Romdonah Kimbar

Guru SD yang suka membaca, sedang belajar menulis, ingin menularkan virus membaca dan menulis kepada anak sendiri dan anak didik ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sabar, Ya! (7)

Sabar, Ya!

Bis melaju dengan kecepatan yang bertambah setelah keluar dari terminal. Penumpang yang sudah penuh, bahkan bisa dibilang penuh sesak memungkinkan Pak sopir menambahkan kecepatan bus. Bus tidak perlu menambah penumpang lagi selama dalam perjalanan. Penumpang yang tidak mendapat tempat duduk yang naik di terminal pasti mempunyai alasan mengapa mereka nekat naik tanpa tempat duduk. Mereka ingin segera jumpa dengan keluarga mereka di rumah.

Waktu terus bergulir. Hampir tiga puluh menit bus meninggalkan terminal. Suasana penuh sesak dan udara pengap dalam bus menggagalkan rasa kantukku untuk terlelap dalam perjalanan. Biasanya aku tertidur dalam kendaraan apalagi kondisi fisik yang terlalu lelah. Tetapi kali ini, aku tidak bisa. Kulihat bapak mertuaku sudah terlelap, nyenyak sekali. Kepalanya tak lagi tegak, tetapi menyender di dekat jendela. Untung saja jalan yang dilalui bus sungguh mulus, tak ada yang berlubang. Tidak seperti jalan yang menuju kampung tempat tinggalku. Beberapa kilometer jalan menuju kampung memang sudah beraspal meskipun sudah agak rusak di sana-sini. Tetapi selebihnya jalan itu baru dibuat jalan rolak.

Untuk mengusir sepiku dalam kesumpekan, aku mengambil kembali ponselku yang tadi aku masukkan di kantung celana pendekku yang aku kenakan. Aku merasa lebih nyaman mengenakan celana pendek daripada celana panjang. Lebih santai. Sama seperti ketika aku di perantauan di Kalimantan. Saat sedang melaksanakan tugas, aku memang harus memakai seragam satpam lengkap. Baju setelan super ketat lengkap dengan sabuk besar yang juga terasa berat, menekan keras perutku yang agak melebar. Topi seragam dan sepatu kulit yang menutup betisku bagian bawah. Semua terasa menekan volume tubuhku yang semakin hari semakin bertambah saja. Mungkin, kalau seragam itu sekarang aku kenakan, aku bisa bernafas lega karena kedodoran.

Aku hidupkan ponselku. Aku kirim pesan ke ponselnya Rino, anak pertamaku. Dia sudah berada di rumah karena liburan sekolah sudah dimulai sejak Jumat, tiga hari yang lalu setelah penerimaan buku raport kenaikan kelas. Rino sudah duduk di bangku SLTA kelas IX.

“Mungkin Ayah sampai rumah usai Isya. Ini baru saja keluar dari terminal. Nanti kalau sudah hampir sampai ayah kabari lagi.”

Tanpa menunggu balasan dari Rino, aku segera buka pesan dari Maya. Maya, perempuan yang kukenal empat tahun lalu melalui facebook. Maya berteman dengan Sapto, teman sekelasku, saat aku duduk dibangku SMP berpuluh tahun yang lalu. Almamater kami sama hanya berbeda tahun, beberapa tahun sebelumnya.

“Selamat bertemu dengan keluarga. Semoga bahagia.”Itu pesan pertama yang terkirim pukul 16.30.

Ada lagi pesan berikutnya yang terkirim lima menit setelah pesan pertama. “Kali ini aku tidak perlu menangis. Aku akan tersenyum karena kamu bahagia bersama keluargamu.”

Setelah membaca kedua pesan itu, aku tiba-tiba merasa sangat rindu pada Maya. Aku merasa bersalah. Betapa tidak! Biasanya kami tidak pernah melewatkan hari tanpa bertukar kabar berita. Meskipun hanya sekadar menyapa. Tetapi beberapa hari terakhir ini aku benar-benar tidak bisa memenuhi permintaannya untuk membalas pesannya dengan segera. Bahkan keinginannya mendengar suaraku lewat telpon pun aku abaikan, apalagi panggilan video. Mana mungkin!

“Sabar, nggih!” Aku mengirim pesan singkat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kalau sehari bisa satu episode, berarti 30an episode. sepertinya belum Bu latifah. Mungkin 1,5-2 bulan baru selesai Masukannya dong Bu Latifah. Kalau ceritanya semacam itu, nyambung nggak sih? Alurnya maju mundur sih

19 Jun
Balas

hmmmm....makin penasaran.... saya mbuka lg sebulan ke depan sfh selesai belum Bu Rom?

19 Jun
Balas

Wah bersambung bu Rom,? makin penasaran. Ditunggu episode berikutnya bun. Ini baru bisa buka Bun, seharian signal lagi kurang bersahabat

19 Jun
Balas

iya, embrio novel

19 Jun

Lanjutan yang kemarin ya bun?

19 Jun
Balas

Mulai dari yang Penasaran

19 Jun



search

New Post