Mungkinkah?
Lama-lama saya hafal juga lirik lagu yang sering terdengar itu. Enak juga. Lagu dari grup band baru saat itu, katanya. Tidak secara sengaja saya sering dengar dari ruangan lain sebelah atas di tempat kerja: laboratorium warna.
Tahun 1997. Genap setahun saya jadi buruh di sebuah perusahaan tekstil. Setahun juga saya harus berdamai dengan hati. Senyampang ada kesempatan, jalani saja! Begitu kira-kira prinsip yang 'terpaksa" mesti dipegang.
Hal wajar kiranya bila sebelumnya saya memimpikan sebuah pekerjaan enak dengan penghasilan besar. Lain dari itu, berpenampilan "gagah" dan rapi, serta kerja di ruangan serbabersih dan wangi. Itu kelakar yang kerap kami jadikan bahan obrolan saat SMA.
Diterima jadi buruh pabrik ternyata harus melalui perjuangan yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Rangkaian tes (tulis dan lisan) serta kepemilikan ijazah minimal SLTA yang jadi prasyarat pelamar ketika itu. Alhasil, pelamar yang hanya memiliki ijazah di bawah itu hanya bisa gigit jari.
Hari demi hari saya jalani sebagai buruh pabrik. Kerja pagi, siang, dan malam jadi aktivitas yang saya nikmati sebagai sebuah anugerah saat banyak sebaya saya yang menganggur.
Dua puluh empat tahun lalu, saat saya nikmati lirik-lirik lagu dari grup band stinky itu, saya membayangkan jadi sosok lelaki dalam lagu tersebut. Saya 'kan pergi jauh untuk belajar lebih tinggi; meninggalkan seseorang yang jadi tambatan hati. Air mata kami sebagai bukti komitmen hati. Duh ... imajinasi perpisahan yang tak ayal membuat saya jadi sosok melankolis saat itu. Hehe.
Saat sekarang saya nyanyikan (lagi) lagu tersebut, sudah pasti tak'kan sebagus penyanyi aslinya, Andre Taulani. Namun, bukan itu yang hendak saya ceritakan di sini. Ya, lirik lagu itu telah membawa saya pada penggalan perjalanan hidup yang amat kontradiktif dengan harapan kala itu.
Hari ini, tafsiran sohihnya kira-kira begini:
itulah caranya Tuhan mempertunjukkan kepadaku keluasan kasih tanpa pilih; kelapangan sayang tanpa berbilang. Apa yang kaumimpikan, tak usah kau singkirkan dari pikirmu. Selama kakimu berpijak di atas bumi teruslah melangkah untuk meraihnya. Tak ada yang mustahil selama bumi belum menimbunmu.
***
Mungkinkah
oleh: Stinky
Tetes air mata basahi pipiku
di saat kita kan berpisah
terucapkan janji padamu kasihku
takkan kulupakan dirimu
Begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
Mungkinkan kita kan slalu bersama
walau terbentang jarak antara kita
Biarkan kupeluk erat bayangmu
tuk melepaskan semua kerinduanku
Lambaian tanganmu iringi langkahku
terbersit tanya di hatiku
akankah dirimu kan tetap milikku
saat kembali di pelukanku
Begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
Mungkinkan kita kan slalu bersama
walau terbentang jarak antara kita
biarkan kupeluk erat bayangmu
tuk melepaskan semua kerinduanku
Kau kusayang
slalu kujaga
takkan kulepas selamanya
Hilangkanlah
keraguanmu pada diriku
di saat kujauh darimu
:Picung Gede, 14 Syawal 1442 H
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap Pak, dengan lagu Stinky. Mungkinkah? Semua mungkin jika Tuhan Berkehendak. Sukses selalu ya Pak.
InsyaAllah, Bu. Terima kasih.