Siti Khodijah Lubis, S.Pd.I

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
HOW LITERATURE WORKS ON ME 5 (Angeline dan Putri Giok)
Fitri, Mona, Angeline, Diah, dan Santri. Saya yang mengambil foto.

HOW LITERATURE WORKS ON ME 5 (Angeline dan Putri Giok)

Tantangan Menulis Hari ke-17

#TantanganGurusiana

 

Banyak Kisi( nama rubrik cerpen) di majalah Annida yang menginspirasi sendi kehidupan remajaku, salah satunya cerpen yang akan aku ceritakan kali ini.

Cerpen itu kira-kira berjudul "Legenda Putri Giok" (aku tidak begitu ingat). Kalau aku tidak salah ingat juga, nama pengarangnya adalah Elsyifa. Bercerita tentang seorang anak yatim, sebut saja Hadi, yang menemukan sebuah batu berwarna kehijauan saat ia bekerja sebagai penambang kerikil di kali.

Konflik bermula ketika ibu Hadi sakit keras dan ia tak memiliki biaya untuk berobat. Hadi memiliki sahabat seorang keturunan Cina, sebut saja David. Hadi hendak menjual batu hijau itu kepada ayah David yang pengkolektor batu giok, dengan menjual cerita bahwa ia bermimpi didatangi seorang Putri Cina yang mengaku bersemayam di batu temuannya.

Nah, di cerpen ini lah letak kalimat David yang sangat menginspirasiku, "Aku bukan orang Cina. Aku orang Indonesia yang beretnis Tionghoa."

Pernahkah Anda berpikir kalau ternyata saudara kita dari etnis Tionghoa berpikiran seperti David?

Sebelum membaca cerpen ini, stigma yang beredar di masyarakat tempat aku tinggali, warga etnis Tionghoa itu sifatnya licik dan jahat. Jika kita bertanya apa buktinya, maka kebanyakan jawaban adalah: "Lihat saja di kota, toko-toko yang ada kebanyakan milik etnis apa? Yang menjadi pesuruhnya etnis mana?"

Kalau pertanyaan yang lebih mirip pernyataan (berbalut iri dengki, kalau boleh saya tambahkan) itu terdengar, lebih baik kita tak usah menjawab. Karena, respon berikut yang akan diberikan adalah segala macam hal buruk tentang etnis bermata sipit itu, tanpa mau dibantah kalau mungkin saja stereotip negatif semacam itu bisa dilakukan oleh etnis mana saja.

Namun, jujur, untuk bisa bergaul akrab dengan etnis Tionghoa tidak pernah kulakukan, meskipun sewaktu les Bahasa Inggris dulu, ada teman sekelasku yang berasal dari etnis serupa.

Sampai saat itu, ketika aku memenangkan gelar "Best Speaker 1" di Lomba Debat Bahasa Inggris pada LKS SMK Tingkat Provinsi tahun 2005.

Saat itu aku duduk di kelas 3 SMK, dan pelatihan diadakan di sebuah SMK Negeri di Medan, selama 10 hari, bersama 3 orang teman setimku yang ketiganya berasal dari SMK Negeri tempat kami berlatih.

Pelatih kami saat itu dua orang, sepasang mahasiswa dari USU (Universitas Sumatera Utara) yang tergabung dalam komunitas USD (USU Society for Debate). Yang pria bernama Santri, mahasiswa semester akhir jurusan Sastra Inggris. Dan yang wanita bernama Angeline, mahasiswa jurusan Hukum.

Dalam otakku sudah terbayang bakal dididik dengan keras, terutama oleh wanita beretnis Tionghoa itu.

Benar saja, hari pertama aku mengikuti pelatihan, pelatihku itu menyerahkan selembar kertas berisi daftar mosi yang akan diperlombakan di Denpasar nanti.

Terdiri dari 10 tema, yang satu temanya terdiri dari 3 hingga 4 mosi, jadi total ada 30-40 mosi, aku tidak ingat pasti. Angeline dan Santri menyuruh kami membuat outline (kerangka berpikir) untuk setiap mosi.

Jangan pikir isi mosi itu mudah. Terbayangkah oleh kalian, anak berusia 17 tahunan seperti kami disuruh membuat minimal 2 outline (filosofis dan status quo) dengan dua sudut pandang (pro dan kontra) untuk satu butir mosi saja, terhadap tema semacam:

- hukuman mati untuk koruptor

- moratorium dan tax holiday

- euthanasia

- sensor untuk seragam olahraga

- rangkap jabatan untuk pengurus partai politik 

- referendum

Dan masih banyak lagi tema yang mungkin tak biasa dijadikan bahan obrolan untuk ukuran anak remaja seusia kami.

Dihitung-hitung, kami harus menghasilkan sekitar 60-80 outline selama 10 hari, atau rata-rata 6-8 outline per hari.

Pernah, aku tidak menyelesaikan PR outline-ku satu lagi, pada suatu hari. Kukira Angel -panggilan Angeline- akan marah besar. Ternyata tidak.

"You've been doing so good. Look at this." Dia memuji salah satu outline-ku dan menunjukkannya pada Santri. Tak lupa ia selalu memberi kata-kata positif seperti "good, excellent, great" di setiap outline yang selesai kukerjakan.

Angel dan Santri ternyata tidak se-killer dugaanku. Kami sering bercanda dan tertawa ketika melakukan simulasi debat. Btainstorming selalu dilakukan dengan serius tapi santai. Kami bahkan suka mengolok-olok satu sama lain. Mereka juga mengajak kami sparing dengan anak didik mereka yang berasal dari salah satu SMA Negeri terkenal di Kota Medan. Mereka totalitas mengajari kami, meskipun honor mereka 'hanya' Rp100ribu per hari.

Akhirnya, sekat antaretnis itu pun luluh dengan sendirinya.

Perhatian Angel saat kami selesai pelatihan pun masih dengan tulus ia tunjukkan. Sebelum berpisah, ia dan Santri mentraktir kami jus buah dan kwetiau goreng di sebuah warung pinggir jalan.

Saat kami menghadapi Ujian Nasional sebelum berangkat ke lomba tingkat Nasional, Angel sangat rajin mengirim SMS agar kami sukses ujian.

Ketika kami di Denpasar, dia dan Santri selalu menelepon kami setiap hari menanyakan kabar dan bagaimana jalannya pertandingan kami. Ya, kami pergi tanpa dampingan dan bimbingan mereka, karena tiket yang tersedia untuk pelatih cuma selembar, dan itu pun diambil Direktur USD yang tak tahu bahasa Inggris apalagi teknik debat Australian Parliamentary sama sekali.

Saat mengalami kekalahan ketika bertanding di semifinal melawan DKI Jakarta, Angel memberi semangat dan berkata bahwa kami anak-anak yang hebat dan mungkin juri hanya tidak melihatnya. Duh,  saya menulis ini dengan mata berkaca-kaca.

Kami memang sedih karena tidak mendapat pendampingan secara fisik, tapi dukungan Angel dan Santri dari jarak jauh memberi harapan dan semangat yang tak bertepi.

Bahkan, posisi yang kami raih saat itu (4 besar dari 34 provinsi) benar-benar di luar ekspektasi (tahun lalu kami peringkat 21). Semuanya tak lepas dari tangan dingin sepasang mahasiswa cerdas itu; Angel dan Santri, meskipun mereka tak mendampingi kami dari awal hingga akhir pertandingan.

Sepulangnya dari Denpasar, kami memberi keduanya oleh-oleh kaos khas Bali.

Saat kami hendak memasuki bangku perkuliahan, kami janjian bertemu Angel di Sun Plaza. Kami memberinya pizza ukuran medium, sebagai kado ulang tahunnya, yang pada kenyataannya kami habiskan berempat di rumahnya yang tak jauh dari Sun Plaza. Iya, Angel mengajak kami ke rumahnya yang ternyata cukup sederhana.

Beberapa hari kemudian, wanita yang sudah kami anggap kakak ini mengajak kami ke Papa Ron's Pizza sebagai balasan kado kami yang lalu, sekaligus pertemuan kami dengannya untuk terakhir kali.

Sekarang, Angel menetap di Thailand, sudah menikah dengan seorang ekspatriat ras Kaukasia, dan mempunyai seorang putra yang sangat tampan. Terkadang, kami masih suka berbalasan komentar atau pesan di Facebook.

Ya, pesan David di cerpen "Legenda Putri Giok" mungkin ada benarnya. Orang-orang yang sering kita sebut Cina dan ragukan nasionalismenya itu mungkin saja merasa bahwa mereka asli Warga Negara Indonesia dari etnis Tionghoa. Bukan kah darah kita sendiri tidak ada yang murni, seperti Ariel Noah yang ternyata memiliki gen dari Yunani? Maka, jangan pernah mendiskriminasi seseorang berdasarkan ras atau bentuk fisiknya, karena siapa pun yang cinta negara dan peduli sesama, dia layak kita anggap saudara.

 

Tebing Tinggi, 22 Maret 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Good writing dije, ternyata si santri komting kami itu pelatihmu ya , hehehe..

23 Mar
Balas

Iya, Kak. Hehehe.

24 Mar

Tulisan yang bagus dek Tetaplah cinta pada sesama

24 Mar
Balas

Makasih, Bu. InsyaAllah, aamiin ...

24 Mar



search

New Post