Salma

Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Sorkam Barat....

Selengkapnya
Navigasi Web

AIR MATA FEBI (lanjutan)

(Tagur ke-25)

Karya Salma

“Feb, kamu kenapa?”

Febi hanya melirik Alya sesaat, setelah itu ia menatap ke depan sambil menarik napasnya.

“Kamu kalau ada masalah, cerita sama aku!” kata Alya menekan suaranya. Ia takut menjadi perhatian temannya yang lain.

“Nanti kamu ngejek aku lagi, kalau aku mau cerita tentang artis itu lagi,” balas Febi.

“Ha ha ... aduuuuh, kamu belum move on, tho? Masih mikirin anak artis itu juga? Emang kamu mau jadi orang tua angkat anaknya?” Tawa Alya tidak bisa ditahannya.

“Tuh, kan? Kamu ngejek aku!” Febi merajuk. Ia juga menepis tangan Alya yang menempel di bahunya.

“Sory, sory, Feb! Aku hanya merasa heran aja. Seorang Febi, gitu lho. Sekarang mulai tertarik dengan berita-berita artis,” jelas Alya setengah berbisik dekat telinga Febi.

“Seandainya itu terjadi padamu, gimana?” Febi balik bertanya.

“Yah, jangan dong, Feb!” Alya bergidik. “Kita bayangin yang enak-enak aja, jangan mikirin yang aneh-aneh gitu, deh!” lanjutnya lagi.

“Aku kan bilang, seandainya. Kita kan tidak tau juga apa yang bakalan terjadi pada kita di masa yang akan datang. Kita juga tak ingin mengalami kecelakaan seperti yang dialami artis itu. Tapi kalau itu takdir kita bagaimana, siapa yang tahu?”

Alya tidak berkata apa-apa, tapi pernyataan dan sikap Febi justru membuatnya merinding. Ada apa dengan Febi? Lagi-lagi Alya merasa ada sesuatu yang tak biasanya pada Febi. Hingga bel pulang berbunyi, Febi masih saja membahas masalah senada, tentang nasib anak yang menjadi yatim piatu akibat kecelakaan. Sesekali Febi seperti menahan isakan.

“Feb, ada apa dengan kamu? Aku serius nanya.” Alya menarik tangan Febi yang sudah menyandang tas ranselnya.

“Hh... sudahlah, Al! Entah kenapa aku suka baper aja belakangan ini,” kata Febi datar.

"Aku yakin pasti ada penyebabnya. Ayo, ceritalah! Siapa tahu setelah kamu ceritakan padaku, kamu bisa lega,” desak Alya.

Lama Febi menatap sahabat baiknya itu. Ada keraguan di raut wajahnya, tetapi kemudian ia mengikuti Alya kembali duduk di kursinya. Sekarang tinggal mereka berdua saja di kelas.

“Al, kamu masih ingat waktu kamu bertanya kenapa wajahku berbeda dengan kakak-kakakku dan tidak pula mirip dengan ayah atau ibuku?” Febi kemudian membuka pembicaraan setelah menarik napasnya dalam-dalam.

“Iya, aku ingat waktu pertama aku datang ke rumahmu. Kamu jawab kalau kamu ternyata lebih mirip kepada nenekmu. Kamu juga bilang kalau kamu lahir setelah ibumu berusia 45 tahun,” jawab Alya sambil mengingat kembali saat ia datang ke rumah Febi.

“Iya, waktu itu, begitulah yang kuyakini sesuai yang disampaikan ibu dan ayahku. Tetapi semenjak lima bulan yang lalu, aku menyadari bahwa jawaban itu salah!”

Alya mengernyitkan dahinya. Dia tidak mengerti arah pembicaraan Febi. “Maksudnya?” tanyanya dengan mata menyipit.

“Aku hanyalah anak angkat ayah dan ibuku.” Suara Febi terdengar berat.

“Jadi?” Pertanyaan singkat timbul secara spontan dari bibir Alya karena pengakuan Febi barusan membuat ia kaget.

“Ketika umurku masih dua tahun, ibu dan ayahku membawaku mengunjungi nenek dari pihak ayah. Di perjalanan, mobil kami ditabrak oleh sebuah truk yang remnya blong. Ayah dan ibuku terluka parah, sedangkan aku tidak apa-apa. Ada sepasang suami istri yang mengendarai sepeda motor membantu kami hingga membawa ke rumah sakit. Namun sayang, ayah dan ibuku tidak bisa diselamatkan.” Sampai di sini suara Febi mulai serak. Air matanya tak bisa lagi ia bendung.

Alya berusaha memeluk sahabatnya itu di tengah tubuhnya yang merinding mendengar cerita tersebut. Tak tahan, air matanya ikut menggenang. Ingatannya kembali pada peristiwa kecelakaan yang menimpa artis tempo hari. Anaknya yang masih sangat kecil selamat, sementara kedua orang tuanya meninggal di tempat. Alya sekarang menyadari kenapa Febi selalu ingin tahu perkembangan berita artis itu. Ternyata pengalaman yang sama membuat Febi suka membahas berita kecelakaan artis itu.

Setelah kembali tenang, Febi melanjutkan ceritanya. “Kedua suami istri itu kemudian berusaha mencari tahu keberadaan keluarga ayah dan ibuku, hingga mengantarkan aku pulang ke rumah nenek. Semenjak itu, pasangan suami istri itu sudah seperti saudara bagi nenekku. Bahkan mereka sering membawaku menginap di rumah mereka. Belum lagi umurku tiga tahun, nenekku pun meninggal. Tak ada yang bisa mengasuhku saat itu selain pasangan suami istri itu. Sejak itulah aku resmi diangkat menjadi anak mereka hingga sekarang.”

“Kamu tidak ngarang kan, Feb?” tanya Alya merasa masih belum percaya. Ia seperti baru saja membaca buku cerita yang isinya mengharu-biru. Cerita-berita seperti ini hanya di buku atau film yang ia tahu.

“Tidak, Al. Mana mungkin aku ngarang cerita beginian?” Febi meyakinkan Alya. “Ayah dan ibuku menceritakan ini setelah aku mendesak. Biar bagaimana pun, hati kecilku tetap merasa aku beda dengan kakak-kakakku. Hingga akhirnya aku pun mengikuti tes DNA dan hasilnya benar, aku bukan anak kandung ayah dan ibuku,” lanjut Febi.

“Masya Allah! Sungguh mulia hati ayah dan ibumu, Feb.”

“Betul, Al. Aku berjanji akan berbakti kepada mereka. Aku ingin jadi orang sukses dan aku akan bahagiakan mereka sampai ajal menjemput mereka.”

“Hik ... hikss ...!” Alya tidak dapat menahan isakannya. Air mata yang tadi ditahan-tahannya akhirnya tumpah juga. Wajah ayah dan bundanya terbayang langsung di pelupuk matanya. Penyesalan akan sikapnya yang malas-malasan muncul seketika. Ia mulai merasa sebagai manusia yang kurang bersyukur masih diberi orang tua kandung yang lengkap.

“Al, Al, Alya!” Febi menggoyangkan bahu Alya yang menangkupkan wajahnya ke meja.

“Kita pulang, yuk, Feb! Aku jadi rindu ayah dan bunda setelah mendengar ceritamu. Aku juga berharap kamu jadi sahabatku yang kuat ya, Feb. Aku doakan, apa yang kamu cita-citakan dapat tercapai,” kata Alya di sela isaknya.

“Aamiin!” sambut Febi seraya memeluk sahabat baiknya itu.

*****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post