Setiawan Agung Wibowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pendidikan yang Memerdekakan

Pendidikan yang Memerdekakan

Tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah “mendidik anak yang akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya dan merdeka tenaganya.” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I, hal.48). Hal ini sangat relevan dalam kaitannya mendidik bangsa menghormati alam. Manusia yang akan menjaga kelestarian alam adalah manusia yang merdeka jiwanya tidak didikte, dijajah oleh hawa nafsunya saja melainkan merdeka untuk berpikir memakai nalar dan tenaganya untuk kepentingan bersama umat manusia. Saat ini kemerdekaan secara kenegaraan sudah kita capai. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menyatakan hal tersebut dengan tegas. Republik Indonesia sudah berusia 70 tahun. Namun apakah kemerdekaan secara hakiki setiap manusia Indonesia sudah kita dapatkan? Apakah benar kita sudah memanfaatkan kemerdekaan itu untuk kepentingan hidup bersama? Tidak hanya manusia, tetapi juga binatang dan tumbuhan? Apakah benar kita mendidik anak-anak kita menjadi pemikir yang merdeka yang tidak dijajah oleh kepentingan-kepentingan lain yang pada akhirnya merugikan hidup kita sebagai manusia Indonesia?

Mengenai hal ini Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Tentang zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada di dalam kebingungan. Seringkali kita tertipu oleh keadaan yang kita pandang perlu dan laras untuk kehidupan kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing yang sukar didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali kita merusak kedamaiaan hidup kita.” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I, hal.48).

Pendidikan kita selama masa kemerdekaan ini telah menghasilkan pembangunan kota-kota besar, pertambangan, industri berat, pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, penggunaan pupuk kimia secara luas pada pertanian, penangkapan ikan yang ekstensif dan kegiatan-kegiatan lain yang mengekplotasi sumberdaya alam secara masif. Apakah itu benar-benar perlu dan sesuai dengan tujuan kehidupan kita? Atau seperti kata Ki Hadjar Dewantara di atas, “Seringkali kita tertipu oleh keadaan yang kita pandang perlu dan laras untuk kehidupan kita,”

Dalam hal pendidikan yang memerdekakan ini Ki Hadjar Dewantara mengedepankan praktik model pendidikan yang berpusat pada siswa yang kita kenal sebagai “student centered.” Secara eksplisit beliau mengatakan, “Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid akan dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama.” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I, hal.48).

Metode pembelajaran yang disarankan oleh Ki Hadjar Dewantara ini mengajak para guru untuk membumikan teori serta konsep yang ada pada buku-buku. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan masalah-masalah lokal yang bisa dilihat dan dialami murid-murid secara secara langsung saat proses pembelajaran. Misalnya, ketika membahas keanekagaman hayati dengan konsep dari buku, siswa diminta mencari apa keanekaragaman hayati yang ada di sekitar rumahnya, di sekitar sekolah, di sekitar kampungnya lalu mendiskusikan masalah yang ada serta kemungkinan solusinya. Itu dilakukan pada setiap jenjang pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan mental serta kognisi murid. Dengan demikian para murid akan merasa memiliki pengetahuan tersebut, dan merasa perlu untuk menjalankan solusi-solusi yang mereka bahas bersama. Mereka akan mengenal alam lingkungan di sekitarnya yang pada akhirnya diharapkan akan menghormati proses-proses alam yang terjadi. Terlalu banyak pelajaran yang disajikan dalam potongan-potongan kecil yang saling tidak berkaitan. Bahkan pendidikan yang bermuatan keberlangsungan lingkungan hidup yang seharusnya menjadi kepentingan bersama juga hanya diberikan sebagai hafalan yang digunakan untuk lulus tes. Murid bisa lulus karena hafal tetapi tidak memahami konteks besarnya yang mempengaruhi kehidupan mereka di dunia nyata. Itu harus diubah. Mendidik bangsa menghormati alam hanya bisa dilakukan oleh manusia yang merdeka batinnya, baik para guru maupun para pemegang kebijakan di sektor pendidikan. Para guru merdeka memilih metode dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi alam Indonesia. Pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan haruslah bersumber pada masalah-masalah nyata yang dihadapi oleh masyarakat.

Manusia Bagian dari Alam Ki Hadjar Dewantara dalam polemiknya tentang pendidikan dengan H. Jonkman seorang Belanda pimpinan Akademi Teologia di Yogyakarta tahun 1939 mengatakan dengan lugas, “...perbedaan dasar diantara kami berdua terletak pada salah satu dalil kami, ialah dimana tuan Jonkman telah menempatkan manusia di luar Alam, sedangkan bagi kami manusia itu tak lain dan tak bukan adalah bagian dari padanya.” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku II, hal.14).

Ketika berbicara mengenai adat, Ki Hadjar Dewantara mengambil perumpamaan seseorang yang memakai payung untuk melindungi dirinya dari panas matahari. Ketika manusia tersebut “berhasil” tidak kena panas matahari maka seakan-akan dia “menang” terhadap ketentuan alam. Tetapi pada saat yang bersamaan ia mengalami “kekalahan” karena tunduk terhadap kondisi panas terik sinar matahari. (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku II, hal.18-19).

Dengan menempatkan manusia sebagai bagian dari alam maka Ki Hadjar Dewantara ingin menunjukkan bahwa manusia harus berpikir secara adaptif menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi alam di mana dia tinggal. Manusia tidak bisa menantang alam dengan menempatkan diri berlawanan dengan kondisi alam. Secara sederhana namun jelas beliau mengatakan, “...barang siapa tidak tidak suka berpakaian tebal di musim atau di tempat yang amat dingin, dengan sendirilah ia akan menanggung kedinginan...” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku II, hal.20).

Ini adalah sebuah konsep yang penting bagi pendidikan lingkungan hidup. Manusia harus selalu mengatur hubungan yang harmonis antara dirinya dengan alam, mengatur pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan kondisi alam. Lebih jauh lagi manusia harus memikirkan kelestarian alam ini demi keberlangsungan hidup bersama.

Mendidik Semua

Mendidik bangsa artinya mendidik semua yang mengaku berbangsa Indonesia. Kelestarian alam, menjaga keseimbangan interaksi antar ekosistem tidak bisa dilakukan oleh satu bagian saja dari bangsa Indonesia. Pendidikan lingkungan hidup harus menyentuh semua lapisan masyarakat Indonesia.

Mengenai pendidikan untuk semua ini Ki Hadjar Dewantara menganjurkan pengetahuan yang berguna untuk keperluan “lahir” dan “batin” dalam hidup bersama. (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I, hal.48). Selanjutnya yang dimaksud dengan pengetahuan itu adalah pengetahuan dan keterampilan hidup yang bisa dilakukan kalangan umum bukan hanya kalangan yang terpelajar saja. Pendidikan yang tidak membuat jarak antara orang-orang terpelajar dengan masyarakat kebanyakan.

Untuk itu Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan yang hanya menyentuh kalangan tertentu tidak banyak bermanfaat untuk bangsa. Beliau menegaskan, “Kekuatan bangsa dan negeri itu jumlah kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan pengajaran untuk rakyat umum dari pada mempertinggi pengajaran kalau usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran.” (Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I, hal.48)

Dengan konsep berpikir mendidik bangsa maka pendidikan lingkungan hidup perlu dipikirkan, direncanakan, dirancang bersama-sama oleh semua pihak yang peduli terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Kesadaran pikiran untuk menjaga kelestarian alam, bertindak sesuai kondisi alam untuk keberlangsungannya harus menjadi milik anak-anak petani, buruh, pedagang sayur, tukang ojek dan lainnya sebagaimana juga menjadi kesadaran dan tindakan anak-anak para guru, pegawai bank, ilmuwan, pejabat dan kalangan lainnya.

Keanekaragaman hayati yang merupakan kekhasan dari rangkaian pulau-pulau yang membentuk Indonesia harus disadari betul oleh para pendidik. Pendidikan lingkungan hidup berarti menumbuhkan kesadaran sekaligus kecerdasan dalam memupuk untuk melihat, meneliti, mempelajari, serta memanfaatkan peluang-peluang yang ada dari lingkungan sekitar. Itu berarti mengubah hal-hal yang negatif yang terjadi menjadi potensi positif yang berguna bagi semua, baik kelestarian lingkungan maupun kesejahteraan manusia.

Mendidik bangsa menghormati alam untuk kesejahteraan Indonesia adalah kebutuhan dan kewajiban kita semua sebagai bangsa Indonesia.

(Bagian ini ditulis dengan menyarikan pendapat dan pemikiran KHD dari 2 buku Ki Hajar Dewantara Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Buku I dan Buku II)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post