode ma'nawiyah diperbolehkan. Hal ini disebabkan tidak ada hal yang mengkhawatirkan dari tarjamah metode ini. Bahkan pada saat tertentu justru menjadi wajib apabila tarjamahan itu menjadi jembatan bagi orang yang tidak faham dengan bahasa Arab.[17]

Namun demikian, tarjamah ma’nawiyah ini tidak terlepas dari kerusakan karena satu buah lafazh didalam al-Qur’an terkadang mempunyai dua makna atau lebih yang diberikan oleh ayat. Maka dalam keadaan demikian biasanya penerjemah hanya meletakkan satu lafazh yang hanya menunjukkan satu makna, karena makna itu tidak mendapatkan lafazh serupa dengan lafazh Arab yang dapat memberikan lebih dari satu makna itu.[18]

2. Hukum Tafsir dan Ta'wil

Tafsir adalah ilmu syari'at paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia objek pembahasan dan tujuannya serta dibutuhkan.[19] Tujuan al-Qur'an itu sendiri tentu sangat sulit dicapai apabila di dalam al-Qur'an ternyata banyak hal-hal yang samar dan global. Untuk mengatasinya diperlukan tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat al-Qur'an.

Banyak mufassir mengakui besarnya peranan tafsir dan ta'wil, antara lain:

a) Ahmad al-Syirbashi dalam bukunya sejarah tafsir al-Qur'an menegaskan bahwa kedudukan tafsir sangat tergantung pada materi atau masalah yang ditafsirkannya, karena materi tafsir adalah kitab suci al-Qur'an yang punya kedudukan mulia, maka kedudukan tafsir pun amatlah mulia.

b) Imam al-Zarkasyi dalam muqaddimah kitab al-Burhan fi 'Ulum al-Qur'an menyebutkan bahwa perbuatan terbaik yang dilakukan oleh akal manusia serta kemampuan berfikirnya yang tinggi adalah kegiatan mengungkapkan rahasia yang terkandung dalam wahyu ilahi dan menyingkapkan penta'wilannya yang benar berdasarkan pengertian-pengertian yang kokoh dan tepat.

c) Al-ragib al-Ashfah}ani menegaskan bahwa karya yang termulia ialah buah kesanggupan menafsirkan dan menta'wilkan al-Qur'an.

d) M. Quraish shihab menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya umat.[20]

E. Dasar Tafsir dan Syarat-syarat Mufasir

1. Dasar Tafsir

Yang dimaksud ‘dasar tafsir’ adalah fakta yang mendasari munculnya istilah tafsir. Dr. Abd Muin Salim melihatnya dari tiga segi, yaitu:

a. Dari Segi Filosofis

Yang dimaksud dari segi filosofis apabila dasar Tafsir dari fungsi Tafsir sebagai penjelas maksud kandungan al-Qur’an. Fungsi demikian disebut sendiri oleh al-Qur'an dalam Surat al-Baqarah (2): 185;

شهر رمضان الدى أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان...

“Bulan Ramadhan, bulan diturunkannya al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda antara yang hak”.[21]

Dan juga Surat al-Qiyamah (75): 19;

ثم إن علينا بيانه

“Kemudian, sesungguhnya atas tanggung jawab Kamilah penjelasannya”.[22]

b. Dari Segi Historis

Selain ayat al-Qur'an berfungsi sebagai penjelas bagi ayat yang lainnya, maka dalam kenyataan sejarah, Rasulullah juga diberi tugas oleh Allah untuk menjelaskan dan merinci ketentuan-ketentuan yang masih global dalam nas al-Qur'an. Tugas tersebut dapat dilihat dari ketentuan Surat al-Nahl (15): 44;

وأنزلنا إليك الدكر لتبين للناس مانزل إليهم

“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”.

Dengan demikian, penjelasan Rasulullah lewat hadisnya mengenai ayat-ayat yang memerlukan penjelasan, juga berfungsi sebagai tafsir.[23]

c. Dari Segi Yuridis

Banyak ayat al-Qur'an yang menganjurkan perlunya pemikiran lebuh lanjut guna menyelami maksud ayat-ayat Allah antara lain dalam Surat Shad (38): 29 yang menyuruh memperhatikan (tadabbur) dan memikirkan (yazzakkaru) ayat-ayat Allah dan juga dalam Surat al-Zumar (39): 27 yang menerangkan bahwa tujuan Allah menampilkan perumpamaan adalah agar dapat dijadikan bahan pelajaran (bahan renungan). Upaya mempelajari dan memikirkan ayat-ayat al-Qur'an ini merupakan petunjuk secara yuridis formal diperlukan tafsir.[24]

2. Syarat-syarat Mufassir

Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki setiap mufassir yang dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

a. Akidah yang benar, sebab akidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan sering mendorongnya untuk mengubah nas-nas dan berkhianat dalam penyampaian berita.[25]

b. Bersih dari hawa nafsu, sebab hawa nafsu akan mendorong pemiliknya untuk membela kepentingan mazhabnya sehingga ia menipu manusia dengan kata-kata halus dan keterangan menarik seperti dilakukan golongan Qadariyah, Syi'ah Rafidah, Mu'tazilah dan para pendukung fanatik mazhab sejenis lainnya.

c. Menafsirkan lebih dahulu, al-Qur’an dengan al-Qur’an karena sesuatu yang masih global pada satu tempat telah diperinci di tempat lain dan sesuatu yang dikemukakan secara ringkas di suatu tempat telah diuraikan di tempat lain.

d. Mencari penafsiran dari Sunnah, karena Sunnah berfungsi sebagai pensyarah al-Qur’an dan penjelasnya. Al-Qur'an telah menyebutkan bahwa semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah. Dalam Surat an-Nisa (4): 105;

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.”

Allah menyebutkan bahwa Sunnah merupakan penjelas bagi kitab.

Dan kami turunkan kepadamu az-Zikir (Qur’ân) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

Rasulullah dalam sabdanya: “Ketahuilah bahwa telah diberikan kepadaku al-Qur’an dan bersamanya pula sesuatu yang serupa dengannya,” yakni Sunnah.

e. Apabila tidak didapatkan penafsiran dalam Sunnah, hendaklah melihat bagaimana pendapat para sahabat. Karena mereka lebih mengetahui tentang tafsir al-Qur'an, merekalah yang terlibat dalam kondisi ketika al-Qur’an diturunkan, disamping mereka mempunyai pemahaman yang sempurna, Ilmu yang shahih dan amal yang saleh.

f. Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam al-Qur'a.n, Sunnah dan pandangan para sahabat, maka sebagian besar ulama, dalam hal ini merujuk kepada pendapat tabi'in.

g. Pengetahuan bahasa Arab yang baik, karena al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Pemahaman yang baik terhadap al-Qur'an amat bergantung kepada penguraian mufradat, lafazh-lafazh dan pengertian-pengertian yang ditunjukkannya sesuai dengan struktur kalimat

h. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'an, seperti ilmu qira'at, sebab dengan ilmu ini dapat diketahui bagaimana cara mengucapkan (lafazh-lafazh) al-Qur'an dan dapat memilih mana yang lebih kuat di antara berbagai ragam bacaan yang diperkenankan.

i. Pemahaman yang cermat sehingga mufassir dapat mengukuhkan sesuatu makna atas yang lain atau menyimpulkan makna yang sejalan dengan nash-nash syari’at.[26]

F. Contoh Kongkrit Perbedaan Tarjamah, Ta'wil dan Tafsir dalam Kitab-Kitab Tafsir.

1. Contoh tarjamah dalam kitab-kitab tafsir

Menerjemahkan al-Qur’an Surat Yusuf: (2) yang berbunyi:

إنا أنزلنه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون

Maka cara menterjemahkannya adalah satu persatu kata, misalkan dimulai dari kata “إنا”, lalu “أنزلنه” kemudian dilanjutkan dengan kata “قرآنا” dan seterusnya. Sehingga terjemahannya menjadi: “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur'an dengan menggunakan bahasa Arab, agar kamu memahaminya.[27]

2. Contoh Tafsir dalam kitab-kitab tafsir

Menafsirkan al-Qur’an Surat al-An'am (6: 95)

...يخرج الحي من الميت ومخرج الميت من الحي...

Artinya:

…Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup…

Ayat tersebut ditafsirkan dengan Allahlah yang mengeluarkan burung dari telurnya.[28]

3. Contoh ta'wil dalam kitab-kitab tafsir

a. Menta'wîlkan al-Qur’an Surat al-An'am (6: 95)

...يخرج الحي من الميت ومخرج الميت من الحي...

Artinya:

…Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati…

Ayat tersebut dita'wilkan dengan, Dia mengeluarkan tumbuh-tumbuhan yang hidup dari biji dan bibit tanaman yang merupakan benda mati.[29]

Perihal sama dengan yang disebutkan oleh firman-Nya:

وأية لهم الارض الميتة احيينها واخرجنا منها حبا فمنه يأكلون.

“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari biji-bijian, maka darinya mereka makan. (Yasin: 33)

b. Al-Qur'an Surat al-Saffat (37: 93)

فراغ عليهم ضربا باليمين

Artinya:

“Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangannya.

Kata (باليمين) arti hakikinya/lahirnya adalah “tangan kanan”, tapi bisa dita'wilkan dengan “kuat”.[30]

[1]Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 212.

[2]Liliek Chana AW, Ulum Al-Qur’an dan Pembelajarannya (Surabaya: Kopertais IV, 2014), 429.

[3]Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 209.

[4]Abu Anwar, Ulumul Qur'an Sebuah Pengantar (Pekanbaru: Amzah, 2005), 98.

[5]Chana dkk, Ulum Al-Qur’an, 430.

[6]Anwar, Ulumul Qur’an, 210.

[7]Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 245.

[8]Abu, Ulumul Qur'an Sebuah Pengantar, 99.

[9]Anwar, Ulum Al-Qur’an, 211.

[10]Anwar, Ulumul Qur’an, 213.

[11]Al-Qattan, Studi, 443.

[12]Anwar, Ulum, 213.

[13]Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, 99-100.

[14]Ash-Shaabuuniy, Studi, 333.

[15]Al-Qattân, Studi, 444.

[16]Chana, Ulum, 445.

[17]Ibid, 445.

[18]Ibid, 446.

[19]Al-Qațțan, Studi, 461.

[20]Suryadilaga, Metodologi, 33-34.

[21]Al-Hambra, Al-Qurʻān Terjemahan dan Transliterasi (Bandung: Fajar Utama Madani, 2008), 49.

[22]Mahmud Yunus, Tafsir Qurʻān Karim (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2002), 870.

[23]M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), 31-32.

[24]Ibid, 33.

[25]Al-Qattân, Studi, 462.

[26]Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'ān (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), 415-417.

[27]Abdul Aziz Ahmad, dkk, Robbani Al-Qurʻān Perkata, Tajwid Warna (Jakarta: PT Surya Prisma Sinergi, 2012), 236.

[28]Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), 547.

[29]Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, tt), 433.

[30]Chana, Ulum, 440.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post