Kartini Dan AKI
Hari ini Senin, 21 April 2025 bertepatan dengan Hari Kartini. Gairah memperingati Hari Kartini yang diperingati pada tanggal 21 April setiap tahunnya semakin kesini semakin menurun, tertama di daerah perkotaan. Benarkah adanya anggapan bahwa masyarakat kita semakin kurang dalam menghargai tentang perjuangan Kartini dalam upaya menyetarakan kedudukan kaum hawa. Pada kesempatan ini penulis ingin mengulas kembali ngambil tulisan tentang Karini yang yang pernah penulis unggahn pada beberapa tahun yang lalu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa peran wanita pada jamannya, tidak lebih dari konco wingking (posisi di belakang) yang tidak jauh dari kasur, dapur dan sumur. Di kasur artinya, peran wanita pada saat itu hanya melayani kebutuhan biologis suami. Di dapur, berarti menyiapkan kebutuhan makan suami dan keluarga. Di sumur, adalah tugas wanita untuk mencuci pakaian para suami.
Kehadiran Kartini membawa secercah harapan, laksana fajar yang mengubah kegelapan malam menjadi siang yang terang benderang. Melalui berbagai buah pemikiran, tulisan, serta jalan hidup yang menginspirasi, Kartini meninggalkan makna tersendiri bagi wanita Indonesia. Setelah era Kartini, terlahir banyak sosok wanita Indonesia berjiwa Kartini dengan semangat dan perjuangan seperti Kartini di jamannya.
Perhatian Kartini kepada kaum perempuan, tidak hanya pada masalah pendidikan dan emansipasi semata. Lebih dari itu, Kartini juga sangat concern pada masalah kesehatan perempuan. Kartini sangat prihatin dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi. Dalam surat Kartini bertanggal 11 Oktober 1901 kepada sahabat penanya Estella Zeehandelaar, Kartini menceritakan bahwa di zamannnya setiap tahun ada sekitar 20 ribu perempuan meninggal saat melahirkan. "Dan 30 ribu anak lahir meninggal karena pertolongan bagi perempuan bersalin yang kurang memadai," kata Kartini dalam suratnya kepada Stella, saat dia mengabari mendapat tawaran sekolah bidan.
(https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/21/160300523/jadi-penyebab-wafatnya-kartini-angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih?page=all)
Dalam peringatan Hari Kartini ini, kita perlu refleksi dari sudut kesehatan para Ibu. Data dari Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada Maret 2022 menyebutkan Angka Kematian Ibu Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran (sebagai base line 2019) dan target yang harus dicapai pada tahun 2024 adalah 183 per 100.000 kelahiran hidup. Kenyataan menunjukkan, bahwa apa yang menjadi keprihatinan Kartini justru menimpa dirinya.
Kartini meninggal dalam usia muda (25 tahun), empat hari setelah melahirkan. Terlepas dari berbagai isu tentang kematiannya, hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan perempuan belum menjadi prioritas pada masa itu. Kasus preklamsia yang disinyalir menjadi penyebab Kartini wafat di usianya yang masih muda, adalah fakta nyata. Padahal prekamsia merupakan ganguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine-nya.
Seharusnya kondisi ini sudah terdeteksi selama kehamilannya, apalagi Kartini adalah seorang bangsawan. Sebagai penutup penulis ingin mengingatkan kepada kita semua, bahwa merayakan hari kelahiran Kartini itu penting sebagai momentum kebangkitan kaum perempuan, namun memperhatikan kesehatan perempuan tidak kalah penting.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Setuju, p Rochadi.
betul Bu
Tks admin