Cropping percakapan dalam kelompok belajar on line seperti pada gambar pasti tidak asing bagi guru. Memaknai konten percakapan tersebut memunculkan asumsi dua kutub yang bertolak belakang.

Mengajar on line dalam situasi pandemi Covid 19 tentu bukan sekedar menggugurkan kewajiban. Sebagian guru yang belum akrab dengan pembelajaran on line bingung. Namun bagi yang terbiasa dengan manajemen sistem siber pasti leluasa berinovasi. Bagaimanapun, koridor target mengembangkan kompetensi peserta didik harus dipenuhi.

Satu setengah bulan mengemas pembelajaran on line, berbagai alibi dikemas dalam bentuk "curhatan" guru bermunculan. Antara lain, mengkhawatirkan perkembangan kompetensi sikap (afektif) peserta didik yang kurang optimal.

Guru sering tidak menyadari. Contoh percakapan antara guru-peserta didik diatas adalah suatu perkembangan afektif siswa yang dahsyat! Betapa tidak, dalam sebuah komunitas seseorang mampu menyampaikan kesalahan sekaligus minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahannya!

Anggapan bahwa itu sebuah sebuah kekonyolan siswa, sebenarnya adalah kekonyolan guru itu sendiri! Hal yang biasa terjadi pada mereka yang tidak bisa memanajemen diri, malas, tidak tanggap, kurang semangat, dan hal negatif lainnya.

Bila anda mengalami hal seperti itu, selayaknya merasa lega. Anak didikan anda telah mampu mengembangkan nilai afektif luar biasa.

Selayaknya manusia, siswa mempunyai psikologi positif sebagai bekal pengembangan sikapnya. Menggali kejujuran yang berujung permintaan maaf adalah salah satu bentuk kesuksesan guru dalam mengembangkan sikap sosial peserta didiknya.

Rekan guru, selamat! Anda adalah orang yang sukses.