Ibu di Mana?
(Tantangan hari ke-20)
Ibu di Mana?
Raju berjalan menyusuri gang yang tidak begitu lebar. Ia mencoba menghindari beberapa genangan air di jalan bebatuan itu. Ia berhenti di sebuah rumah bercat biru. Untuk meyakinkan dirinya, Raju membuka kembali secarik kertas yang ada di tangannya. Sekarang hatinya mantap. Ia mencoba mengetuk pintu rumah itu. Selang beberapa detik, keluar seorang wanita tua.
“Maaf, Nek. Betulkah ini rumah Nenek Rumi?” tanya Raju sopan.
“Iya, benar. Kamu siapa?” balas sang nenek dengan sorot mata heran. Sepertinya ia baru pertama kali melihat wajah Raju.
“Saya Raju, Nek. Saya tinggal di desa seberang. Saya tinggal bersama nenek saya, sedangkan orang tua saya entah di mana?” Wajah Raju seketika murung.
“Jadi apa hubungannya dengan saya?” tanya Nenek Rumi makin heran.
“Ceritanya panjang, Nek,” kata Raju sambil menarik napasnya. Ia pun sebenarnya bingung mau bercerita dari mana. Sementara hatinya mulai ragu, jangan-jangan ia salah orang.
Nek Rumi mengajak Raju duduk di bangku panjang yang ada di teras. Wanita itu masih ragu untuk mengajak anak muda yang baru dikenalnya itu ke dalam rumah. Ia takut, jangan-jangan anak itu berniat jahat. Bisa jadi, ia juga punya teman yang sedang bersembunyi. Prasangka itu bukan tidak mungkin terjadi, karena zaman sekarang berbagai modus dilakukan orang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Setelah duduk, dengan sedikit kurang percaya diri, Raju memulai ceritanya. Ia menjelaskan kepada Nek Rumi bahwa nenek yang membesarkannya dan menyekolahkannya sekarang bukanlah nenek kandungnya. Ketika Raju bayi, ibunya menitipkannya pada seorang wanita yang sedang menjaga warung dengan alasan pergi berobat ke puskemas yang kebetulan terletak dekat warung itu. Wanita itu bernama Bu Mina. Dengan senang hati Bu Mina yang tidak mempunyai anak itu menerimanya. Namun, hingga puskesmas tutup, wanita itu tidak muncul. Bahkan hingga sekarang tidak terlihat lagi batang hidungnya. Waktu itu polisi pun sudah turun tangan untuk mencari keberadaan ibu Raju, namun sama sekali tidak ada petunjuk. Atas permintaan Bu Mina, pencarian ibu Raju dihentikan. Bu Mina mengajari dan membiasakan Raju memanggilnya nenek. Ia merawat Raju dengan penuh kasih sayang layaknya sebagai seorang nenek.
Mendengar cerita Raju, Nek Rumi sangat prihatin. Wanita yang tinggal sendirian itu seketika ingat pada Sari, anak perempuannya yang menghilang sejak lima belas tahun yang lalu. Waktu itu Sari sedang mengandung. Suami Sari meninggal setelah mengalami kecelakaan di tempatnya bekerja. Seperti orang putus asa, Sari sering mengurung diri di kamar, hingga suatu hari ia pergi diam-diam entah ke mana. Selama ini Nek Rumi hanya mendengar kabar dari orang sekampungnya yang mengatakan pernah berjumpa dengan Sari di kota. Konon Sari terlihat sehat-sehat saja. Karena sudah putus asa, Nek Rumi tidak lagi banyak berharap Sari akan kembali. Ia sudah lelah berharap dan bahkan beberapa kali mengalami sakit karena merindukan anaknya itu. Entah seberapa banyak air matanya terkuras karena bertahun-tahun meratapi kepergian anaknya itu.
Raju ragu untuk melanjutkan ceritanya karena dilihatnya wajah Nek Rumi berbeda daripada sebelumnya. Nenek itu sepertinya melamunkan sesuatu.
“Boleh Nenek bertemu dengan nenekmu?” tanya Nek Rumi tiba-tiba.
“Boleh sekali, Nek!” jawab Raju cepat. Sebenarnya banyak yang ingin disampaikan Raju lagi kepada Nek Rumi, tetapi wanita tua itu segera saja masuk ke dalam rumahnya tanpa berkata-kata lagi.
“Ayo, ajak saya ke rumah kalian!” kata Nek Rumi sambil mengunci pintu rumahnya. Ia pun sudah mengganti pakaiannya.
Walaupun masih heran, Raju tetap mengajak Nek Rumi ke kampung sebelah dengan menaiki angkutan umum. Selama perjalanan, mereka hanya saling diam, sesekali mereka juga saling menatap. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Dua puluh menit berikutnya, mereka sudah sampai di rumah Bu Mina, orang tua yang dianggap Raju sebagai neneknya selama ini.
Setelah mengenalkan diri, Nek Rumi langsung menjelaskan maksud kedatangannya. Sebaliknya, Bu Mina pun menceritakan keadaan Raju yang sebenarnya. Beliau tidak lagi menutup-nutupi siapa Raju sebenarnya seperti yang selama ini dilakukannya. Bu Mina sudah kehabisan akal menjawab pertanyaan Raju tentang siapa ayah dan ibunya, kenapa ia tidak melihat foto ayah dan ibunya di rumah itu, dan berbagai pertanyaan tentang masa kecilnya. Atas saran seorang pegawai puskesmas baru yang kebetulan berasal dari seberang desanya, maka Raju pun sampai ke rumah Nek Rumi. Pegawai puskesmas itu hanya mengira-ngira saja barangkali ada kaitan antara Raju dengan anak Nek Rumi yang menghilang itu.
Raju hanya diam mendengarkan kedua wanita yang sudah sama-sama menua itu bercerita. Hatinya berdebar-debar mengharapkan suatu kepastian. Betapa hatinya ingin tahu siapa ayah dan ibunya. Sebelum Raju mendengar bisik-bisik tetangganya tentang dirinya, ia sangat yakin bahwa Bu Mina adalah neneknya. Sedangkan ayah dan ibunya sudah meninggal dunia akibat kecelakaan. Karena tidak ingin bersedih terus-menerus, sang nenek membuang segala kenangan dan foto-foto orang tua Raju. Begitu yang diceritakan neneknya itu kepada Raju setiap kali Raju bertanya perihal orang tuanya.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Salam literasi
Salam literasi dan salam kenal, Bu. Terima kasih sudah mampir di tulisan saya.