Tantangan hari ke 140 (2022)

Aku berjalan meninggalkan ruang luas yang terasa sempit, sejak tadi aku hanya dianggap angin lalu. Mereka dengan kesibukan mereka, tanpa memperdulikan kehadiranku. Muak, aku sudah muak dengan semua, tapi ini sudah menjadi takdirku. Takdir yang aku sendiri menciptakannya.

“Wik, kamu yakin ingin menikah dengan duda beranak dua itu. Sudah kamu fikirkan masak – makak, jangan jadikan alasan umur yang katanya sudah perawan tua kau mau menikahinya.” ucapan Lisa sahabatku masih tergiang diteliga sewaktu aku mengatakan akan menerima lamaran bang Ryan padanya. Aku capek lis, selalu ditanya hal yang sama kapan menikah, semua adikku sudah menikah tapi aku masih jomblo.

Akhirnya takdir yang kuciptakan membuatku tak berdaya, antara ada dan tiada saja. Kehadiranku di keluarga ini, sudah berlalu 15 tahun tapi aku hanya ibu di atas kertas nikah ayah mereka. Tidak ada rasa kasih sayang yang tulus seperti aku menyayangi mereka, sekarang aku hanya sebagai pelengkap saja. seperti hari ini di pernikahaan anak bungsu bang Ryan, bersama keluarga besar mereka maupun mendiang istri bang Ryan tertawa bahagia. Bercerita bagaimana susahnya si bungsu ketika dilahirkan, betapa kasihanya si bungsu di tinggal ibunya, eh….sekarang sudah menikah. Tidak sedikitpun ada cerita bagaimana susahnya aku mengasuh anak itu. Untuk sungkempun aku dilupakan hanya Ayah dan neneknya. aku bagaikan ada dan tiada. Takdir yang kupilih membuatku menderita.***