Oleh: Rosmalinda Aziz, S.Pd

Keadaan Minah semakin memburuk. Ia sakit. Pekerjaan di kantor semakin banyak. Ia, orang kepercayaan pimpinan. Banyak pekerjaan yang bisa ia lakukan dengan hasil yang memuaskan. Sehingga pimpinan selalu memberi tanggung jawab yang besar padanya. Tepatnya tanggung jawab yang berat. Berat karena Minah tidak diberi kesempatan untuk istirahat sejenak. Masa cuti pun ia diberi beban kerja.

Hampir tiap hari ia larut dalam kerjanya. Kerja yang tidak selesai akan dibawa pulang dan dikerjakan hingga dini hari. Selesai satu pekerjaan datang lagi pekerjaan berikutnya. Kerja silih berganti. Hingga Minah ngedrop. Ia butuh istirahat. Keesokan harinya ia tidak bisa hadir kerja. Meskipun pimpinan tahu, Minah sakit, ia masih memberi beban kerja. Padahal pekerjaaan tersebut bisa dikerjakan oleh pekerja yang lain. Ia sudah mencoba menolak tapi pimpinan tidak menanggapinya. Karena keadaan Minah yang sudah tidak kuat lagi, akhirnya ia mengabaikan pekerjaan itu.

Ketika keadaan Minah sedikit membaik, ia pergi kerja. Pimpinan menanyakan hasil kerja yang ia berikan waktu itu. Minah kecewa, pimpinan bukan menanyakan tentang kesehatannya tapi malah pekerjaan. Minah mengatakan pekerjaan itu tidak ia kerjakan. Mendengar Minah tidak mengerjakan pekerjaan tersebut, pimpinan marah sekali. Ia membentak dan meminta hasil kerja tersebut harus selesai siang itu juga. Minah beranjak dari ruang pimpinan dan kembali ke tempatnya. Siang hari, Pimpinan mencarinya. Bukan Minah yang ditemui tapi secarik kertas bertulis “Saya, Minah Astuty menyatakan berhenti dengan alasan tidak ingin memiliki pimpinan yang tidak berempati pada bawahannya.” Di bawah tulisan tersebut tertulis pula dengan huruf kapital ukuran besar SAYA BUKAN ROBOT.

=====================

Prayon, 19 Februari 2021