Senja Kinanti(2)
#tantangan_365_hari_ketigaratustigapuluhtiga_11022021
Setelah membayar belanjaan di kasir, keduanya menuju food court yang terletak di lantai 2 mal tersebut. Mereka sepakat memilih menu ayam tumis lada hitam dan es jeruk. Setelah memesan makanan, mereka bergegas mencari tempat duduk. Sejenak Kinan mengedarkan pandangan ke penjuru ruang, tampak siang ini suasana food court terlihat ramai. Tempat ini memang nggak pernah sepi pengunjung, karena selain harganya yang cukup bersahabat untuk sekelas mahasiswa, menunya juga tidak membosankan, dilihat dari menu-menu yang disediakan.
Setelah sedikit berkeliling, akhirnya mereka menemukan bangku kosong, disisi sebelah kanan.
“Kamu sering kesini?” tanya Rafa setelah menghempaskan tubuhnya di bangku kosong tersebut.
“Iya,”
“Sering rame seperti ini juga?”
“Iya sih, selain dekat dengan kampus, makanan disini cukup bersahabat dengan kantong mahasiswa,” sahut Kinan tersenyum.
“Pantesan!”
“Apanya?”
“Pantesan kamu sering kesini, lha wong harganya murah,”sahut Rafa dengan senyum menggoda.
“Iya dong, kalau bisa murah, kenapa harus mahal?” sahut Kinan tertawa menampakkan gigi gingsulnya. Sejenak Rafa terpana dengan pemandangan manis dihadapannya. Tapi selanjutnya kembali tersadar.
“Makasih Mbak,” sahut Rafa ketika seorang pelayan membawakan pesanannya.
“Fa! Kamu belum jawab pertanyaanku,” ucap Kinan setelah menelan suapan pertamanya.
“Kita makan dulu yaa, nggak baik makan sambil cerita,” sahut Rafa sembari menahan senyum , melihat Kinan yang cemberut sembari mengaduk nasi, kemudian melahapnya kembali. Rasa lapar yang sedari tadi ditahannya terbayarkan oleh lezatnya ayam berwarna hitam, dengan taburan cabe diatasnya. Sesekali mulutnya mendesis karena sensasi pedas dari makanan faforitnya itu. Rafa tersenyum, melihat gadis dihadapannya yang tanpa malu-malu tampak begitu lahap menikmati makanannya.
Selesai makan, Kinan mengelap bibirnya yang terlihat semakin memerah karena ulah lada yang bercampur dengan cabe. Segera diraihnya segelas es jeruk yang masih utuh. Gegas diseruputnya minuman dingin itu. Kembali Rafa yang sedang menyelesaikan suapan terakhirnya dibuat tercengang, kemudian menggelengkan kepala sembari menahan senyum.
“Kamu kenapa Fa?” Kinan menatap heran laki-laki gagah dihadapannya.
“Nan! Kamu berapa hari nggak makan, sih?” Rafa terkekeh menggoda Kinan. Sontak gadis itu melayangkan cubitan pedas di lengan Rafa.
“Dasar jahat! Emang aku laper banget! Tadi pagi aku nggak sarapan tauk!” mata Kinan mendelik kearah Rafa yang masih terbahak.
“Eh! jangan kamu anggap aku lupa ya! pertanyaanku belum kamu jawab!”
“Oke! Oke! Pertanyaanmu apa? sorry aku lupa,”
Kinan kembali melotot dan mencibirkan bibirnya.
“Dasar pelupa! Aku ulang! Apa kamu kuliah disini? Kok bisa ada di kota ini?”
“Aku nggak kuliah, aku disini kerja. Kamu tau nggak? aku kemana setelah lulus SMA?” Kinan menggeleng, menatap lekat laki-laki bermata tajam dihadapannya, seolah-olah minta penjelasan.
“Aku kira kamu nikah sama Linda!” sahut Kinan sembari menahan senyum.”Habis kalian lengket banget sih! seolah-olah dunia milik berdua, dan aku yakin kamu juga nggak bakal tahu, kemana aku setelah lulus kan? Boro-boro tau! kita sekelas aja, mungkin kamu nggak pernah tahu aku,” lanjut Kinan sedikit kesal dengan sikap Rafa dulu..
“Ya nggak lah! aku ingat ada sosok kamu dikelasku,”
“Cuma inget sosokku aja kan? nggak tau siapa aku juga kan?” cecar Kinan gemas, mengingat bagaimana sikap Rafa dulu, yang hanya mau mengenal cewek-cewek yang cantik dan kaya saja. Jangankan menyapa Kinan, kenal aja tidak.
“Sebetulnya nggak kaya gitu banget kali, Nan! Kamunya aja dulu yang pendiam, makanya sekarang aku kaget ketika ketemu kamu, kok kamu berubah banget, jadi tambah cerewet dan tambah cantik tentunya,” sahut Rangga sembari tersenyum nakal menatap Kinan.
“Halah! Nggak usah gombal kau! Emang kenyataannya kamu dulu kayak gitu,” Kinan juga menyadari siapa dirinya dulu, yang hanya anak seorang pegawai negeri biasa, sementara teman-temannya rata-rata orang tuanya adalah pengusaha.Kinan juga menyesal kenapa dulu menurut saja ketikan tante Lis, adik Ibunya, mengajaknya bersekolah disitu yang notabene sekolah swasta terbaik dikota itu. Dengan alasan nilai Kinan bagus, sayang kalau hanya sekolah negeri di kampungnya.
“Aku minta maaf yaa, waktu itu mungkin aku terlalu sombong, tapi sekarang aku sadar, ngapain juga dulu aku mesti sombong dengan kekayaan orang tuaku? padahal itu cuma kenikmatan duniawi saja. Aku bersyukur, setelah aku kuliah, aku dipertemukan dengan orang-orang baik, yang mengajakku untuk selalu mengingat Allah,” sahut Rafa dengan mata menerawang.
“Emang kamu kuliah dimana?”
“Cita-citaku waktu itu ingin masuk STAN, meski hanya D1, dan Alhamdulillah aku diterima, awalnya orang tuaku nggak setuju, mereka ingin aku kuliah S1, tapi aku tetep keukeuh, karena cita-citaku harus diterima di STAN, dan aku pikir untuk lanjut S1 itu masalah gampang,”
“Hebat kamu,”
“Entah kenapa di akhir- akhir kelas tiga, Allah seperti menyadarkan aku, saat itu aku berpikir, aku ingin mandiri, ingin kuliah tapi yang cepet dapat kerja, nggak hanya mengandalkan uang dari orang tua aja,” dalam hati, Kinan semakin mengagumi laki-laki dihadapannya.
“Hingga akhirnya kurang lebih setahun setelah kuliah, aku lulus, dan ditempatkan di kota ini, di kantor Pajak,”
“Hebat banget kamu, wah pasti Linda tambah semakin cinta sama kamu dong!” gurau Kinan. Tetapi mendadak senyum Kinan memudar, ketika dilihatnya wajah Rafa yang tampak berubah sedikit muram.
*SA*
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Enak dibaca, sukses selalu
makasih Bun