Terjerat Cinta Bu Nyai
Terjerat Cinta Bu Nyai
Part 2
"Mas ... mas ... subuh .... " terdengar panggilan ibuku dari ruang tamu kecil, aku bukan kepalang kagetnya, bagaimana kalau ibu tau, bahwa Neng Sofi ada di rumah ini, dikamar ini, karena setahuku, ibu senantiasa cium tangan beliau saat sowan ke pondok dimana beliau pernah ditempa selama belasan tahun.
Beruntunglah ia tak mendengar panggilan ibuku, mungkin saja ia kecapekan karena tidur terlalu malam, atau semalam saat aku terlelap, ia tak tidur sama sekali karena sholatul lail dan dilanjutkan dengan sholat hajat sertaa ditutup dengan sholat witir sebagaimana kebiasaannya setiap malam di ndalemnya.
"Iya bu ... " sahutku pelan seraya keluar dari rumah mungil bekas ruman nenek yang sudah ditinggal wafat beberapa tahun silam.
"Tumben kesiangan, ditunggu jama'ah mas ... " jelas ibuku lebih lanjut.
Keluargaku memang memiliki surau kecil terbuat dari anyaman bambu yang sederhana dan kecil, disitulah kegiatan rutin kami ngajari anak anak ngaji walau jumlahnya juga tak seberapa, apalagi kalau subuh pasti hanya dengan jumlah yang bisa dihitung dengan jari
Aku mulai ambil di sajadah kecil pemberian kiaiku dahulu saat datang dari umroh, aku ngimami sholat shubuh ini sebagaimana biasa seakan tak terjadi apapun semalam.
Namun tiba tiba ibuku menjerit histeris, saat selesai sholat entah karena apa
"Astaghfirullah hal adzim ... neng kapan datang, tiba tiba saja muncul .... ? Tanya ibuku
Aku sudah menebak nebak bahwa pasti neng Sofi, idola ibu pasti ikut berjamaah dan berada persis disamping ibu, pasti ini akan masalah, aku menoleh kebelakang dengan muka merah, tangan gemetar dan tak berani menatap ibu
Ibu sepintas kulihat mencium tangan Neng Sofi, namun ditarik olehnya dan berubah menjadi tangan ibulah yanh diciumnya, aku tau bahwa ini tak biasa ... pasti ibu akan bertanya tanya ...
Ibu masih pucat sepucat pucat, aku tau yang ada dalam pikiran ibu, kami telah berbuat salah dan ibi kiamat bagi keluarga kami yang hanya petani miskin dan tinggal kaki dipegunungan rengganis.
Aku melihat jelas, ia mula merebahkan kepalanya dipangkuan ibu, ibu masih kaki dan penuh tanya, ibu pun tak berani meletakkan tangannya di kepala neng Sofi karena bagi ibu itu pantangan tebesar mengingat siapa yang berada didepan dan diharibaannya sekarang ... namun Neng Sofi sepertinya mengerti kegalauan ibu, ia manarik tangan ibu untuk diletakkan di puggungnya dan ibu sepertinya tak ada pilihan lain kecuali menuruti keinginannya.
Lama sekali mereka berpelukan layak anak dan ibu, mesra sekali sampai sampai pikiran nakalku muncul, kenapa bukan aku di posisi ibu ?
Ia mulai mengangkat kepalanya saat ibu bertanya kembali ...
" kapan datang Neng ? Tanya ibu
Ia belum mampu mengeluarkan sepatah katapun dari bibir ranumnya, ia diam dan terus memeluk ibuku dengan erat, entahlah apa arti semua ini, apakah hanya sebatas ingin menghangatkan badan karena berada di ketinggian dan berhawa dingin dimana ia tak biasa.
"Neng ... kapan datang ? Ibu pun mengulangi pertanyaanya tanpa lelah
Kulihat ia mulai mengangkat kepalanya di depan ibu, aku mencoba mencuri pandang, sungguh pemandangan yang indah yang belum pernah aku lihat. Lebih lebih kecantikan Neng Sofi (panggilan ibu kepadanya) yang sangat luar biasa, kulitnya putih bersih, mukanya seakan bercahaya karena air wudhu bukan karena hasil scincare atau bahan pemutih lainnya, hidungnya yang mancung, bubirnya yang ranum ... masya Allah ... sungguh sempurna ciptaanMu ya Robb, dan tanpa sengaja kuterpukau saat tanpa sengaja melihat betis mulusnya dan badanku terasa disiram air hangat, sepertinya ia sadar bahwa betisnya tersingkap karena mukenahnya yang keselip disalah satu kaki mungilnya, sesegara mungkin ia memperbaikinya dan melihatku dengan tatapan tak suka, entahlah ... bisa jadi karena dihadapan ibu saja ia seperti itu.
"Ibu ... bolehkah saya tinggal di sini untuk.beberapa hari ? Ia mulai membuka percakapan
Kulihat Ibu bukan kepalang kagetnya, mungkin dalam pikiran ibu, bagaimana mungkin putri kiai besar mau tinggal di gubuk ini, tinggal di sini, ditempat yang jauh dari peradaban ? Makan seadanya dan penuh dengan keterbatasan keterbatasan bahkan signal hppun putus nyanbung
" boleh kan bu ? Rengeknya seakan memaksa ...
Ibu semakin diam seribu bahasa, seakan tak paham apa yang harus di katakan pada putri kiainya ini
" bu ... boleh ya ? Ia kian memaksa ibu untuk mengeluarkan sepatah kata iya
Ibu terlihat kian bingung, dalam benak ibu pasti berkecamuk beribu tanya, mulai sejak kapan Neng Sofi memanggilku Ibu ? Bukannya biasanya bebek (karena kebetulan memang sebutan itu yang pantas untuk seorang santri yang sambil ngabdi di ndalem sebagai tukang masak) ditambah lagi datangnya subuh lalu saat berjamaah (sepengetahuan ibu) inikah yang dinamakan karomah seorang putri kiai ?
" bbbbboleh Neng, sangat boleh ... tapi neng mau sareh dimana ya ? Ibu kian kebingungan saat jawabannya masih terus menyisakan masalah berikutnya
" ndak apa apa, saya mengalah untuk tidur di mushollah ini bu ... " aku menimpali karena kuliat kebingungan ibu yang kian menjadi jadi
" alhamdulillah ... terima kasih ibu ... " ucapnya keras seraya mencium tangan ibu, namun kulihat ibu menariknya dan berbalik ibu yang mencium tangan lentiknya ...
Aku mulai ngajari ngaji beberapa santri colokan (tidak bermalam) yang jumlahnya hanya 5 orang ...
" yang lain mana ya ? " gumanku dalam hati
Seperti biasanya selesai mengaji mereka memang membersihkan halaman mushollah, halaman rumah sampai pada persoalan nimba air untuk ngisi kamar mandi mushollah dan kamar mandi keluarga, itulah tradisi santri dari jaman ke jaman.
Kelihat ia dan ibu sudah tak lagi berada di Mushollah, mungkin saja mereka sedang di ruang tamu ibu sedang berbincang atau ngobrol, tapi mungkinkah ? Karena setahuku, ibu begitu ta'dzim kepadanya dan aku yaqin itu tak mungkin ibu lakukan.
Aku mencoba ke rumah ibu yang posisinya persis disamping mushollah, aku masuk dengan salam bissirri, lalu ke dapur dan sungguh pemandangan yang tak kuduga, bagaimana mungkin ia mau membantu ibu memasak nasi jagung kesukaanku dengan menggunakan kayu bakar ? Bukankah asapnya akan kemana mana ? Bukankah semalam ia juga tak membawa baju ganti ? Lalu bagaimana nanti ? Aku terus berkecamuk dengan sejuta pertanyataan
Sepeninggal ayah, ibu memang berjuang mati matian, kami hanya ditinggal kebun yang luasnya tak seberapa
Namun ibu selalu bilang " jangan menunggu bahagia lalu bersyukur tapi teruslah bersyukur agar kita bahagia "
Aku emang hanya tinggal berdua dengan ibu, sehari hari kegiatanku dari mushollah ke ladang, dari ladang ke Mushollah dan sesekali mengisi pengajian di kampung kampung sebelah, atau yasinan tiap malam rabu atau sebatas pembacaan shollawat nariyah sebanyak 4444 setiap malam jum'at manis.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillah Barokallah, karya yang keren dan luar biasa Pak Rusnadi Wijaya, salam kenal dan follow me
pembacaan shollawat nariyah sebanyak 4444 setiap malam jum'at manis...keren, Sholallahu alaa Muhammad... salam sehat2 selalu