Kursi roda itu membawanya menuju ruang operasi. Bukan tak bisa berjalan tetapi SOP di rumah sakit itu harus begitu. Matanya tak lepas memandangku. Kukuatkan dirinya kalau semua akan baik-baik saja. Tak perlu membayangkan yang bukan-bukan karena dokter bedah sudah ahlinya. Kataku ini hanya operasi kecil sembari terus menguatkannya. Tepat di depan kamar operasi kami berhenti dan aku tak boleh lagi menemaninya. Terus penguatan kulakukan sambil menggenggam tangannya dan berucap "bismillah".

Jam dinding di depan dudukku terasa begitu lambat jalannya. Tepat pukul 19.58 pintu ruang operasi ditutup. Beberapa lelaki melintasiku dengan pakaian kebesarannya. Mungkinkah mereka yang akan melakukan tindakan malam ini, pikirku. Tiap detik tak terlewatkan dari tatapanku. Sangat lambat. Hingga bungsuku tiba setelah menjelang maghrib tadi kembali ke rumah untuk sholat dan mandi. Kami menunggu bersama.

Jam menunjukkan pukul 20.59 WIB, pintu kaca tempat kulepas dirinya tadi terbuka. Bangkit dan berlari ke arahnya. Kusaksikan kasur beroda itu didorong oleh dua orang lelaki berseragam putih, dia tak bergerak. Pahamlah aku kalau pengaruh bius saat operasi menghilangkan kesadarannya. Bulir air mata menggenangi lipatan mataku dengan ucapan dalam hati "Allahu akbar", kutitip hidup kami hanya padaMu.

Lambaian tangan seorang perawat menghentikan langkahku untuk tak ikut menuju ruang pemulihan. Kupercayakan pada mereka yang sudah terlatih merawat pasien setelah tindakan operasi. Bersama lajang yang baru mencapai usia sweet seventeen, kami kembali ke tempat duduk menunggu edisi berikutnya. Semua karena izinMu, ya, Allah.