Senja Kinanti(20)
#tantangan_365_hari_ketigaratuslimapuluhsatu_01032021
Dengan langkah gontai, Kinan menjejakkan kakinya dilantai depan kamarnya. Dilihatnya pintu kamar masih tertutup rapat, dicobanya membuka kenop pintu, ternyata terkunci. Berarti Vera belum pulang dari kampus. Diambilnya kunci didalam saku ranselnya, kemudian memasukkannya kedalam lubang kunci tersebut.
Setelah pintu kamar terbuka, Kinan meletakkan belanjaannya di lantai kamarnya, kemudian menghempaskan tubuhnya diranjang dengan kasar. Matanya tak mampu lagi menahan kabut yang sejak tadi menutupi lensanya. Bulir bening pun meluruh dengan derasnya, masih terekam jelas peristiwa yang baru saja terjadi. Dadanya terasa sesak. Rasa kecewa, sedih, semua berbaur menjadi satu. Kinan benci ,dengan rasa yang tertanam subur didalam hatinya. Kenapa rasa itu selalu hadir?kini rasa itu justru membuat Kinan merasakan sakit yang mendalam.
Kinan berusaha menyadarkan dirinya yang terus terlena dengan rasa cemburunya, mengingat bahwa dia nggak berhak atas rasa itu. Dia bukan siapa-siapanya Rafa. Dia hanyalah sosok gadis yang terlalu banyak bermimpi untuk mendapatkan cinta dari seorang Rafa. Hingga akhirnya ditemukan oleh sosok yang sangat dikaguminya itu, dan menjadikannya sebagai seorang sahabat. Sudah itu saja. Jadi jangan berharap lebih, Kinan.
Kinan mengusap wajahnya kasar, kemudian bangun dari ranjangnya dan melepas jilbab segiempatnya. Kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, gegas diambilnya air wudhu sekalian membersihkan wajahnya dari sisa-sia air mata yang masih menempel di pipi mulusnya. Kemudian kembali ke kamarnya untuk menunaikan sholat dhuhur yang sempat tertunda.
Selesa menunaikan sholat empat rokaat, nampak sahabatnya sudah duduk di tepi ranjang membelakanginya.
“Udah nyampe dari tadi?” tanya Vera sembari menatap sahabatnya yang sedang melipat mukena.
“Iya. Kamu udah beli makan?”
“Belum, eh! coba mendekat! Matamu merah, habis nangis ya?” Vera menarik lengan Kinan dan mendudukkan disebelahnya. Matanya menatap lekat raut wajah sahabatnya. Terlihat gurat kesedihan di wajah tanpa make up tersebut.
“Kamu kenapa nangis?” Vera menyentakkan lengan Kinan, melihat gadis disebelahnya tertunduk lesu. Kinan menggelengkan kepalanya.
“Nggak pingin cerita?”
“Benar ucapanmu Ver,” Kinan menatap sahabatnya dengan mata sendu.
“Ucapan yang mana?”
“Harusnya aku tak terlalu memikirkannya, karena aku sudah tahu pasti akibatnya akan seperti ini, tapi entahlah! Kenapa aku terus memikirkannya,”
“Emangnya ada kejadian apa? sampai matamu sembab gitu?”
“Barusan, tak sengaja lihat Rafa bareng sama mantannya,”
“Terus?”
“Entah kenapa aku penasaran, terus aku duduk tak jauh dari situ, untung aja kondisi mall saat itu cukup ramai, sehingga bayanganku tak terlihat oleh mereka,”
“Apa yang kamu lihat?”
“Aku nggak tahu pasti, apa yang mereka bicarakan, hanya saja aku melihat adegan bagaimana Rafa mengusap air mata yang jatuh di pipi Linda, dan mesraaa banget,sini aku sakit banget Ver,” tutur Kinan dengan jemari menunjuk ke dadanya.
Vera mengusap pundak sahabatnya. Ditatapnya penuh rasa iba sosok manis dihadapannya.
“Kenapa nggak kamu tanyakan sama Rafa aja? dia kan udah mengikrarkan diri jadi sahabat kamu, aku yakin pasti dia mau cerita,”
“Cemburuku mengalahkan logikaku, Ver,”
“Tepiskan dulu rasa cemburumu, tampilkan performa tenang dihadapan Rafa, posisikan diri kamu sebagai seorang sahabat,”
“Yang bikin aku sakit hati tuh, tatapan Linda ke aku, kelihatan banget kalau dia nggak suka aku,”
“Emang terlihat? Kalau dia nggak suka kamu?”
“ Anak kecil juga tahu, gimana ucapan orang yang tak suka dengan orang yang suka, emang salahku apa? ngobrol sama dia juga nggak pernah, paling-paling aku cuma lihat dia jalan aja sama pacarnya, itupun cuma di kampus aja,” ujar Kinan kesal.
“Sudahlah, nggak usah dipikirin orang kayak gitu, sayang banget waktu kamu habis buat mikirin hal nggak penting seperti itu, eh iya, dia kan udah punya pacar, ngapain juga ngijinin Rafa pegang-pegang pipinya? Kalau pacarnya lihat gimana?”
“Tauk! Katanya nggak usah mikirin hal yang tak penting?” sindir Kinan dengan bibir mengerucut. Vera terkekeh melihat tingkah sahabatnya. Dalam hati bersyukur, gadis disampingnya sudah mulai mencair, apalagi dilihatnya gadis manis itu mulai menampakkan gigi gingsulnya. Vera pun menyambut senyum manis teman sekamarnya.
“Yuk! cari makan, laper banget,” Vera mengambil jilbab instan yang tergantung di belakang pintu kamar, kemudian memasangkannya di kepala Kinan.
*SA*
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar