Cinta Untuk Adinda (68)
#tantangan_365_hari_ketigaratustujuhpuluhlima_25032021
Sudah tiga hari ini, sejak peristiwa yang membuat hatinya terkoyak, Adinda sama sekali tak berusaha menghubungi laki-laki yang telah membuatnya kecewa. Entahlah, dia belum ada keinginan untuk mengklarifikasi masalahnya dengan Rangga. Apalagi sekarang laki-laki itu tak berusaha menghubunginya lagi. Jauh di lubuk hati ,Adinda juga merasa rindu dengan deretan pesan yang dikirim oleh Rangga. ’Apa Rangga sudah melupakanku? Sehingga dia tak berusaha lagi menghubungiku?’ Batin kinan dengan dada yang terasa sesak.
Sebenarnya ada kerinduan yang menyeruak dalam hatinya. Rindu dengan laki-laki usil yang selalu bisa membuatnya tertawa. Ya, dia rindu akan semua yang berhubungan dengan laki-laki tampan itu. Namun, hatinya terlalu rapuh untuk merasakan kembali peristiwa yang sama-sama membuatnya terluka.
Sama halnya dengan Rangga yang merasakan kerinduan yang begitu dalam, tapi dia juga bingung dengan sikap Adinda yang tiba-tiba saja memutus komunikasi. Sisi hatinya ingin sekali mengetahui apa yang terjadi dengan gadis pilihannya itu, tapi di sisi lain, dia juga ingin memberi ruang gerak padanya, siapa tahu gadis itu sedang tidak ingin diganggu. Namun saat ini dia benar-benar tak bisa menahan rindu. Setelah merenung sejenak, bergegas diambilnya kunci mobil di atas meja kerjanya, kemudian melesat menuju rumah Adinda.
“Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, eh! Nak Rangga, mari masuk Nak.” Bapak membuka pintu dengan lebar dan mempersilakan pemuda tampan itu duduk di ruang tamu.
“Eh! Nak Rangga, mau ketemu Dinda ya?” Tiba-tiba Ibu muncul dari ruang tengah menyambut Rangga.
“Iya, Bu,”
“Sebentar, Ibu panggilkan.” Ibu berlalu dari hadapan Rangga, menuju kamar Adinda. Sementara Bapak masih duduk di ruang tamu menemani laki-laki itu.
“Nduk, ada Nak Rangga, temui gih!” ucap ibu setelah pintu kamar Adinda terbuka.
“Males Bu,” sahut Adinda dengan wajah cemberut.
“Nggak baik begitu, ayo temui!”
“Tapi Dinda masih males ketemu Kak Rangga, Bu,”
“Dinda! Bapak dan Ibu nggak pernah ngajarin kamu bersikap seperti ini, jangan jadi pengecut! Kamu udah dewasa, Nduk, nggak pantes bersikap seperti anak kecil yang dikit-dikit ngambek seperti ini. Masalah itu diselesaikan, bukannya dihindari.” Ibu mengelus pundak anak gadisnya yang tampak kusut akhir-akhir ini.”Temui Rangga,”titah Ibu lembut tapi tegas, kemudian meninggalkan Adinda yang masih cemberut.
Dengan malas ,Adinda mengganti kaos lengan pendeknya dengan gamis sederhana tapi tampak anggun dipadu dengan jilbab instan yang sedikit lebar. Meski wajahnya terlihat kusut, namun aura kecantikannya tetap terpancar indah.
“Tuh Dinda udah datang, Bapak sama Ibu masuk dulu yaa, Nak Rangga jangan lupa teh angetnya diminum, nanti keburu dingin.” Ibu dan bapak bergegas berlalu dari ruang tamu .
“Gimana kabarmu?” tanya Rangga sambil menatap Adinda yang tengah menunduk.
“Alhamdulillah baik,” sahut Adinda singkat.
“Kamu kenapa? Aku kirim pesan ,nggak pernah kamu balas, ada apa? apa aku ada salah? Tolong jelaskan!” Mata Rangga berubah sendu ketika mengungkapkan semua yang menjadi bebannya akhir-akhir ini,
Adinda mengangkat wajahnya, memberanikan diri menatap wajah yang beberapa hari ini sangat dirindukannya, namun juga dibencinya.
“Harusnya Kak Rangga tanyakan pada diri sendiri,” sahut Adinda dengan wajah tanpa senyum.
“Maksudmu? Tolong jelaskan! Aku benar-benar nggak paham,”
“Masa sih?”
“Dinda, please! Jelaskan!” Rangga menggeser duduknya mendekati gadis yang tengah emosi itu.
“Kak Rangga kemana siang itu, waktu menggagalkan rencana makan siang kita?” Adinda menatap lekat laki-laki disampingnya. Tampak sorot kemarahan terpancar dari mata beningnya.
Sejenak Rangga merenung. Berusaha mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Tak lama kemudian senyum lebar menghiasi wajah tampan itu.
“Oooh itu! waktu itu aku tiba-tiba ditelpon temenku yang dulu pernah aku ceritakan ke kamu, dia bilang katanya penting banget, makanya aku batalkan acara makan siang kita, maaf , aku belum sempat minta maaf sama kamu atas kejadian mendadak waktu itu,” tutur Rangga dengan rasa bersalah, menatap sendu wanita terkasihnya
“Istimewa banget ya temenmu itu, sampai-sampai janji dengan calon istrinya aja dibatalkan,” sahut Adinda sinis.
“Bukan karena dia istimewa, Dinda, tapi dia bilang katanya penting banget, makanya aku buru-buru menemuinya,”
“Dan di Kafe Donat ,kalian bercengkrama dengan mesra, gitu ya, yang dibilang penting?” sahut Dinda sambil membuang muka, tatapannya jauh ke depan.
“Bentar! Jadi kamu melihat kami berdua? Kenapa nggak ikut gabung aja?” tanya Rangga dengan mata membulat dan tanpa rasa bersalah.
“Ikut gabung? Apa nggak ganggu kalian?” sahut Adinda dengan suara meninggi.
Rangga tersenyum, kemudian mendekati Kinan yang menjauh dari tempat duduknya. Disentuhnya tangan gemulai dihadapannya, kemudian digenggamnya pelan. Kinan tersentak mendapat perlakuan lembut Rangga. Wajahnya tiba-tiba menghangat dengan dada yang berdebar keras. Kerinduan pada sosok di sampingnya, membuatnya sesak, rasa kesal dan rindu yang datang bersamaan membuat menghangat, hingga bulir bening pun mengalir di pipi mulusnya.
*SA*
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita kehidupan yang keren bunda. Lanjutkan dengan karya berikutnya agar terwujud buku tunggal kumpulan cerita pendek. Terimakasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk saling SKSS.
terima kasih Bapak, ini cerbung Pak