Seikat Mawar yang Layu
Seikat Mawar yang Layu
Saeful Hadi
Siang begitu panas menyengat. Pantas saja untuk ukuran Kampung Raharja angka menunjukkan 38° Celsius tentulah sangat panas karena biasanya cuaca di bawah 30° Celsius. Banyaknya lahan hutan yang sudah dalam kondisi gundul akibat Illegal logging atau pembalakan liar yang tidak berizin, kampung yang awalnya asri dan sejuk tersebut perlahan menjadi tandus dan kering. Beberapa mata air sudah berkurang debitnya, sehingga ke area pesawahan, pasokan air pun mulai menipis. Banyak petani yang ketar ketir karena takut sawah mereka kekeringan dan gagal panen.
Cuaca yang sangat panas, terasa pula pada hati Korim ketika satu per satu teman sepermainannya sudah menemukan tambatan hati dan bahkan beberapa diantaranya sudah melangsungkan pernikahan. Telinganya sangat merasa tidak nyaman ketika beberapa orang temannya dan juga keluarganya menanyakan kapan dia menikah. Tak cukup baginya beralibi bahwa jenjang pernikahan tidak semudah yang dibayangkan, apalagi sebagai laki-laki dia berkewajiban menafkahi. Usianya yang sebentar lagi meninggalkan kepala dua dalam hitungan bulan, menjadi kegelisahan luar biasa bagi Korim.
“Apa yang kau cari sih Rim? Perempuan itu banyak! Tinggal kau pilih saja, maunya yang kayak gimana? Pilih-pilih sih kamu dan terlalu banyak pertimbangan!” Jasmud terus bertanya kepada Korim berkaitan dengan kehidupan pribadinya. Jengkel sebetulnya hati Korim, tetapi hanya Jasmud lah teman yang mengerti perasaan dan tahu kehidupan dirinya. Jasmud baru kurang lebih lima bulan yang lalu menikahi kekasihnya setelah menjalin hubungan asmara nyaris delapan tahun sejak saling jatuh cinta saat kelas tujuh sekolah menengah pertama.
“Kata siapa pilih-pilih, apakah ikhtiarku tak ada? Aku coba mendekati Zaitun, kan dia menolak dan akhirnya menikah dengan pengusaha muda, mana kuat aku melawan suaminya? Lalu kamu tahu aku mendekati Syela, dan kamu pun tahu kalau akhirnya dia dijodohkan oleh ayahnya karena ayahnya terjerat utang dengan keluarga laki-laki suami Syela! Aku tak diam dan berpikir menerima realita tersebut, makanya aku hati-hati mendekati perempuan, jangan sampai kecewa lagi!" Korim membela diri dengan berbagai alasan yang dianggap masuk akal. Jasmud menepuk jidatnya sendiri dengan jawaban kawannya tersebut.
“Rim… Rim! Yang sabar ya! Janganlah kayak aku akhirnya menyesal menikahi Minem!” Tiba-tiba Jasmud mengungkapkan sesuatu yang membuat kaget Korim.
“Lo, menyesal gimana? Nah kan begitu jawabanmu, benar kan pandanganku? Makanya jangan menikah terburu-buru dan tega kamu meninggalkan aku seorang diri!” Korim merasa menang terhadap ungkapan kawannya tersebut. Namun jawaban Jasmud kemudian, membuat Korim langsung terdiam dari tertawanya.
“Menyesal aku menikahi Minem nggak lima tahu yang lalu, he..he..he..Kelamaan hi..hi..hi.. wuihh indahnya sekarang hidupku!” Jasmud berkata begitu sambil kemudian bangkit dan setengah berlari menjauhi Korim sambil tidak menghentikan tertawanya seolah-olah mengejek Korim.
“Ah, kamu sialan! Dasar Jasmud!” Niatnya mau mengejar Jasmud, namun mendadak Korim membatalkannya dan dia pun kemudian duduk diam dan tampak merenung. Sementara Jasmud dari kejauhan tampak masih tertawa setelah berhasil membuat kawannya tersebut akhirnya berhenti mengejar dan malah melamun sambil duduk di pojokan musala kampung.
Korim mendapatkan sebuah tawaran yang menggiurkan. Dia yang memiliki keahlian mengemudi truk diminta mengantar sebuah barang ke suatu tempat dengan imbalan yang cukup fantastis. Kebetulan pekerjaan di sawah sudah tidak menarik baginya karena upahnya sangat minim dan dia tidak kuat lagi dengan cuaca panas. Tanpa pikir panjang dia pun menerima pekerjaan tersebut, terutama tergiur upah yang dia dapatkan bisa dia tabung kalau sewaktu-waktu akhirnya harus memberi mahar demi menikahi wanita pujaan hatinya.
Dua tiga kali Korim menjalankan aktivitasnya dan mendapatkan upah yang sangat besar. Namun dia tidak pernah bertanya kepada pihak yang memanfaatkan jasanya apa isi dari barang yang dia bawa karena juga dilarang untuk tahu. Sial bagi Korim, saat melaksanakan tugasnya untuk kesekian kali, dia kena razia kepolisian dan ternyata di truk yang dia bawa, isinya adalah barang terlarang dan ilegal. Bersama kendaraannya, Korim pun akhirnya ditahan pihak kepolisian dan dijebloskan ke penjara.
Penjara bukan sekadar membuat dia tersiksa dan mendapatkan perlakuan yang tidak enak, juga keluarganya banyak yang membenci. Rumahnya sering didatangi sekelompok orang dengan ucapan yang tidak mengenakan bagi ayah ibunya. Korim bertekad keluar penjara, dia bisa tunjukan menjadi orang lebih baik, walaupun berstatus mantan narapidana. Banyak hikmah di balik jeruji besi yang Korim dapatkan, khususnya berinteraksi dengan beberapa narapidana yang tobat dan menjadi motivator bagi narapidana lainnya agar sadar dan kembali ke jalan yang benar.
“Aku jujur saja masuk penjara ini karena tindak perkosaan yang kulakukan terhadap teman anakku saat berkunjung ke rumah. Entah setan mana, tiba-tiba nafsu syahwatku tak bisa kutahan melihat kecantikan Mawar. Aku khilaf dan peristiwa itu terjadi. Bagaimana pun kebenaran terungkap, dan aku akhirnya ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatanku! Bukan saja aku menyesal, membuat anak isteriku menderita, juga membuat nasib Mawar begitu tragis! Padahal anak gadis itu sangat baik dan sosok perempuan yang keibuan! Ya Allah, Joman memang laki-laki keparat! Ampuni segala dosaku, ya Allah!” Berurai air mata salah seorang narapidana saat menceritakan bagaimana dia bisa masuk penjara kepada Korim.
Sosok yang memanggil dirinya dengan nama Joman tersebut menjadi inspirasi bagi Korim karena kini menjadi seorang yang taat beragama dan selalu menjadi imam salat bagi narapidana lainnya dan petugas lapas.
“Sudahlah Kang Joman! Itu sudah berlalu, yang penting Akang sekarang tobat dan menjadi teladan bagi kami atas perubahan sikap Akang! Kalau boleh bertanya, bagaimana kondisi Mawar sekarang?" Entah mengapa Korim menjadi penasaran dengan kondisi gadis korban perkosaan yang dilakukan oleh Joman. Laki-laki setengah abad tersebut menghela nafas dalam-dalam.
“Itulah yang membuatku selalu merasa bersalah sampai saat ini! Aku telah menghancurkan masa depannya, menodainya dan dia beberapa kali mencoba melakukan bunuh diri! Ya Allah, aku… aku memang kejam!” Terisak Joman mengungkapkan penyesalannya yang mendalam. Korim pun merangkul sosok yang sudah dianggap kakaknya sendiri tersebut dan memeluknya dengan erat sambil terus memotivasi agar tabah dan tetap bersemangat. Dia pun berjanji jika keluar penjara akan menemui Mawar untuk menyampaikan permohonan maaf Joman.
Tidak terasa, Korim pun akhirnya memperoleh kesempatan menghirup udara bebas. Dia mendapatkan remisi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan langsung bebas dari penjara. Selain tekad untuk berubah menjadi sosok yang lebih baik dan lebih hati-hati lagi dalam bertindak, dia berniat untuk menemui sosok Mawar yang menjadi korban perkosaan pada kasus teman sesama narapidana. Nasib Joman di lembaga pemasyarakat yang masih lama untuk memperoleh kebebasan. Ada amanat yang harus disampaikan yaitu meminta maaf atas perbuatan Joman. Joman ketakutan jika tiba-tiba ajal menjemput, dia belum meminta maaf atas perbuatannya.
Korim akhirnya sampai di sebuah desa yang asri dan sejuk yang menurut informasi dari Joman adalah tempat tinggal Mawar. Korim pun mencoba menemui sosok yang harus dihubungi terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Mawar agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan. Korim pun akhirnya berhasil menemui salah seorang ulama berpengaruh di kampung tersebut sesuai petunjuk Joman dan cukup lama berbincang mengenai peristiwa yang dialami Joman. Ulama tersebut sebelum berbicara tentang sosok Mawar bahkan meminta Korim untuk menginap sambil mengikuti pengajian yang rutin diadakan di rumah sang ulama. Korim pun menurut dan mencoba menahan diri untuk berbicara lebih jauh.
Pada suatu kesempatan, mata Korim tertuju pada sosok perempuan berjilbab ungu yang tampak begitu anggun saat membantu isteri sang ulama ketika menyajikan makanan bagi jemaah pengajian. Entah mengapa tiba-tiba perasaannya menjadi tidak karuan, ada sesuatu yang bergejolak di hatinya. Namun Korim berupaya untuk menghilangkan semua hal yang mengganggu pikirannya dan fokus mengikuti acara pengajian.
“Nak, Korim, ini adalah Neng Mawar sosok gadis seperti yang kamu ceritakan itu, silahkan apa yang ingin disampaikan ke Neng Mawar!” Betapa terkejutnya Korim bahwa sosok cantik yang membantu isteri ulama ketika membagikan makanan saat pengajian ternyata adalah Mawar. Perempuan yang akhirnya diketahui Mawar tersebut tampak menunduk dihadapan Korim dengan ditemani sang ulama dan isterinya serta seorang puterinya yang masih kecil. Korim yang masih kaget akhirnya ditegur sang ulama karena terlalu lama untuk tidak segera bicara.
Akhirnya dengan terbata-bata karena grogi, Korim pun menceritakan dan menyampaikan maksudnya. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih. Amanat itu disampaikan dengan harapan bisa menebus dosa dan kesalahan Joman. Mendengar semua penuturan Korim, Mawar pun tampak terisak dalam deraian air mata. Dia akhirnya harus mengingat kembali peristiwa tragis yang dialaminya. Berat tentu saja, terutama berkaitan dengan harga diri seorang perempuan. Namun seizin dan saran sang ulama, bahwa hal tersebut perlu disampaikan untuk membuat lebur semua dosa dan kesalahan Joman, dengan harapan Allah mengampuni semuanya.
“Nak Korim, sudah menikah?” Tiba-tiba isteri sang ulama bertanya memecah suasana. Tentu saja mendapatkan pertanyaan demikian, Korim kalang kabut dan merasa malu. Wajahnya seketika memerah.
“Beee..beee..lum Ummi!” Terbata-bata Korim menjawab.
“Mengapa? Kayaknya usiamu sudah mencukupi untuk berumah tangga!” Perempuan separuh baya tersebut kembali bertanya. Korim benar-benar gelagapan dengan pertanyaan tersebut.
“Ah, saya.. saya.. Ummi.. bukan orang baik.. saya mantan narapidana, mana ada perempuan yang mau dan ikhlas dengan kondisi saya?” Ungkapan yang lebih tepat keluhan tersebut akhirnya terlontar dari mulut Korim. Isteri sang ulama kemudian memandang suaminya dan seolah-olah ada hal yang ingin dikomunikasikan diantara pasangan suami isteri tersebut. Sementara Korim yang masih memerah wajahnya hanya bisa tertunduk. Begitu pula Mawar tampak menundukan wajahnya sambil beberapa kali mengusap air matanya.
“Begini, nak Korim. Sesuai dengan penjelasanmu tadi, kamu punya kemampuan mengemudi dan kebetulan kami membutuhkan pengemudi untuk menjalankan usaha air mineral keluarga kami, setelah pengemudi sebelumnya seminggu yang lalu meninggal dunia karena sakit! Nah kami tawarkan kamu mau nggak bekerja di tempat kami?” Tentu saja pertanyaan sang ulama membuat Korim kaget. Dia tidak menyangka ada tawaran yang tidak terduga seperti itu.
“Ya Allah, apakah saya yang hina ini pantas bekerja di tempat kiayi? Saya malu Kiayi, Ummi!” Korim merasa tidak percaya diri dengan kondisinya ketika mendapatkan sebuah tawaran menarik dari ulama yang didatanginya tersebut.
“Sudahlah, masa lalu adalah masa lalu.. sepahit apapun, semenyakitkan bagaimana pun itu sudah terjadi, jadikanlah pelajaran untuk melangkah yang lebih baik ke depannya! Mau kan kamu menerima tawaran kami?” Sang ulama pun kembali bertanya meyakinkan kesediaan Korim untuk menerima tawarannya. Korim pun menghela nafas panjang dan menganggukan kepalanya.
“Insyaallah, Kiayi, Ummi, saya bersedia!” Akhirnya jawaban Korim membuat sumringah wajah suami isteri ulama tersebut.
“Alhamdulillah.. Dan…, atas seizin Abi Kiayi, aku menambahkan tawaran kepadamu, Rim! Maukah kau menikah dengan Mawar dan tinggal di kami untuk bersama-sama membantu keluarga kami membangun usaha, nanti dikasih tempat tinggal yang layak!” Ucapan isteri sang ulama membuat Korim nyaris terjatuh dari kursi saking kagetnya dan merasa tidak percaya. Sang ulama tampak tersenyum mendukung perkataan isterinya. Sementara itu Mawar hanya bisa menunduk sambil terisak menangis.
“Ya, Allah, pantaskah saya, Kiayi, Ummi? Saya mantan narapidana dan latar belakang bukan orang baik, pantaskah saya? Dan maukah dek Mawar menerima saya?” Begitu lirih Korim menyampaikan kegelisahan hatinya dengan tawaran keluarga ulama tersebut.
“Nah, sekarang sebelum kamu merasa yakin dengan tawaran kami, Abi mau nanya Mawar? Maukah kamu menikah dengan nak Korim?” Ulama tersebut mengalihkan pandangan ke Mawar yang masih menunduk sambil bertanya.
“Mawar tidak akan menolak tawaran Abi dan Ummi, karena yakin itu adalah yang terbaik, namun diriku sudah ternoda, aku seikat Mawar yang layu, bukan seperti gadis perawan yang masih suci, tidakkah Kang Korim merasa terhina jika menikah denganku?” Derai air mata mengalir deras dari kelopak mata Mawar saat mengungkapkan hal tersebut. Sepasang suami isteri tersebut tampak menghela nafas panjang.
“Nah, sekarang keputusan ada di dirimu, Nak Korim! Pada dasarnya siapapun di dunia ini tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanyalah milik Allah semata! Bisa menerima kekurangan masing-masing dan mencoba saling mengisi kekurangan itu adalah landasan penting untuk menikah! Bagaimana Nak Korim?” Sang isteri ulama kembali bertanya setelah sedikit memberikan nasehat dan pandangan. Korim akhirnya merasa memiliki kepercayaan diri dan dia yang sudah sejak kedatangan ke tempat tinggal ulama tersebut serta bertemu dengan Mawar sudah ada perasaan yang beda. Korim pun akhirnya menyampaikan keputusan.
“Insyaallah saya bersedia Abi, Ummi! Namun saya atas izin Abi dan Ummi ingin bertanya langsung ke Dek Mawar!” Korim mencoba menguatkan diri dan ingin betul-betul yakin bahwa semua adalah realita keihkhlasan masing-masing.
“Oh, silahkan!” Sang ulama pun mempersilahkan Korim untuk berinteraksi dengan Mawar.
“Seizin Abi dan Ummi, Kang Korim ingin meyakinkan Dek Mawar, maukah menikah dengan Akang dengan kondisi Akang seperti ini?” Penuh ketulusan Korim bertanya kepada Mawar.
“Insyaallah Kang, saya bersedia lahir batin dan saya pun ingin meyakinkan Akang, apakah Akang bisa menerima keadaan saya yang tidak seperti harapan laki-laki pada umumnya sebelum menikah pertama kali? Saya Mawar yang layu!” Mawar pun mengajukan pertanyaan yang nyaris sama dan tentu dengan kondisi berbeda untuk meyakinkan pilihan Korim.
“Insyaallah Dek Mawar Akang ikhlas dengan kondisi Dek Mawar! Dan Akang berharap Dek Mawar tidak layu lagi, semangat menata masa depan dan kita bersama membina rumah tangga dalam rida Allah Ta’ala!” Jawab Korim tegas dan meyakinkan.
“Alhamdulillah!” Nyaris bersamaan antara ulama dan isterinya mengucapkan kalimat hamdallah. Pertemuan indah itu akhirnya ditutup dengan makan siang bersama di beranda rumah keluarga Haji Maulana Ja’far.
*TAMAT*
Langensari, Kota Banjar, 31 Mei 2023
Saat akhirnya kantuk datang
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap
Terima kasih Pak Sandi
Sama sqma pak