Shanti Ardhini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Untuk Adinda(62)

Cinta Untuk Adinda(62)

#tantangan_365_hari_ketigaratusduapuluhtujuh_05022021

“Berarti aku nggak usah mandi?” Adinda membalikkan badan mendekati laki-laki itu sembari mengerlingkan mata beningnya.

“Cantik tapi bau, mau?”

“Dasar dokter usil!” Adinda bersungut-sungut meninggalkan laki-laki yang tengah tersenyum karena telah berhasil menggodanya. Bergegas membersihkan tubuhnya yang terasa lengket setelah bergumul dengan pupuk dan tanaman.

Tak berapa lama Adinda sudah muncul kembali dengan membawa dua cangkir teh panas dengan sepiring bakwan hasil karyanya. Kemudian mempersilakan laki-laki dihadapannya untuk mencicipi hidangan tersebut. Tak lama kemudian keduanya terlibat dalam obrolan mengenai acara lamaran yang akan segera dilaksanakan dan sesekali diselingi canda tawa keduanya.

“Aku ke toilet dulu ya,”

“Nggak perlu aku antar kan?” sahut Adinda menahan senyum.

“Boleh juga dianter, sekalian kamu masuk ke kamar mandi aja,”

“Ih! Jorok! Udah sana buruan!” Rangga tertawa mendengar umpatan gadis ayu itu, sembari berlalu meninggalkannya.

Adinda kembali menikmati bakwan hasil karyanya yang ternyata enak juga menurut lidahnya, nggak tau kalau menurut dokter ganteng itu, karena sedari tadi sepertinya lahap sekali menikmati bakwan buatannya. Ketika tengah menikmati gorengan berisi sayur itu, tiba-tiba terdengar bunyi ponsel . Adinda terperanggah, mencoba menggagapi telponnya, sembari melirik ke kursi yang tadi diduduki Rangga, dan ternyata ponsel Rangga yang berada di kursi itu tertutup bantalan kursi. Adinda membuka bantal itu dan tampaklah ponsel yang menyala dan terpampang dengan jelas nama seorang wanita.

Adinda terkesiap, sejenak terpaku ditempatnya berdiri, sembari menatap ponsel yang masih berbunyi itu. Hatinya bergejolak, siapakah wanita itu? sepertinya dia belum pernah mendengar nama itu. Hatinya berontak, antara ingin mengangkatnya tapi takut salah, belum jadi apa-apanya saja sudah berani-berani pegang ponsel Rangga, disisi lain, dia khawatir, itu hal penting yang sifatnya emergency.

Dari pada salah Adinda memutuskan untuk memanggil Rangga.

“Kak! Ada telpon tuh!” seru Adinda didepan pintu kamar mandi.

“Dari siapa?”

“Aku nggak tau!”

“Diangkat aja!” tiba-tiba kepala Rangga sudah menyembul dibalik pintu kamar mandi.

“Aku nggak berani, Kak Rangga telpon balik aja,” sahut Adinda sembari berlalu menuju ruang tamu kembali diikuti Rangga . Rangga mengambil ponsel yang tergeletak di kursi, kemudian menggerakkan jari-jarinya mengetikkan sesuatu. Wajahnya mendadak gelisah. Adinda yang masih menatap laki-laki dihadapannya, mendadak muncul rasa cemas, tangannya menjadi dingin. Entahlah apa yang ada diotaknya saat ini.

“Ada apa kak? Telpon dari rumah sakit?” Rangga menggeleng masih dengan wajah yang tak biasanya.

“Kok Kak Rangga sepertinya gelisah?” tanya Adinda pelan, takut menambah beban laki-laki dihadapannya.

“Nggak papa kok, temen SMP ku dulu, nggak tau kenapa, tiba-tiba menghubungiku,” sahut Rangga mencoba tersenyum untuk menenangkan gadis ayu dihadapannya yang tampak sedikit cemas. Adinda mencoba tersenyum mendengar jawaban Rangga. Padahal hatinya bergemuruh saat mendengar dia menyebutkan teman SMP. Begitu urgentkah? Sampai teman SMPnya tiba-tiba menghubunginya. Teman yang jelas-jelas berkelamin wanita. Sejak kapan nama Rara itu panggilan untuk seorang laki-laki?. Adinda menghela napas panjang, beristighfar dalam hati, dan berdoa semoga semua baik-baik saja.

“Penting mungkin Kak,” sahut Adinda sekenanya, saat ini hatinya sedang tak nyaman.

“ Nggak tau lah,”

“Ditelpon balik aja Kak,”

“Gampanglah! Ayo kita lanjutin lagi obrolan kita tentang acara lamaran tadi, maaf yaa, gegara ada telpon jadi berantakan deh obrolan kita,” sahut Rangga sembari tersenyum. Adinda mengangguk ragu, kemudian berusaha tersenyum meski dia yakin senyumnya tampak hambar. Dilihatnya wajah tampan laki-laki dihadapannya. Meski dia berusaha tersenyum, Adinda dapat melihat sorot mata kecemasan tampak disitu. Adinda mendadak resah. Obrolan kembali dilanjutkan, meski sesekali Rangga meralat ucapannya karena tak fokus.

“Din, aku pulang dulu yaa, obrolannya kita lanjutin lain waktu ,” ujar Rangga , setelah membaca pesan yang tiba-tiba masuk dalam ponselnya.

“Kenapa Kak?”

“Ini, temenku ngajak ketemuan,”sahut Rangga tersenyum, sembari menepuk pundak gadis dihadapannya. Rangga paham dengan apa yang dirasakan Adinda. Tampak wajah gadis itu menyiratkan beribu pertanyaan yang tak terucap dari bibirnya. Adinda mengangguk tanpa banyak bertanya, meski hati dan otaknya bergejolak. Ditatapnya sosok gagah yang semakin menjauh.

***

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Jadi, Rangga itu gagah ya? Hmmm.. ditunggu lanjutannya

05 Feb
Balas

Iya dong

05 Feb

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

05 Feb
Balas

Terima kasih Bapak

05 Feb



search

New Post