
Terjebak Kenangan Masa Kecil
Terjebak Kenangan Masa Kecil
Oleh: Siti Khotijah
Hari ini betul-betul hari yang tidak saya sangka-sangka. Teman bermain masa kecil hadir menyapa saya lewat pesan Messenger. Awalnya saya tidak tahu, siapa gerangan orang ini. Tapi, setelah bertanya betulkah saya putrinya Pak Punjung (nama bapak saya) yang dulu rumahnya di belakang SMPN 2 Gresik? Awalnya saya kira pasti ini teman satu SMP karena tahu kalau rumah saya di belakang sekolah itu. Tetapi, setelah menyampaikan kabar kalau rumahnya dulu bersebelahan dengan rumah saya, barulah saya kaget, lhoh? Ini siapa? Tiba-tiba saja saya terlempar ke puluhan tahun silam, ketika Mr. X ini mengatakan bahwa dia putera Pak Warto. Barulah saya teringat dengan sosoknya. Namanya Heru utomo. Soulmate saya di masa kecil, sekutu paling solid sedunia kalau berurusan dengan kenakalan anak-anak. Kami sepantaran. Dia putera seorang guru, sedangkan saya putera seorang penjaga sekolah merangkap tukang kebun di sekolah itu, SMPN 2 Gresik. Kami tinggal di rumah dinas yang letaknya di belakang sekolah itu. Keluarga kami sudah seperti saudara. Tidak ada lagi batas tempat tinggal. Saya terbiasa blusak-blusuk di rumahnya, begitu pun sebaliknya. Bahkan acara makan pun kadang-kadang saya ikut nimbrung menikmati sayur dan lauk-pauk masakan Bulik Tin, panggilan saya untuk ibunya Heru. Begitu juga dengan Heru bila di rumah saya. Sebenarnya masih ada satu rumah dinas lagi yang juga ditempati keluarga guru, sama-sama di belakang SMP itu tetapi letaknya agak jauh dari rumah kami. Dari tiga rumah dinas itu, ada lima anak-anak . Mas Tono dan kakaknya, putera dari Bu Guru Armini yang rumah dinasnya agak jauh tadi, Heru dan Kakaknya, dan saya sendiri, perempuan satu-satunya di geng lima sekawan itu. Saya dan Heru paling muda usianya. Namanya anak-anak, kadang berseteru gara-gara alasan sepele sudah biasa. Yang saya ingat, saya sering menjadi korban perebutan dua kubu (kubu Mas Tono dan kubu Heru) jika mereka bertengkar. Seperti film action, saya akan dijemput paksa Mas Tono dan kakaknya untuk diajak bermain ke rumahnya. Agar tak ketahuan Heru dan kakaknya, mereka “menculik” kemudian membawa saya dengan melewati belakang rumah yang penuh semak belukar sambil merunduk-runduk sesekali tiarap persis film perang pas adegan menghindari musuh. Intinya, karena saya perempuan satu-satunya, kekuasaan mereka belum diakui kalau belum memiliki saya sebagai sandera … uehehe …. Stop dulu cerita betapa lucunya saya waktu itu sampai diperebutkan cowok-cowok jagoan kandang. Hiks … pingin nangis saking terharunya saya.
Oh, ya, sampai lupa tujuan awal saya menulis kolom ini. Kembali ke pertemuan tidak sengaja Heru yang menemukan saya di FB, dan akhirnya menghubungi saya lewat Messenger, akhirnya kami berpindah ke WA. Karena saya ingin bertemu dengan ibunya Heru, akhirnya sepakat untuk VC-an. Agak deg-degan juga setelah puluhan tahun tidak bertemu, seperti apakah wajah Bulik Tin dan juga wajah teman kecilku sekarang ini. Saat HP saya bergetar, agak gemetar saya mengangkatnya. Ketika layar HP menampilkan wajah Heru, kemudian wajah Bulik Tin yang ternyata tetap cantik di usia sepuhnya, seketika saya tidak bisa menahan air mata. Tanpa dikomando, saya sudah bercucuran air mata, sambil menjawab pertanyaan dari Bulik dengan terbata-bata. Bulik pun juga begitu, menangis terharu karena bisa bertemu lagi setelah sekian puluh tahun berpisah. Bulik menangis sambil mengatakan kalau wajah saya mirip sekali dengan almarhumah ibu. Mendengar itu, tambah nangis saya . Pertemuan singkat itu akhirnya cuma dipenuhi cucuran air mata kami. Setelah puas melepas kangen walaupun hanya lewat VC, kami berjanji akan saling memberi kabar agar tetap terjalin silaturahmi. Nah, yang jadi masalah, setelah pertemuan di VC itu, air mata saya tak bisa berhenti. Saya seperti terjebak pada kenangan masa kecil bersama geng lima sekawan dulu. Kenakalan-kenakalan kami berlima keluar dari memori layaknya bioskop yang diputar di depan saya. Petualangan berkemah di belakang rumah, bermain layang-layang, mengorek-ngorek sampah tetangga yang kaya raya (berharap menemukan barang berharga), sampai main tinju-tinjuan dengan sarung tinju benaran (yang kami ambil secara diam-diam dari gudang tempat penyimpanan alat-alat olahraga inventaris SMP), untuk yang terakhir ini saya sering pulang dengan menangis karena mereka ternyata raja tega. Tidak peduli saya yang perempuan dan bertubuh kecil, kalau meninju ya meninju benaran. Walaupun begitu, saya pernah menendang Mas Tono yang badannya besar sampai terjengkang saat bermain gulat-gulatan. Mungkin Anda tidak percaya, tetapi memang seperti itulah kami bermain. Dari kecil saya sudah diajari mereka dengan permainan “bar-bar” ala anak laki-laki.
Saya lanjutkan lagi yaaa ….Yang tidak habis pikir setelah pertemuan itu, mengapa justru perasaan sedih sampai rasanya ingin menangis yang saya rasakan? Alam bawah sadar sepertinya memaksa saya untuk bermelankolis dengan kenangan-kenangan bersama mereka. Perasaan rindu dengan masa-masa itu dan kangen ingin bertemu mereka lagi begitu menggebu, dan jelas itu tidak mungkin terjadi. Mungkin itulah yang membuat saya tiba-tiba menjadi sedih sampai beberapa kali menitikkan air mata. Nah, lho … saya menangis lagi sambil mengetik ini. Yang pasti, ada kebahagiaan di hati saya karena pertemuan kami sore tadi. Mungkin nanti malam saya akan bermimpi bermain tinju-tinjuan lagi bersama mereka. Tentunya kali ini saya akan menang melawan mereka karena sekarang badan saya tidak seceking dulu.
#Tantangan Menulis hari ke-37
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
kenangan yang terlalu sulit untuk dilupakan, keren bucan dan salam literasi
Terima kasih apresiasinya, Bun. Salam literasi.
Waah punya genk masa kecil bu Siti Khotijah
Cilikanku mbethik, Bu. Genk Lima Sekawan ....hihihi... Maturnuwun apresiasinya, Bu Ririn.
Mantab tulisannya bu. Kenangan masa kecil yg indah..
Inggih, Pak. Ternyata saya bar-bar juga kalau bermain. Terima kasih sudah berkunjung, Pak. Salam literasi.
hik. . .benerrrrr mbak, ikutan terharu juga saya bacanya. . . cerita yang berhasil melibatkan emosi. . . keren menewen . . . .
Setelah sekian tahun akhirnya nyambung lagi. Terima kasih apresiasinya, Dek. Salam literasi.
Kenakan indah di masa sekolah. Ikut berbahagia atas apa yang bu siti Khotijah dapatkan.
Inggih, Pak. Terima kasih apresiasinya. Salam sukses m
Wahh...saya ketinggalan bacanya ini...hihini...ternyata bu Khot tomboy ya cilikane...keren bingit bu ceritanya, saya sampek membayangkan diri saya jadi bu Khot...hihihi...
Hihihi .... Pethakilan, konco e lanang2. Maturnuwun apresiasinya, Bu Fat. Salam literasi.
Saya jadi bayangin masa kecil dulu. Terlalu indah dilupakan. Banyak kenangan
Poool, Bu. Lha ini saking pinginnya bisa kembali masa dulu, bertemu lagi dgn mereka, dan jelas itu tdk mungkin terjadi .... Saya sampai menangis.
Luar biasa Bu Siti..ulasan yang mengalir dan enak dinikmati..salam literasi Bu..
Terima kasih apresiasinya, Pak. Salam literasi.
Wah ceritanya mantab mengharukan puluhan baru tersambung lg, semoga sehat dan salam sukses selalu.
Terima kasih sudah berkunjung, juga apresiasinya, Pak Rony. Salam literasi.