Tak Seindah Senja Di Purnama
“Cepat kemari atau sampaikan sesuatu kepada beliau.”
Saya mendengar seolah ponsel telah berganti tangan dan terdengar helaan napas yang berat berulangkali. Saya menunggu tetapi tak ada ucapan dari seberang. Pikiran saya melayang-layang,
“Halo ... Bu, sebentar lagi, ya. Ini lagi nunggu Ojol.”
“Hai Nona Tukang Tidur, kenapa kamu selalu menyusahkan saya. Proposal kamu tertinggal di dalam mobil.”
Saya menepuk dahi berulangkali saat menyadari bahwa itu adalah Pak Rian. Saya tidak dapat membayangkan, dia berkendara dengan kecepatan penuh hingga bisa menyusul kendaraan umum. Sungguh perjuangan yang luar biasa.
“Ooo ... terimakasih,” jawab saya pelan. Hanya jawaban itu yang dapat saya beri. Astaga, kenapa saya seteledor itu.
“Cepat ke sini, Ibu enggak tahu harus ngomong apa.” Tampaknya ponsel sudah di tangan Bu Santi. Saya bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya yang kikuk. Tanpa sadar saya tersenyum terlebih mengingat jika di rumah Bu Santi masih ada Ibu mertuanya. Pasti keadaan tidak segelintir yang saya pikirkan.
**
Kalian tahu bahwa perasaan itu bagai awan yang mudah berubah bentuk jika ditiup angin. Secepat itu dia bergerak lalu pergi tanpa meninggalkan jejak. Begitulah setidaknya yang saya rasakan. Rasa senang, sedih, kecewa, bahagia itu hanya terbentuk dari gumpalan pikiran di otak. Jika tuas kendali sudah ditemukan, maka perubahan rasa itu bisa dikendalikan. Ah, tetapi itu semua tentu saja hanya teori. Tak mudah untuk mempraktikkannya. Bukan hanya mempraktikkan tetapi melalui setiap langkahnya jauh lebih berat.
Pikiran saya melayang-layang persis seperti debu di jalanan. Satu sisi saya tertawa mengingat kebodohan saya, satu sisi saya ragu dengan apa yang dilakukan Pak Rian. Apakah semua murni karena niat pribadi atau karena tunjuk ajar Pak Bos? Bisa saja dia membiarkan proposal itu tetap tertinggal di dalam mobil dan melaporkan bahwa rekan kerjanya ternyata seorang yang tak bertanggung jawab. Atau, bisa saja dia pura-pura tidak tahu bahwa proposal itu tertinggal dan melanjutkan rencana kencannya. Namun, dia memilih untuk mengantarkan kembali ke alamat.
Ojek online yang saya tumpangi ini, melaju sesuai perintah saya : cepat dan tepat. Saya tiba di muka rumah Bu Santi tepat ketika Pak Rian tengah menikmati minuman dan cemilan yang disediakan Bu Santi, tentu di sebelahnya telah di temani oleh Nek Yan, Ibu Mertua Bu Santi.
Saya dapat merasakan kecanggungan di antara keduanya tetapi tak ada yang dapat menghentikan Nek Yan bicara.
“Panjang umur kamu, Nir, ini calon suami kamu sudah datang dari tadi ... sudah bawa proposal nikah,” ujar Nek Yan tanpa beban lalu mengumbar senyum. Perempuan sepuh itu menyambut saya lalu mengantar saya tepat ke hadapan Pak Rian.
#Tantangan_gurusiana365
#Day30
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar