Hari ke-51

Jangan Asal Menulis

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah. Sejak kelas satu SD, kita diajari juga cara membaca, menyimak, dan berbicara.

Keterampilan yang paling banyak berkembang adalah berbicara. Semua orang senang bicara. Dari balita sampai jelita. Semua orang ingin didengarkan. Jika seseorang sendirian dia akan tersiksa. Karena tak ada teman bicara.

Menyimak juga pasti digunakan beriringan dengan kemampuan berbicara. Tak mungkin orang mau bicara jika tak ada yang menyimak/mendengarkan.

Kemampuan menulis jarang digunakan, apalagi jika lingkungan kita tidak menuntut adanya komunikasi dengan tulisan. Karena itu tak heran jika melihat banyak kesalahan pada tulisan teman-teman di WA atau SMS.

Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan dalam ejaan dan tanda baca. Ada juga yang bikin istilah baru atau menyingkat huruf suka-suka.

"q pg ke mm coz mo bl cd."

Aku musti berfikir keras kalau menerima SMS macam ini dari keponakan.

Tak masalah kalau istilah atau singkatan itu digunakan di kalangan sendiri yang sudah sepakat atau terbiasa.

Tapi kalau tujuan menulis untuk dibaca umum di media sosial semacam Instagram atau Facebook, sebaiknya menggunakan kaidah yang benar. Agar pesan si penulis tersampaikan kepada pembaca.

Apalagi kalau postingan iklan. Tulisan mestinya mudah dimengerti supaya tak salah persepsi.

Lelah, lho, baca postingan ngga sesuai kaidah bahasa. Ngga harus selalu pakai bahasa baku seperti di buku. Paling tidak, bikin tulisan kita enak dibaca.

Boleh juga renungi kutipan berikut.

"Membaca membuatmu mengenal dunia, menulis membuatmu dikenal dunia."

"Tulisanmu mencerminkan isi kepalamu."

"Masak tulisan sarjana sama dengan alumni TK?"

Jangan sampai dunia salah menilaimu.

Jakarta, 5 Maret 2020

Siti Alimah Sofyan

Ibu yang masih belajar menulis