Ramadhan berasal dari bahasa arab. Lantas dari kata apa pengambilan kata Ramadhan? Berikut penjelasan para ulama.

Kata Ramadhan diambil dari kata (الرَّمْضَاءِ = Ar-Ramdha’) karena kondisi yang sangat panas. Ar Ramdha’ artinya panas, seperti dalam kalimat “Ramidhat Al Fishaal” yang artinya: anak-anak unta itu kepanasan jika sedang haus. (Tafsir Ibnu Katsir: 4/128-129).

Menurut Quraish Shihab, ramadhan terambil dari akar kata yang berarti “membakar” atau “mengasah”. Dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, habis terbakar, akibat kesadaran dan amal salehnya. Atau karena bulan tersebut dijadikan waktu untuk mengasah dan mengasuh jiwa manusia.

Sedangkan di dalam tafsir Qurthubi, dinamakan bulan Ramadhan karena ia mengugurkan/membakar dosa-dosa dengan amal shalih. (Tafsir Al-Qurthubi: 2/291).

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ramadhan secara bahasa bermakna keadaan panas yang amat sangat.

Sebab di bulan ini adalah bulan yang membakar habis dosa-dosa. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah bahwa siapapun yang berpuasa dengan niat ikhlas, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni oleh Allah.

Berikut sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”. (HR. Bukhari No. 38 dan Muslim no. 760).

Selain niat yang ikhlas, syarat diampuninya dosa-dosa hamba Allah di bulan Ramadhan adalah menjauhi dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam:

“Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233).

Oleh karena itu, Ramadhan sebagaimana namanya adalah bulan penggugur dosa-dosa.

Selain banyaknya amal shaleh penggugur dosa di bulan Ramadhan, kewajiban shaum yang ditunaikan dengan tulus ikhlas, juga menjauhi alkabair (dosa-dosa besar), sepatutnya di bulan Ramadhan, umat Islam meningkatkan amal ibadahnya.

Karena bulan penuh berkah dan rahmat ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya menggugurkan dosa, tapi juga pahala yang berlipat ganda.

Sehingga sudah semestinya kita tidak menyamakan amalan kita seperti di bulan biasanya. Misalnya saja seperti hadits berikut:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menceritakan:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari: 1769).

Hadis ini menggambarkan puncak kedermawanan Rasulullah di bulan Ramadhan. Di bulan-bulan biasa, beliau sudah amat sangat dermawan, dan di Ramadhan, beliau melebihi kedermawanan yang sangat tersebut.

Tidak hanya aspek sedekah, tapi seluruh aspek amal shaleh kita harus meningkat, atau bila diibaratkan harus di posisi superlative degree.

Mari memanfaatkan bulan yang panasnya menghanguskan dosa kita dengan amal shaleh yang tak kalah membara.