Rohit Yoben Sibarani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kehidupan Agama Yahudi Pada Abad Ke-1 Masehi

BAB I

PENDAHULUAN

Pada abad pertama Masehi, kehidupan agama Yahudi merupakan bagian integral dari lanskap budaya dan politik di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi. Agama Yahudi memiliki sejarah yang kaya dan kompleks, dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa penting seperti kejatuhan Kerajaan Israel kuno, pembuangan di Babel, dan pemulihan di bawah kepemimpinan tokoh-tokoh seperti Ezra dan Nehemia.

Pada masa itu, Yerusalem dan Bait Suci menjadi pusat spiritual dan politik bagi masyarakat Yahudi. Bait Suci, terutama, menjadi simbol keberadaan mereka di bawah kekuasaan Romawi yang semakin memperkuat pengaruh agama Yahudi dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, kehidupan agama Yahudi pada abad pertama Masehi juga diwarnai oleh konflik internal dan eksternal. Pertentangan antara faksi-faksi dalam masyarakat Yahudi, seperti Saduki dan Farisi, mencerminkan perdebatan teologis dan politik yang mendalam. Sementara itu, interaksi dengan budaya dan agama lainnya, terutama Kekristenan yang berkembang, memberikan tantangan baru bagi identitas dan praktik keagamaan Yahudi.

Pentingnya pemahaman ini terletak pada pemahaman tentang konteks historis, teologis, dan sosial yang membentuk kehidupan agama Yahudi pada abad pertama Masehi. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat menggali lebih dalam tentang peran dan pengaruh agama Yahudi dalam sejarah dunia kuno serta dampaknya yang masih terasa hingga hari ini.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Latar Belakang dan Sumber Keterangan

Keadaan orang Yahudi pada jaman Perjanjian Baru mengalami banyak perubahan. Hal itu tidak mengherankan, lebih-lebih kalau dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Timur Tengah antara tahun 1 dan 100 Masehi. Pada tahun 70 M, Bait Allah yang menjadi simbol dan pusat perhatian ke-Yahudi-an, hancur dengan membawa akibat-akibat yang hebat. Selama abad pertama itu para Rabi meletakkan dasar-dasar ke-Yahudi-an dalam bentuk yang baru. Dalam abad tersebut mereka berhasil membakukan tradisi ke-Yahudi-an serta meresmikan satu kanon Kitab Suci Yahudi. Pada waktu itu terjadi pertentangan antara ke-Yahudi-an melawan Romawi, yang pecah dalam bentuk serangkaian perang yang memakanan banyak korban. Pada waktu itu berkembang pula Pertentangan dengan ke-Kristen-nan. Pertentangan itu muncul dari pusat kepercayaan Yahudi, dan cukup menarik untuk diteliti lebih jauh.

Ke-Yahudi-an yang muncul dari suasana dan gejolak seperti itu ter- nyata merupakan ke-Yahudi-an yang kuat dan utuh sama seperti pada jaman sebelumnya. Sebuah sidang raya para Rabi berlangsung di kota Yamnia pada tahun 90 M. Sidang itu berhasil mempersatukan ke-Yahudi-an dalam menghadapi banyak tantangan. Sidang itu berhasil mengurangi perpecahan di antara mereka sendiri, serta memunculkan satu corak ke-Yahudi-an yang baru, yaitu ke-Yahudi-an rabinis, yang hidup terus sampai sekarang. Jadi selama abad pertama Masehi tersebut sebenarnya terdapat berbagai-bagai kelompok ke-Yahudi-an yang tersebar di mana-mana. Hal itu harus kita catat bersamaan dengan usaha kita memahami keadaan sejarah pada waktu itu.

Pertama, kita harus mencatat perbedaan antara ke-Yahudi-an Palestina dan ke-Yahudi-an Romawi (atau ke-Yahudi-an Perantauan). Ke-Yahudi-an Perantauan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ke- budayaan Yunani. Ke-Yahudi-an Palestina pun terpengaruh oleh kebudayaan Yunani. Tapi perbedaan tersebut makin terasa menyolok, kalau diingat bahwa ke-Yahudi-an Perantauan harus melakukan semua kegiatannya de- ngan bahasa Yunani (karena mereka tidak mengerti bahasa Ibrani), dan jauh dari Bait Allah di Yerusalem.

Kedua, masing-masing kelompok ke-Yahudi-an tersebut masih terbagi- bagi lagi ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Di dalam ke-Ya- hudi-an Palestina kita temukan adanya kelompok Farisi, Saduki, Esseni, Zelotes, dan lain-lain. Juga ada kelompok yang terpelajar, melek-huruf, dan kelompok kurang terpelajar, bahkan buta huruf. Di dalam ke-Yahudi-an Perantauan ada kelompok-kelompok yang menganggap diri murni Yahudi, kelompok campuran, bahkan mungkin kelompok gnostik yang menganut filsafat Yunani.

Sampai sekarang masih sulit untuk memperoleh keterangan yang leng- kap dan terperinci mengenai kelompok-kelompok kecil tersebut. Masalah- nya adalah bahwa kita tidak memiliki keterangan yang baik untuk kelom- pok-kelompok tersebut. Dan di dalam uraian yang berikut kita hanya ingin menyajikan hal-hal umum yang dapat kita ketahui dari sumber-sumber keterangan yang ada.

i. Tulisan-tulisan para Rabi yang kita ketahui, terdiri dari dua ke lompok. Kelompok pertama yaitu MISHNA, yaitu kumpulan hukum-hukum agama Yahudi yang ditulis kira-kira pada akhir abad ke-2 Masehi. Kelompok kedua, yaitu GEMARA yang berisi uraian atau diskusi tentang Mishna. Kedua dokumen tertulis tersebut disebut TALMUD. Talmud pun ada dua versi, yaitu versi Babilon dan versi Palestina. Keduanya selesai ditulis pada abad 4 M. Kelompok ketiga yaitu TOSEFTA, yaitu kumpulan ucapan-ucap- an atau hukum-hukum yang tidak masuk dalam MISHNA. TOSEFTA ter sebut terdiri dari ayat-ayat, dan masing-masing ayat atau ucapan disebut BARAITA. Kelompok keempat yaitu MIDRASH, yaitu tafsiran terhadap Kitab Suci Yahudi. Tafsirannya kadang-kadang bersifat legalistis, tapi ka dang-kadang juga merupakan uraian penjabaran dari TEXT Kitab Suci yang bersangkutan.

Dokumen-dokumen tersebut memang sangat penting dan bersifat his toris. Tetapi sayang bahwa dokumen-dokumen itu sama sekali tidak berisi hal-hal yang bersangkutan dengan sejarah. Dokumen-dokumen itu hanya berisi pemikiran agamaniah Yahudi. Oleh karena itu dokumen-dokumen tersebut tidak membantu usaha kita untuk me-rekonstruksi peristiwa se jarah pada waktu itu atau sebelumnya.

ii. Untuk memperoleh pengetahuan sejarah waktu itu kita sangat ber- gantung kepada ahli sejarah Yahudi yang bernama Yosefus. Yosefus hidup antara tahun 37-100 Masehi. Dia berhasil menulis dua buku yang sangat penting, yaitu Sejarah Perang Yahudi (atau dalam bahasa Inggris, History of the Jewish War) dan Khasanah Kuno Yahudi (Jewish Antiquities). Kedua buku itu mengungkapkan suatu gambaran yang unik tentang perkembangan- perkembangan yang pernah terjadi dalam diri bangsa Yahudi selama 75 tahun pertama dalam permulaan abad Masehi itu. Meskipun demikian, harus- lah dicatat bahwa kedua buku tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan yang serius. Hal itu terjadi karena Yosefus sebenarnya adalah seorang pem- bantu kaisar Flavius, sehingga ia harus sangat berhati-hati di dalam menulis- kan segala sesuatu mengenai ke-Yahudi-an/bangsa Yahudi. Diapun harus memperhitungkan posisi dirinya sendiri, yang selama itu dianggap peng- khianat oleh orang-orang Yahudi. Jadi dalam buku tersebut tentu terdapat tendensi tertentu. Selanjutnya kita catat juga bahwa Yosefus tidak berkata apa-apa tentang ke-Yahudi-an setelah tahun 66 M. Jadi kita tidak mem-punyai keterangan apa-apa mengenai perkembangan ke-Yahudi-an yang memuncak pada sidang raya Yamnia tahun 90 Masehi.

iii. Selanjutnya, pengetahuan kita tentang sejarah abad pertama Ma-sehi tersebut, secara langsung atau tidak langsung, banyak sekali bersumber pada kekristenan. Hal itu nampak jelas dalam hal ke-Yahudi-an Helenis atau ke-Yahudi-an yang sudah sangat dipengaruhi oleh Filsafat dan kebudaya- an Yunani. Gereja Kristen kuno-lah yang telah berjasa menyimpan karya- karya tulis Yosefus dan Philo dari Alexandria (Philo lahir tahun 20 S.M.). Kalau tidak, maka karya-karya besar tersebut akan hilang dan tak dike- tahui selama-lamanya. Nasib yang sama akan dialami juga oleh tulisan-tu- lisan Yahudi yang sekarang kita kenal dengan nama kelompok Apokrif. Kekristenan kuno juga berjasa menyimpan tulisan-tulisan kuno yang ber- sifat apokaliptis yang berasal dari jaman antara Perjanjian Lama dan Per- janjian Baru. Hal itu penting, lebih-lebih kalau kita ingat, bahwa hampir semua tulisan para Rabi tidak mempunyai sifat apokaliptis seperti itu. Tulis- an para Rabi pada waktu itu kebanyakan bersifat eskatologis. Semuanya itu menimbulkan pertanyaan tentang berapa luas dan mendalamnya penga- ruh pengharapan-pengharapan apokaliptis bagi masa depan pada abad per- tama Masehi itu. Apakah pengharapan apokaliptis itu merupakan peng- harapan umum yang tersebar di segenap lapisan masyarakat, ataukah hanya terbatas pada kelompok kecil tertentu saja. Tetapi karena kita tidak me- ngetahui banyak tentang para penulis dokumen-dokumen tersebut, maka jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut pun tidak jelas.

iv. Sumber-sumber keterangan yang berasal dari ke-Kristenan mem- berikan keterangan yang cukup banyak tentang ke-Yahudi-an. Sumber yang utama adalah Perjanjian Baru. Perjanjian Baru sering kali menjadi satu-satu- nya sumber yang dapat memberikan keterangan tentang kegiatan orang- orang Yahudi serta administrasi pemerintahan Romawi pada abad pertama Masehi itu. Namun demikian, masih agak sulit bagi kita untuk mengatakan, bahwa keterangan-keterangan tersebut seluruhnya dapat dipercaya secara historis. Keterangan tentang ke-Yahudi-an yang diberikan oleh paruhan kedua dari kitab Kisah Rasul biasanya dianggap dapat dipercaya. Tetapi keterangan yang diberikan oleh paruhan pertama dari kitab Kisah Rasul menjadi persoalan. Sedangkan dari kitab-kitab Injil, kita memperoleh kesan adanya tendensi tertentu dalam keterangan mereka tentang ke-Yahudi-an abad pertama Masehi. Sebagai contoh, umpamanya, keterangan mengenai orang-orang Farisi. Di dalam Injil Matius kita temukan keterangan yang sangat dipengaruhi oleh adanya pertentangan antara orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi, menjelang akhir abad pertama itu. Selanjutnya, dalam beberapa hal tertentu kitab-kitab Injil tersebut malah memberikan kesan, bahwa para penulisnya seolah-olah tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ke-Yahudi-an. Contohnya ialah tentang Bait Allah. Kalau kita membaca kitab-kitab Injil, maka kita tidak memperoleh gambar- an apa-apa tentang Bait Allah itu. Penulis kitab-kitab Injil seolah-olah tidak mengetahui Bait Allah, dan karena itu mereka tidak berkata apa-apa ten- tang Bait Allah tersebut. Baru di dalam surat-surat Paulus kita memperoleh keterangan tangan pertama tentang alam pikiran Yahudi pada abad pertama itu. Pauluslah yang secara panjang lebar membeberkan cara dan alam pikir- an ke-Yahudi-an itu.

v. Akhirnya, sumber keterangan yang cukup kaya adalah hasil-hasil kegiatan arkheologis di Palestina, dengan dua penemuannya yang besar yaitu Qumran dari Masada. Penggalian dan kegiatan arkheologis di Qumran telah menghasilkan banyak keterangan, baik yang berupa benda-benda kuno maupun tulisan-tulisan persekutuan Qumran sendiri, yang kemudian dikenal dengan nama Naskah-naskah Laut Mati (the Dead Sea Scrolls). Pe- nelitian terhadap hasil penggalian Qumran dan Naskah-naskah Laut Mati tersebut, telah mengungkapkan kehidupan persekutuan Qumran yang ber- sifat ke-Yahudi-an yang berasal dari abad ke-4 S.M. sampai abad pertama Masehi. Sedangkan di Masada ditemukan bekas reruntuhan sebuah ben- teng. Benteng itu dahulu adalah bekas salah satu istana Herodes, yang di- rebut oleh orang Yahudi. Sebelum hancur pada tahun 73 Masehi, benteng tersebut merupakan pertahanan terakhir dari kelompok Yahudi militant dalam perlawanan mereka menentang kuasa Romawi. Di Masada itu di. temukan pula naskah asli kitab Sirah (Eklesiastikus) dalam bahasa Ibrani. Sebelumnya, kitab Sirah itu ada hanya dalam terjemahannya, yaitu dalam bahasa Yunani yang disimpan oleh Gereja Kristen kuno.

Ada persoalan yang muncul berhubungan dengan Qumran dan Masada. Persoalan itu ialah Sampai berapa jauh hubungan antara Qumran dan Masada? Apakah keduanya makin memperjelas pengetahuan kita tentang ke-Yahudi-an abad pertama? Kalau ada satu hal atau pokok yang makin terang, maka bermunculanlah pertanyaan dan persoalan tentang pokok atau hal lain yang sama sekali tidak jelas.

Berdasarkan kenyataan akan langkanya sumber keterangan, seperti yang diuraikan di atas, maka uraian kita selanjutnya hanya akan bersifat umum dan apa-adanya. Pengetahuan yang sedikit adalah lebih baik dari pada tidak ada sama sekali. Dan yang sedikit itu kiranya akan membantu kita semua untuk memahami latar belakang Perjanjian Baru, serta untuk menjalin hubungan baik dengan semua pihak yang bersangkutan.

2. Bait Allah

Bait Allah di Yerusalem adalah pusat resmi peribadatan Yahudi, pusat peziarahan dan simbol identitas ke-Yahudi-an yang utama. Meskipun teo- Yahudi makin menekankan pemahaman terpisahan Allah dari bumi/manusia, namun mereka tetap menganggap mpat tinggal Allah. Bahkan menjelang kehancurannya Bait Allah sebagai tempat ah orang-orang Yahudi masih menyatakan kepercaynya mereka bahwa Allah sendiri akan melindungi Bait Allah sehingga tidak akan hancur.

Bait Allah yang ada pada abad pertama Masehi adalah Bait Allah yang ketiga yang dibangun di atas reruntuhan yang dahulu. Bait Allah yang per- tuma adalah yang dibangun oleh Salomo. Bait Allah pertama tersebut di- hancurkan oleh Babilon pada tahun 587 S.M. Bait Allah yang kedua ialah yang dibangun pada jaman Ezra-Nehemiah. Bait Allah kedua itupun hancur. Lalu dibangunlah Bait Allah yang ketiga. Atas restu Herodes yang Agung pembangunan Bait Allah yang ketiga itu mulai pada tahun 20 S.M. Bentuk dan arsitekturnya tentu saja dipengaruhi oleh bentuk dan arsitektur Romawi- Helenis. Sampai tahun 64 M pembangunan tersebut belum selesai, sehingga kemungkinan besar pada waktu dihancurkan pada tahun 70 M bangunan itupun belum 100% selesai.

Sekarang ini tidak ada sisa yang berarti dari reruntuhan Bait Allah tersebut. Yang tinggal adalah pelataran dengan tembok keliling yang tidak lengkap. Mengenai bentuk asli Bait Allah ketiga itu, kita mendapat beberapa keterangan dari buku karya Yosefus dan dari dokumen MIDDOTH, bagian dari MISHNAH. Keterangan itu mengatakan, bahwa Bait Allah tersebut terletak di atas bukit, di bagian tenggara Kota Lama Yerusalem yang se- karang. Bait Allah tersebut mempunyai pelataran yang luas, dan di sepan- jang temboknya terdapat serambi-serambi dengan tiang-tiang yang banyak dan megah. Setiap orang, termasuk orang non-Yahudi, boleh masuk ke halaman tersebut. Dan halaman itu memang tidak dimaksudkan khusus untuk tempat upacara keagamaan. Sama dengan tempat-tempat suci lain, maka Bait Allah pun dipakai untuk menyimpan barang-barang/benda-benda berharga. Transaksi perdagangan yang penting pun biasanya dilakukan disitu.

Di tengah pelataran tersebut ada satu bangunan yang dikelilingi oleh pagar tembok. Seluruh bangunan ini terletak lebih tinggi dari pelataran. Di pagar tembok tersebut ada sembilan pintu gerbang, yang bisa dicapai melalui lantai bertangga. Di pagar tembok tersebut terdapat tulisan yang melarang orang asing (non-Yahudi) memasuki pintu gerbang bangunan.

Tulisan tersebut sekarang telah ditemukan kembali. Tertulis dalam bahasa Yunani, yang terjemahannya kira-kira sebagai berikut:

'Orang asing dilarang keras melewati tembok batas atau memasuki pintu gerbang bangunan ini. Barangsiapa yang kedapatan melakukan pelanggaran, akan bertanggungjawab atas hukuman mati yang dikenakan kepadanya'.

Di sebelah timur dari bagian dalam bangunan itu terdapat pelataran khusus untuk wanita. Di situ jugalah mereka berjemaah dalam upacara kebaktian. kebaktian umum. Para wanita yang memasuki pelataran tersebut ditampung di beranda yang ada di sekeliling pelataran itu. Di tengah pelataran tersebut terdapat mezbah atau altar yang berbentuk terompet untuk menerima per sembahan korban. Di sebelah barat pelataran wanita tersebut terdapat lima belas anak tangga (trap) yang berbentuk setengah lingkaran. Tangga ter sebut menuju ke pelataran lain, yang letaknya lebih tinggi dari pelataran wanita. Pelataran di sebelah barat itu terbagi dua, yaitu pelataran Israel dan Pelataran Para Imam. Di pelataran itulah biasanya dilangsungkan upacara persembahan korban.

Akhirnya, di pusat Bait Allah itu terdapatlah Ruang Suci, yang ter- letak di atas pelataran yang paling tinggi. Pelataran Ruang Suci itu dihubung. kan dengan dua belas anak tangga (trap) dengan Pelataran Para Imam. Ruang Suci tersebut terdiri dari sebuah pendopo. Di pendopo ini terdapat benda- benda suci agama yang terbuat dari emas, tempat lampu yang bercabang tujuh, meja tempat roti-sajian dan sebuah altar/mezbah untuk membakar dupa/kemenyan. Di bagian dalam dari Ruang Suci tersebut terdapat satu pintu gerbang yang selalu tertutup kain gorden. Di belakang pintu gerbang itu terdapat ruangan, yang disebut Ruang Paling Suci. Ruang Paling Suci tersebut kosong tanpa isi apa-apa. Hanya Imam Besar atau Imam Agung saja yang boleh masuk ke situ, satu tahun satu kali, yaitu pada perayaan Hari Penghapusan Dosa.

Dengan demikian nampak bahwa makin tinggi "kadar kesuciannya, makin tinggi pula letak pelatarannya, dan makin hebat juga perhiasan yang dikenakan kepada bangunan yang bersangkutan. Seluruh bangunan Bait Allah tersebut terbuat dari balok-balok batu berwarna putih mengkilap. Siapapun yang memandangnya, tentu akan menghela nafas besar karena kagum dan hormat. Bahkan Yosefus melukiskan Bait Allah secara berlebih- an. la mengatakan bahwa bagian luar Bait Allah itu seluruhnya berlaris emas, sehingga pada waktu hari terang tak seorang pun dapat memandang- nya karena disilaukan oleh pantulan cahayanya. Selanjutnya Yosefus me-ngatakan, bahwa segera setelah Bait Allah itu dihancurkan pada tahun 70, maka pasaran emas di seluruh propinsi Syria menurun, karena emas yang ditawarkan sangat jauh melebihi permintaan. Harga emas jatuh hampir 50% lebih. Yah, meskipun Yosefus membesar-besarkan ceritanya, tetapi kita bisa membayangkan betapa hebat Bait Allah yang sesungguhnya itu.

3. Ibadah-Ibadah di Bait Allah

Landasan bagi penyelenggaraan ibadah di Bait Allah adalah kewajiban untuk mempersembahkan korban harian. Setiap pagi dan petang harus ada korban yang dipersembahkan kepada Allah atas nama seluruh umat Israel. Persembahan harian itu begitu pokok, sehingga tidak pernah terhenti meskipun Bait Allah sedang dalam proses pembangunan. Di dalam upacara persembahan korban itu ada kesuka-citaan yang tinggi. Bahkan orang-orang Yahudi tetap percaya, bahwa persembahan korban itu ada hubungannya dengan pengampunan dosa.

Persembahan korban umum selalu diselenggarakan dengan upacara yang panjang, lalu diikuti oleh upacara persembahan korban pribadi. Per- sembahan korban pribadi tersebut mencakup korban penebusan dosa dan korban-nazar (korban pemenuhan janji pribadi). Untuk kelancaran ber- langsungnya upacara-upacara tersebut maka seluruh wilayah Palestina di- bagi ke dalam 24 bagian, dan secara bergiliran masing-masing bagian men- dapat tugas di Bait Allah selama satu minggu (lih. Luk 1:8-9). Para Imam dan orang-orang Lewi yang bertugas pada minggu itu bertanggungjawab untuk menyelenggarakan dan melayani persembahan korbannya, sedang- kan wakil-wakil orang biasa yang bertugas waktu itu akan menjadi saksi dan mewakili seluruh umat. Di dalam upacara itu disembelih seekor anak domba yang berumur satu tahun dan yang tanpa cacat cela. Setelah penyem- belihan, menyusullah doa-doa; lalu kemenyanpun dibakar bersamaan dengan pembakaran anak domba korban tersebut. Pembakaran itu berlangsung secara sangat khidmat. Setelah itu para Imam mengucapkan berkat, dan para orang Lewi menyanyikan mazmur-mazmur yang telah dipilih, serta terompet atau sangkakala ditiup keras.

Pada hari Sabat dan hari-hari perayaan yang besar lebih banyak lagi jumlah dan macam korban yang dipersembahkan. Hari-hari raya yang pen- ting adalah Hari Perayaan Mingguan (atau Pentekosta), Hari Raya Pondok Daun (atau Tabernakel atau SUKKOTH, yang dirayakan setelah hari raya Penebusan Dosa), dan Hari Raya Paskah. Hari-hari raya penting itu berasal dari jaman kuno Israel. Dan di

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post