#TantanganGurusiana hari ke-50

Dulu aku acuh tak acuh mendengar keluhan saudaraku tentang susahnya dapat pekerjaan tetap. Kini, aku sendiri yang merasakannya. Terbersit dalam benakku penyesalan menolak tawaran kuliah dari ibuku. Sebenarnya, aku bukan tak mau kuliah. Namun, kasihan juga bila orang tuaku sampai harus menjual sawah untuk biayanya. Aku tak tega. Tak menjamin selesai kuliah dapat pekerjaan sesuai harapan mereka. Mending bisa sampai lulus. Kalau mogok tengah jalan? Pusing, ah.

Pikiranku melayang pada berbagai kemungkinan ke depannya. Kepalaku pusing tak karuan. Hampir saja terlupakan untuk turun dari mobil yang kutumpangi. Langkah pulangku tak semangat. Berat rasanya kaki ini kembali ke rumah tanpa berita gembira. Bukan baru kali ini hal ini kualami. Sepuluh menit langkahku, sampai juga di rumah. Kujatuhkan badan di pembaringan. Menatap garis-garis plafon kamarku. Pandanganku makin nanar.

Besoknya datang lagi surat. Ibuku mengabarkan. Entah, surat apalagi? Paling-paling panggilan wawancara lagi? Malas. Sebelum kuterima, semangatku membacanya sudah hampir lenyap. Eh, surat pribadi ternyata. Pikiranku menduga-duga. Tak ada nama dan alamat pengirimnya. Pelan-pelan kubuka amplop berwarna putih kebiru-biruan itu. Selembar kertas putih dengan motif burung berwarna pink di sisi atas-kanannya. Beberapa kali kuulangi membacanya pada posisi berbeda: tiduran, duduk, berdiri. Seraut wajah manis mengganggu pikiranku. Aku tersenyum. ***