samsudin

Nama : Samsudin Pekerjaan : Guru SDN 1 Kacangan Kec. Ngunut Kab. Tulungagung Prop. Jawa timur Hobi : Membaca dan menulis PendidikN : S1 Bhs. Inggris UMM dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEBENARNYA SEMUA ANAK  PINTAR

SEBENARNYA SEMUA ANAK PINTAR

Membaca artikel P Robby Kadar Sholihat yang berjudul "Pak Guru, aku bukan anak bodoh" beserta penjelasanya merasa sedih juga dan saya terdorong untuk urun rembuk/pendapat lewat tulisan ini.

Bayangan pikiran saya lansung tertuju beberapa literatur yang saya miliki dan beberapa kali saya baca. Buku-buku tersebut mulai yang saya unggah fotonnya diatas, kemudian buku Hypnoteaching; buku Hypnoterapy; buku ESQ; buku The Se cret of Mindset dn juga buku-buku literatur tentang psikologi pendidikan maupun tentang psikologi perkembangan.

Memang semua buku tersebut sangat relevan untuk digunakan sebagai acuan dalam menelaah permasalahan yang di ulas P Robby tadi. Dan dalam kesempatan ini saya hanya akan merujuk pada buku yang gambar sampulnya saya unggah tadi.

Dalam buku tersebut di jelaskan bahwa setiap manusia memiliki potensi yang sama, khususnya terkait dengan kandungan otaknya baik ukurannya maupun bentuknya.

Lha, mengapa kok ada anak yang pintar, kurang pintar dan bodoh? Ya, memang realita semacam itu sering kita jumpai. Terus siapa yang salah dan apa yan tidak benar?

Menurut buku tersebut, realuta semacam itu bisa terjadi karena seringkali anak tersebut menerima perkataan yang mencitrakan diri anak tersebut negatif (bidih dan tidak mampu) dengan pengulangan pada tingkat keseringan yang cukup tinggi. Dan lebih buruk lagi, pencitraan ini di amini oleh diri siswa yang dianggap tidak mampu tadi, maka akibat yang ditimbulkan sangat fatal. Dia akan menjadi benar-benar bodoh.

Bila, persepsi negatif semacam itu telah tertanam kuat di otak bawah sadar dan menjadi acuan dalam tindakannya. Maka, untuk merubahnya kita memerlukan pembongkaran atau memprogram ulang konsepsi diri anak tersebut agar dia sadar, mau dan bisa meninggalkan zona aman yan negatif tersebut.

Untuk membongkar keadaan semacam itu, kita perlu untuk menemukan faktor-faktor yang melatar belakangi terbentuknya bangunan persepsi negatif anak tersebut.

Mungkin unsur inilah yang sebutkan Adi W. Gunawan dalam bukunya The Secret of Mindset dengan istilah Sistem kepercayaan (Belief System). Disitu dijelaskan "Sistem Kepercayaan (Belief System) adalah inti dari segala sesuatu yang kita yakini sebagai realitas, kebenaran, nilai hidup, dan segala sesuatu yang kita yang kita tahu mengenai dunia ini. Untuk mengubah kepercayaan (belieg) merupakan hal yang sangat sulit, (h:16).

Kembali pada buku yan sampulnya saya cantumkan diatas, konsepsi atau persepsi diri yang negatif tersebut terjadi dan terbentuk secara tidak sengaja dan tanpa disadari oleh diri anak tersebut dan juga pada orang disekitarnya.

Situasi dan kondisi semacam itu, terbentuk degan terjadinya proses pengulangan kata-kata negatif pada anak tersebut. Dan bila itu sudah terserap dan terinternalisasi pada diri anak tersebu, maka ia akan menemui kesulitan yang sangat serius untuk bisa bangkit lagi. Seperti yang dinyatakan Adi W. Gunawan tadi.

Untuk mencegah terjadinya hal tersebut pada anak dan murid kita, seyogyanya para orang tua dan guru sudah sepatutnya untuk bergati-hati dan lebih bijak dalam bertuturkata. Hindari kata atau kalimat nefatif.

Dan bila sudah terlanjur hal itu terjadi, yang harus ditempuh adalah pembongkaran konsepsi diri yang keliru tadi pada diri anak tersebut. Yaitu dengan cara menemukan kunci permasalahanya yang tertanam pada belief systemnya tadi. Tentunya untuk bisa melakukan tugas semacam itu, kita para guru perlu memiliki wawasan tentang hypnoteacing dan Neoro Languistic Program (NLP), selain pengetahuan psikologi pendidikan dan perkembangan.

Dan bila menyikapi, cerita yang dialami siswa p Robby tadi, saya hal semacam itu terjadi bukan hanya di sekolah pak Robby saja. Tapi, mungkin hampir diseluruh negeri ini.

Mengapa hal ini sampai terjadi? Ya... tentunya banyak faktor yang terkait didalamnya, mulai dari kebijakkan pendidikan, sistem kurikulum, keterbatasan kemampuan guru dalam monitoring potensi siswa dan juga sistem evaluasi yang kurang tepat. Yang pada akhirnya, potensi yang dapat digali dan dimaksimalkan tidak bisa terdeteksi. Apalagi untuk dikecutkan secara optimal lagi.

Mungkin inilah secuil pandangan saya tentang permadalahan yang dihadapi P Robby dan muridnya, dan mungkin guru lain di negeri ini. Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Benar, Pak. Masing2 anak tentu memiliki potensinya sendiri. Itulah yg menjadi potensi kepintarannya yg hrs dikembangkan.

03 Mar
Balas

Y Pak, tapi karena kita sering kali terpaku pada metode lama dimana kita di didik dn mendidik mengakibatkan kita sulit hal yang seharusnya. Ya karena, takut meninggalkan zona aman.

05 Mar
Balas



search

New Post