Shanti Ardhini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Untuk Adinda(63)

Cinta Untuk Adinda(63)

#tantangan_365_hari_ketigaratusduapuluhdelapan_06022021

Dengan sedikit tergesa Rangga mamacu mobilnya ke suatu tempat dimana seseorang telah menunggunya. Wajahnya terlihat sedikit tegang. Pikirannya terbagi, saat ini dia merasa bersalah sekali, telah meninggalkan gadis yang sangat dicintainya dalam keadaan bingung. Masih tampak wajah ayu itu terlihat kecewa sewaktu melihatnya pergi mendadak. Tapi saat ini tidak mungkin dia menjelas apa yang menjadi beban dibenaknya.

Rangga memarkir mobilnya disebuah halaman restoran yang cukup besar, dengan bangunan hotel bintang lima disampingnya. Kemudian melangkah menuju ke bagian dalam restoran tersebut, dimana seseorang telah menunggunya

Rangga tersenyum, melihat sosok yang sudah bertahun –tahun tak bertemu.

“Gimana kabarmu Ra, masya Allah, berapa tahun kita nggak ketemu yaa, pokoknya lulus SMP terus kita berpisah,”Rangga tersenyum menatap gadis hitam manis dihadapannya yang tampak anggun dan memesona dengan jilbab pashminanya.

“Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat, kamu sendiri gimana?” Rara menatap tajam laki-laki yang tampak semakin memesona.

“Alhamdulillah seperti yang kamu lihat juga, oh iya tahu nomer ponselku dari siapa?”

“Dari Ari temen sekelas kita dulu itu lho, yang sekarang jadi dosen di Surabaya, dia bilang kalau kamu sekarang bertugas di kota ini,”

“Kamu sendiri kenapa disini?” Rangga menatap gadis dihadapannya dengan tatapan penuh tanya

“Aku kan sekarang menetap di kota ini, kamu lupa ya ini kan kota kelahiran papaku, selepas SMP aku ikut Papa berpindah-pindah tugas, nah tugas terakhir di kota ini, kota kelahiran Papa,” tutur Rara mengingatkan kembali tugas papanya sebagai anggota TNI yang sering berpindah tugas.

“Wah nggak nyangka yaa, kita bisa bertemu disini, oh iya kamu kerja dimana sekarang?”

“Aku bukan pekerja kantoran seperti kamu Ngga, Alhamdulillah aku punya sedikit usaha buka butik, kecil-kecilan sih, mampir ke rumah Ngga, pasti papa seneng banget ketemu kamu,” sahut Rara dengan wajah sedikit tersipu.

“Alhamdulillah, apapun pekerjaan kita, wajib disyukuri dong, oh iya, suami kamu?” tiba-tiba Rangga tergelitik untuk menanyakan hal yang sedikit senditif sebetulnya, hanya saja Rara adalah sahabatnya waktu kecil, jadi dia tidak merasa canggung untuk menanyakannya. Rara tersentak mendengar pertanyaan laki-laki yang dulu sangat dikaguminya. Rara kecil saat itu benar-benar sangat bergantung dengan sosok Rangga yang saat itu adalah tetangga dekatnya. Berangkat dan pulang sekolah selalu bersama. Rara selalu berada diboncengan sepeda Rangga. Di sekolah pun mereka selalu dalam kelas yang sama. Rangga kecil waktu itu menganggap Rara sebagai seorang adik . Tetapi perasaan Rara waktu itu semakin lama mengaggap Rangga lebih dari seorang kakak. Entahlah rasa itu kian tumbuh subur dilubuk hatinya yang terdalam, sampai sekarang.

“Rara! ditanya malah ngelamun!” sentak Rangga mengagetkan lamunan gadis itu.

“He-eh! sorry, lagi keinget jaman dulu, hmm, aku belum nikah Ngga,” tutur Rara yang kemudian menundukkan wajahnya. Tak ingin menatap wajah yang selalu dinantikannya sampai sekarang, sama-sama berusia 28 th.

“Eh maaf banget, kalau pertanyanku menyinggungmu, aku juga belum menikah kok,” sahut Rangga sembari tersenyum. Jawaban Rangga sukses membuat Rara mendongakkan wajahnya, tampak semburat bahagia tersirat diwajahnya.Berharap laki-laki dihadapannya adalah jodoh yang ditunjukkan oleh Allah.

“Kamu belum nikah?” Rara mencoba menyembunykan luapan perasaannya yang begitu bahagia.

“Iya belum, tapi insya Allah sebentar lagi,” sahut Rangga tersenyum, bermaksud mengabarkan berita bahagia ini kepada sahabat kecilnya. Kali ini kembali Rara dibuatnya tersentak, jantungnya serasa berhenti berdetak. Ada rasa nyeri yang tiba-tiba menyerangnya. Baru berapa detik kabar bahagia itu didengarnya, detik itu juga kabar buruk menghantam jiwanya.

“Sebentar lagi…menikah maksudmu?” Rara memastikan sekali lagi ucapan Rangga.

“Iya, insya Allah, doakan ya semoga lancar,”Rara mengangguk dan berusaha tersenyum meski hatinya porak poranda.

“Semoga lancar sampai hari H ya, oh iya, siapa gadis yang sudah berhasil mendapatkan hatimu itu Ngga?”

“Dia asli kota ini juga kok, adiknya seniorku dulu waktu kuliah, kapan-kapan aku kenalin sama kamu,” sahut Rangga dengan bangga.

“Pasti dia cantik,”ucap Rara lirih.

“Cantik itu relativ Ra, tapi bagiku, dia jelas cantik dong,”

“Ra, kamu kenapa? Wajahmu tampak pucat,” Rangga menatap heran sahabat kecilnya yang tiba-tiba pucat.

“A-aku nggak papa kok, oh iya aku ada perlu, aku pulang dulu ya, silakan mampir ke rumah, Papa dan Mama pasti seneng ketemu kamu,”Rara tersentak, kemudian berusaha bersikap sewajarnya, membuang semua kekecewaan dihatinya.

“Oke, insya Allah kapan-kapan aku kerumah,”

“Aku permisi dulu ya, oh iya makanannya udah aku bayar,”

“Makasih ya, hati-hati dijalan,” Rangga menatap punggung Rara dengan tatapan penuh tanya. Apa yang terjadi dengan gadis itu? kenapa tiba-tiba wajahnya murung? Ada apa gerangan? Kapan-kapan aku harus ketemu kembali dengannya, bagaimanapun juga dia sudah kuanggap seperti saudara sendiri, batin Rangga cemas.

***

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post