Siti Alimah Sofyan

Siti Alimah saat ini bertugas sebagai guru di SDN Kelapa Dua Wetan 04 Pagi, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur sejak tahun 2013. Tahun 1997 - 2013 bertugas...

Selengkapnya
Navigasi Web
Perjuangan di Masa Kecil
Bahagia

Perjuangan di Masa Kecil

Hari ke-89

Kehidupan Masa Kecilku

Terlahir dari keluarga perantau, aku dilahirkan di Pematang Siantar pada tahun 1972. Ayahku sejak kecil yatim piatu dan diangkat anak oleh salah satu keluarga suku asli di kota kelahiranku. Bapak bertemu ibu, janda dua anak perantau dari Jawa. Dari pernikahan dengan Bapak, ibu mendapatkan empat anak. Aku anak kedua. 

Beberapa tahun hidup di perantauan, ada beberapa hal yang masih membekas dalam ingatanku. Kami tinggal di sebuah rumah sewa berlantai dua yang di bawahnya jadi toko sayur mayur. Jika ingin mandi, kami harus pergi ke mata air yang letaknya mendekati hutan. Kami mandi di air pancuran sambil menemani Ibu mencuci. Sepulang dari mata air kami melewati jalan setapak di tepi hutan. Terkadang terdengar suara pekik kera bersahutan. Aku masih ingat segarnya udara pegunungan.

Tahun 1978 kami pindah ke Jawa naik pesawat yang duduknya berhadapan. Belakangan aku baru tahu namanya Hercules. Kami tinggal sebentar di Jakarta, di rumah adik ibuku, Paklik Nasikin. Rupanya kami dirawat dulu di sini supaya agak berisi saat pulang ke rumah Mbah di Nganjuk, Jawa Timur. Mbah Badar, ayahnya Ibu meminta keluarga kami pulang ke Jawa karena tak tega melihat kami tinggal jauh dari keluarga besar. 

Tiga tahun tinggal di Jawa Timur, tahun 1981 aku dibawa ibu pindah ke Jakarta menyusul Bapak yang sudah dua tahun bekerja di sana. Bapak menjadi penjaga rumah di Lapangan Motocross Halim Perdana Kusuma. Karena lapangan itu jauh dari sekolah, aku dititipkan di rumah Paklik Nasikin sejak umur delapan tahun. Aku menempuh masa sekolah SD sampai kuliah di rumah Paklik. 

Keluarga Paklik dan istrinya, Bulik Lim memperlakukan aku layaknya anak sendiri. Aku dididik untuk mandiri dan semangat belajar. Meskipun Ibu dan Bapak tetap membayari uang sekolah dan keperluanku, namun Bulik juga sering membelikan kebutuhanku seperti baju, sepatu, dan buku-buku. Aku juga dikasih uang saku sebulan sekali. Aku diberi kepercayaan untuk mengatur supaya cukup untuk ongkos dan keperluan sekolah. Selama sekolah sampai kuliah aku mendapatkan nilai yang baik. Saat aku wisuda D2 PGSD di IKIP Jakarta, Bulik Nasikin menangis melihatku. 

“Bulik engga nyangka kamu bisa sampai lulus kuliah, Mbak,” begitu katanya. 

Banyak pengalaman hidup yang kudapatkan selama empat belas tahun tinggal di rumah Paklik. Bulik Lim mengajari aku banyak hal. Mulai dari memasak, menata rumah, dan selalu berprasangka baik terhadap orang lain. Paklik Nasikin menanamkan semangat belajar dan sering mengajakku dialog membahas banyak pelajaran hidup. Keluarga Paklik sangat terbuka membantu siapa saja yang mengalami kesulitan. Entah berapa sanak kerabat yang pernah dibantu mencapai kehidupan lebih baik. Banyak metode mendidik mereka yang kucontoh dan kuterapkan dalam kehidupanku kini, termasuk dalam mendidik anak-anakku. 

Meskipun keluarga Paklik dan keempat anaknya memperlakukan aku sangat baik, tetapi tetap ada perasaan sedih dan iri melihat keluarga lain bisa berkumpul dalam satu rumah. Tidak seperti keluargaku yang terpisah-pisah. Kadang aku mempertanyakan hal itu. Tapi Paklik bisa mengajak aku untuk mengambil hikmah dari keputusan Ibu menitipkan anaknya pada saudara. 

“Justru karena ibumu merasa bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Ibu dan bapakmu ingin memberikan pendidikan yang terbaik buatmu, meskipun harus hidup berjauhan. Ada masanya nanti kamu yang paling dewasa di keluargamu dan mengangkat derajat bapak ibumu.”

Suatu hari nanti kata-kata Paklik itu terbukti benar. Memang, kata-kata bisa jadi doa.

Tahun 1995 aku berkumpul kembali dengan Bapak dan Ibu. Alhamdulillah merasakan keluarga utuh yang selama ini kudambakan. Lima tahun kemudian Ibuku berpulang. Bapak kuminta istirahat dari berjualan di Terminal Kampung Rambutan. Sejak itu aku menjadi tulang punggung keluarga, sampai aku menikah tahun 2001.

Cileungsi, 12 April 2020

Siti Alimah Sofyan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Peluk Ibu.. sehat selalu Ibuku

12 Apr
Balas

Perjuangan yg luar biasa Bu... tulisan yg menggugah semangat ... sukses slalu Bu Alimah

12 Apr
Balas

Super .. sehat selalu bu Al..

12 Apr
Balas



search

New Post