KECEWA dalam KELUARGA
KECEWA dalam KELUARGA
#TantanganGurusiana
#TantanganMenulisHariKeDuaPuluhEmpat
Keluarga bahagia adalah sebuah keluarga yang menempatkan pondasi agama sebagai tempat berpijak yang kokoh, karena keluarga adalah cikal bakal sebuah peradaban yang kokoh. Melihat bangunan yang kokoh menjulang, tentunya memiliki pondasi yang menghunjam hingga ke dasar bumi.
Tapi, tak semua keluarga menghadapi kebahagiaan yang diinginkannya. Terkadang muncul rasa kecewa, ketika pasangan hidup dan anak-anak tidak lagi menyejukkan pandangan mata. Justru menelan kepahitan hidup yang membuat kecewa yang bertambah-tambah. Jika kecewa dengan pasangan hidup, lantas siapa yang menjadi sasarannya ? Tentunya anak yang tak tahu apa-apa yang jadi pelampiasannya. Lantas ketika anak menjadi kecewa karena memiliki orangtua yang tak diinginkannya, akhirnya anak pun kecewa dan akhirnya justru melampiaskannya di luar rumah, seakan terkekang dalam kehidupan keluarganya.
Peristiwa Emon, sang perenggut kebahagiaan anak-anak, dengan kurang lebih 200 anak yang di sod*minya, justru membawa kesedihan bagi anak-anak itu sendiri. Ya, anak-anak menjadi sedih ketika melihat Emon di penjara, karena dia mengajarkan bahasa cinta kepada anak, yang orang tua tidak bisa memenuhinya. Dia suka membantu anak dengan melayaninya ketika anak memiliki Pe Er, dia suka memberi hadiah “cilok” ketika mereka pengen jajan, dan dia suka memberi sentuhan kepada anak, ketika di usia mereka, bukan sentuhan yang mereka dapatkan, bahkan justru kekerasan fisik yang mereka dapatkan.
Lantas, siapa yang perlu di salahkan ? Ketika dalam keluarga semua menuntut kesempurnaan. Istri pengen memiliki suami yang sempurna, yang bisa membantu meringankan sedikit saja pekerjaan rumahtangga. Suami menuntut memiliki istri yang sempurna, yang bisa ta’at dan patuh serta melayani semua kebutuhannya. Sedangkan anak pun seperti itu juga, memiliki keinginan yang sama, diperhatikan orang tuanya, disayangi orang tuanya, semua kasih sayang tercurah padanya.
Ya, ilmu berkeluarga memang perlu di pelajari, karena membentuk keluarga bahagia memiliki pemahaman bahwa dasar kokohnya keluarga adalah ibadah kepada Robbnya, sehingga ia datang dari hati yang bersih dan jiwa yang senantiasa menetapi kesabaran dan rasa syukur yang mendalam. Jika, sedikit saja meluangkan waktu untuk belajar kembali makna berkeluarga, in syaa Allah segala rintangan, hambatan dan ujian dalam kehidupan mengarungi biduk rumah tangga, akan segera teratasi, tentu saja semuanya bersandar kepada kedekatan kita dengan Allah yang Maha Pemberi Hidayah.
Wallahu A’lam BishShowab.
Pojok Omahku, 13 Februari 2020, 21:00
~ Menulis untuk Menebar Ilmu ~
#KecewaDalamKeluarga
#Psikologi Keluarga
#4121X13
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Oce, sip
Tuntutan kesempurnaan yg tidak bisa sepenuhnya diberikan ...inilah kwhidupan dalam berkeluarga..menarik bu...
Yup.. Bener bu