Rosnadeli Kartini S

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tak Seindah Senja Di Purnama (Bagian 3)

Tak Seindah Senja Di Purnama (Bagian 3)

“Mbak Nirmaaa! Tunggu.” Suara itu semakin jelas terdengar, saya menoleh ke belakang dan tiba-tiba tertegun. Bukankah itu Pak Rian?

Sinar lampu jalan mampu memperjelas pandangan saya. Tak salah lagi, itu adalah tangan kanan Pak Bos. Saya ingat betul rambut ikalnya yang selalu menjumpai di dahi seperti Superman. Saya mengigit bibir lalu berusaha menetralkan degup jantung.

“Ya ampun larimu kencang banget, sudah seperti atlet lari jarak dekat saja,” katanya sambil menyeka wajah. Dia melepaskan kaca matanya lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku. Napasnya sama tak beraturan dengan napas saya.

Saya membelalakkan mata, tidak menyangka Pak Rian akan mengejar-ngejar saya. Beginikah rasanya dikejar para penggemar? Saya tersenyum dalam hati.

“Saya baru dihubungi Pak Bos, disuruh mengantarkan tamu kehormatannya ke penginapan.”

“Kamu, sih, pakai pergi saja dari acara tadi. Padahal, Pak Bos tadi mau ajak foto bersama. Kamu sudah lari.” Pak Rian masih mengatur napas tanpa memberikan saya berkomentar.

“Ayo, saya antar. Sudah malam, besok kamu bisa langsung pulang ke Dumai. Transportasi sudah disiapkan, tinggal pilih mau naik mobil kantor, bus umum, atau saya lagi yang antar,” ucap lelaki manis itu sambil mengedipkan mata.

Saya mengentakkan kaki lalu memutar badan, berbalik ke arah asal. Mendengar dia berusaha merayu saya jadi kesal. Padahal hati saya sedikit berbunga. Saya berjalan pelan, masih terdengar suara tawa lelaki itu.

“Eh, mau ke mana, Nona Cantik?”

Saya menghentikan langkah dan menunggu pernyataan lanjutan.

“Mobil saya di sebelah sana.” Pak Rian kembali tertawa.

“Gitu, dong, kamu jalan di belakang saya saja, biar enggak ketahuan kalau lagi malu.”

Saya kembali mengentakkan kaki sambil menahan senyum. Lelaki ini perlu diberi pelajaran. Namun, bukan kali ini. Lihat saja nanti.

**

Lelaki menurut saya adalah makhluk paling asing di muka bumi. Sejak kecil saya hanya mengenal perempuan dalam membesarkan saya : Nenek dan Mamak. Bapak saya—menurut cerita Nenek—telah meninggalkan Mamak ketika umur saya masih sembilan bulan dan saat itu Mamak tengah mengandung anak kedua. Semenjak itu, tak ada lagi laki-laki berjasa dalam kehidupan saya.

Kata Nenek lagi, Bapak kepincut perempuan lain dan menghilang bagai ditelan bumi. Mamak sempat stres dan mengurung diri sampai mengalami keguguran untuk kehamilan keduanya.

Begitulah, bahkan di sekolah, saya tak mau berteman dengan laki-laki. Pernah sewaktu SMA, ada teman laki-laki yang selalu mengekori kemana saya pergi. Rizki, namanya. Berpura-pura meminjam buku hanya untuk dapat mengobrol dengan saya. Tentu saya tahu trik omong kosong itu. Saya melaporkan ke Nenek, agar beliau memberitahukan ke Nenek si Rizki bahwa saya tidak suka. Kebetulan Nenek Rizki dan Nenek saya merupakan satu tim dalam wirid yasin di kampung.

Nenek menatap saya tak percaya lalu berujar, “ Alhamdulillah, Nir, ternyata cucu Nenek laku juga.”

Saya membelalakkan mata tak percaya dengan tanggapan Nenek.

“Rizki itu anak baik, dari neneknya, ibunya, pamannya, semua Nenek kenal. Enggak usah marah dengan dia. Bobot beberapa bibitnya sangat jelas.” Nenek berujar sambil menahan senyum. Dengan cepat saya meninggalkan Nenek yang langsung tertawa.

Bagaimana tanggapan Mamak?

Oh, ibu saya itu, tak peduli dengan perkembangan saya. Dia sepertinya hidup hanya untuk bekerja. Mamak adalah pegawai negeri yang bekerja di kantor walikota. Setiap pagi dia pergi dan pulang saat malam. Padahal, semua orang tahu jam dinas hanya sampai sore hari. Itu semua Mamak lakukan untuk mengusir bayangan Bapak dari ingatannya. Karena, kata Nenek, saya begitu mirip dengan Bapak. Apalagi kalau lagi tertawa.

Hal itu sampai berpengaruh kepada nama saya, Mamak mengganti nama saya menjadi Nirma dari awalnya Nurma ; yang merupakan gabungan antara nama Mamak dan Bapak ; Nurdin dan Maya.

Ah, saya jadi rindu dengan Nenek. Apa tanggapan Nenel bila sekarang ada laki-laki yang rela mengejar-ngejar cucunya di kala malam.

#Tantangan_gurusiana365

#Day21

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

salam literasi

27 Jan
Balas

Salam literasi juga, Bu. Terimakasih

28 Jan

cerpennya apik... keren

28 Jan
Balas

Terima kasih, Pak Siswandi

28 Jan
Balas



search

New Post