Rochadi Arif Purnawan

Lahir di Banyumas, 1965. Setamat SMA, melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta. Pendidikan S2 di selesaikan di Universitas Indonesia, program studi Ilmu Biologi Medis...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bolu Pisang dan Es Krim

Bolu Pisang dan Es Krim

Kisah ini saya dapat dari grup WA, entah siapa penulisnya. Karena kisahnya bagus dan inspiratif, saya coba unggah di blog ini dengan melakukan editing di beberapa bagian, dan mengganti nama tokoh dari aku menjadi Bu Darmi (orang ke tiga).

"Ma, kakak ranking satu, mana janji mama mau beliin es krim?" rengek Dika putra sulung Ibu Darmi.

Sejak pulang sekolah ia selalu saja menagih janji mamanya. Bu Darmi tidak menyangka kalau si sulung yang baru kelas dua SD akan meraih ranking satu. Saat berjanji, Bu Darmi hanya mengira paling putranya hanya akan masuk sepuluh besar saja seperti biasa.

"Sabar ya, Nak, tunggu mama gajian tanggal satu," janji Bu Darmi, padahal dia sadar bahwa tanggal satu saat gajian nanti, upahnya sebagai buruh cuci separuhnya akan habis untuk menyicil hutang pengobatan ketika almarhum suami sakit dulu.

Dika cemberut, dan Bu Darmi tahu bahwa putranya sangat kecewa. Sebenarnya, anaknya tida banyak menuntut, hanya sebuah es krim ketika ia ranking satu, seperti janji ibunya. Tapi bagi Bu Darmi, itu barang mahal.

“Ah seandainya saja Dika ranking dua atau tak usahlah ranking sekalian, ia pasti tak sekecewa ini.” Kata Bu Darmi dalam hati.

Keterpurukan hidupnya bermula ketika suami yang tiap hari bekerja sebagai buruh bangunan kecelakaan dan lumpuh. Tiap Minggu harus bolak balik kontrol ke rumah sakit, walau menggunakan BPJS, namun kerepotan ini tetap membutuhkan biaya hingga hutang pun menumpuk.

Ketika suaminya akhirnya pergi selamanya, hutang-piutang pun berdatangan meminta haknya untuk dilunasi.

Bu darmi hanya bisa pasrah, memohon kepada si pemberi hutang agar memberi kelonggaran untuk membayar dengan menyicil.

Bukan Bu Darmi tak mau bekerja lebih giat lagi, namun selain Dika, dia juga memiliki Anita putri bungsunya yang masih berusia dua tahun. Tidak semua orang mau menerima pekerja rumah tangga yang membawa balita.

Sejak itu Bu darmi melakukan kerja apapun, mulai dari buruh cuci, hingga upahan membuat kue. Kebetulan kata orang-orang bolu pisang buatannya enak.

(Mbak, bisa buatin bolu pisang?) Sebuah pesan melalui Wa masuk, Bu Darmi bersorak.

“Alhamdulillah tak sia-sia mengisi paket data beberapa hari yang lalu dan mengaktifkan WA ku.” Katanya dalam hati.

(Bisa Mbak, mau berapa loyang?)

(2 loyang, ngambilnya habis Zuhur bisa?)

(Bisa Mbak.) Bu Darmi menyanggupi.

(Tapi bolu pisangnya jangan pakai gula ya, biar manisnya ngambil dari pisangnya saja. Anakku alergi gula.)

(Siap, Mbak. Otw dibuat.)

(Berapa harganya?)

(50.000 Mbak.)

(40.000 saja ya, kan gak pakai gula.)

Bu Darmi menelan ludah.

“Ya Tuhan, padahal dalam tiap loyangnya aku hanya mengambil untung Rp 20.000.” ucapnya dalam hati.

(Ya sudah karena Mbak ngambil dua, aku kasih.)

(Oke, tapi aku gak bisa ngambil ke rumah ya, Mbak. Aku mau pergi liburan, jadi jam 1 aku tunggu di depan SMP yang ada di simpang itu.)

(Oke siap.)

Bu Darmi segera gerak cepat menyiapkan semua bahan dan mulai bekerja. Baru jam sembilan berarti masih banyak waktu luang. Kebetulan ada pisang Ambon yang belum terpakai jadi gak perlu beli ke pasar.

“Alhamdulillah aku bisa mendapat untung Rp 20.000,- dari penjualan dua loyang bolu pisang.” Ucap Bu Darmi

Sepuluh ribunya bisa buat beli es krim harga lima ribu untuk si sulung dan bungsu dan sisanya untuk tambahan belanja besok.

Setelah sholat Zuhur, pukul 12.30 Bu Darmi segera berangkat menuju tempat yang dijanjikan. Si sulung mengekor langkahnya dengan riang karena terbayang es krim yang bakal didapat. Si bungsu yang sedang tidur siang dia gendong saja sambil menenteng bungkusan bolu pisang.

Tempat janjian mereka cukup jauh sekitar 500m dari rumah. Walau tengah hari dan terik matahari tengah garang menyerang, Bu Darmi tetap semangat, demi keuntungan Rp 20.000,- yang akan didapat.

Pukul12.55 Bu Darmi telah tiba di tempat janjian. Mungkin sebentar lagi yang memesan akan datang, pikirnya.

Sepuluh menit, dua puluh menit hingga tiga puluh menit berlalu namun tak kunjung ada tanda bila si pemesan akan datang.

Beberapa pesan telah Bu Darmi kirim, namun hanya terkirim dan belum dibaca.

Berkali-kali Bu Darmi menelpon pun tak kunjung diangkat. Sudah hampir satu jam menanti.

Si sulung telah lelah dan merengek sementara si bungsu telah bangun dan ikut meraung karena kepanasan.

Ting! Sebuah pesan masuk, dari si pemesan kue. Hatinya bersorak,

(Ya Allah Mbak, maaf ya aku lupa. Ini suami berubah pikiran, awalnya dia bilang berangkat habis Zuhur eh tahunya jam sepuluh udah mau buru-buru. Jadi gak sempat kasih kabar. Mbak, jual bolunya sama orang lain saja ya, aku udah otw ke kampung.)

Bu Darmi langsung terduduk lemas.

“Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Apalagi ini? Aku tak meminta banyak ya Allah, hanya es krim saja, untuk memenuhi janji pada anakku.”

Peluhnya yang sudah sejak tadi mengucur, kini bercampur dengan air mata.

“Siapa yang ingin membeli bolu pisang tanpa gula dengan rasa manis yang alakadarnya?” katanya sambil meratapi nasibnya

Berkali-kali dia menyeka air matanya yang terus membasahi wajah.

Melihat ibunya menangis, Dika pun berhenti merengek, ia langsung diam melihat air matak ibunya. Lama ia menatapi ibunya dengan iba. Kedua netranya mulai berkaca. Bu Darmi semakin sedih, tak tega rasanya melihat buah hatinya. Ia hanya ingin es krim seharga Rp 5.000,-

"Dika gak akan minta es krim lagi Ma, tapi mama jangan nangis." Kata Dika, dengan suara yang bergetar. Sepertinya ia pun menahan tangis ibunya.

"Kita pulang, Nak," ucap Bu Darmi.

Dika mengangguk, si bungsu pun tangisnya mulai mereda. Sepertinya ia mengerti akan kegundahan hati orang tuanya.

“Ya Allah, beginilah rasanya. Sakit ya Allah, sakit, sakit, sepele bagi mereka namun begitu berat bagiku. Bahan-bahan bolu itu adalah modal terakhir dan kini seolah sia-sia.” Ucap Bu Darmi

“Ya Allah.” berkali Bu Darmi menyebut nama-Nya. Ada beban berat, sungguh berat. Belum lama suaminya meninggal, kini dia merasa lemah.

Tak banyak yang dia pinta, hanya ingin es krim saja, itu saja, untuk menyenangkan buah hatinya. Kini bukan untung yang dia dapat, malah kerugian yang telah nyata di depan mata.

Bu Darmi baru saja memasuki halaman rumah kontrakan ketika Bu Tia tetangganya telah menunggu.

"Eh, ibunya Dika, dicariin, untung cepat pulang." Kata Bu Tia

"Ada apa ya Bu?" tanya Bu Darmi.

Hatinya berharap, semoga saja wanita baik ini akan memberinya perkerjaan. Apa saja boleh, bahkan yang terkasar sekalipun akan diterima. Tapi gak mungkin, di rumah besarnya sudah ada dua pembantu yang siap sedia. Bu Darmi pun kembali membuang harapannya.

"Gini, ibu jangan tersinggung ya." Bu Tia mulai menyampaikan maksudnya.

Bu Darmi mengangguk, ingin dia katakan bahwa rasa tersinggung itu sudah lama lenyap dalam kamus hidupknya.

"Papanya anak-anak kan baru pulang jemput kakek neneknya dari bandara. Ya dasar laki-laki tahunya kan cuma nyenengin anak tapi gak tahu yang terbaik. "

Bu Darmi mengangguk walau belum paham kemana arah pembicaraan Bu Tia.

"Masa dia membelikan anak-anak es krim sampai lima buah. Padahal anakku kan masih batuk pilek parah. Jadi, daripada buat rusuh, mau ya Bu nerima es krim ini, untuk Dika dan adiknya." Bu Tia menyerahkan plastik putih berisi es krim itu.

Bu Darmi terdiam tak sanggup berkata-kata.

"Asikkk." Dika bersorak, sementara ibunya masih bergeming.

"Lo, yang ibu bawa itu apa?" tanya Bu Tia melirik kantong hitam berisi dua kotak bolu pisang buatan Bu darmi.

"Bolu pisang Bu, tapi gak manis, kebetulan yang mesan minta jangan dipakaiin gula, tapi batal."

"Wah kebetulan, neneknya di rumah itu diabetes jadi gak bisa makan manis. Saya beli ya untuk cemilan."

"Benar Bu?" Bu Darmi bertanya tak percaya.

"Iya, berapa harganya?"

"Berapa saja, Bu. Terserah, asal jadi uang."

"Ya sudah." Bu Tia menyerahkan dua lembar uang merah ke dalam genggamannya.

"Ya Allah Bu ini kebanyakan," ucapnya.

"Sudah, gak apa. Ambil saja, kalau mesan yang kayak gini emang mahal kok Bu." Bu Tia langsung mengambil kantong berisi bolu pisang dan bergegas pergi.

Sementara Bu Darmi masih diam dengan air mata yang mulai menetes lagi. Baru saja mengeluh akan pahitnya hidup dan kini semua telah terbayar lunas.

#####

Bu Tia meletakkan bolu pisang yang baru ia beli di atas meja makan. Ia duduk dan memandang dua kotak bolu pisang itu dengan tatapan berkaca, batinnya berkata:

Sungguh zolim sebagai tetangga, bahkan ada seorang janda yang kesusahan pun ia tak tahu. Padahal baru saja ia membeli tas branded seharga jutaan, sementara tak jauh dari rumahnya ada seorang anak yatim merengek pada ibunya hanya demi sebuah es krim.

Untung saja Fahri putranya bercerita, bila tidak, pastilah kezoliman ini akan terus berlangsung.

"Ma, tadi yang juara 1 Dika, tetangga kita yang di ujung itu." lapor putra sulung Bu Tia.

"Bagus dong, les dimana dia?"

"Gak les kok, Ma. Orang dia miskin kok."

"Hey, gak boleh menghina orang seperti itu." Bu Tia melotot pada putranya.

"Gak menghina kok. Kenyataan emang dia miskin. Kasihan deh Ma, masa kan ibunya janji mau beliin dia es krim kalau ranking satu eh pas dia ranking malah ibunya bilang tunggu ada uang. Kasihan banget Dika ya , Ma. Mana kalau di sekolah dia suka mandang jajanan temannya kayak ngeiler gitu tapi pas dikasih dia nolak. Malu mungkin ya, Ma." Fahri bercerita panjang lebar.

Bu Tia terdiam, dan berkata dalam hati:

Ya Allah mengapa ia tak tahu? Selama ini, ia aktif ikut kegiatan sosial, mengunjungi panti asuhan ini dan itu. Namun ia abai akan keadaan di sekitar.

"Ma, bolunya gak ada rasa, kurang enak," ucap Fachri membuyarkan lamunannya.

"Sengaja, makannya bukan gitu. Tapi kamu oles mentega dan taburi meses atau kamu oles selai buah."

"Ohhh, gitu ya. Tumben mama pesan bolu tawar." Kata Fachri

"Lagi pengin aja." Jawab Bu Tia

Bu Tia menghela napas panjang. Tak akan terulang lagi, jangan sampai ada tangis anak yatim yang kelaparan di sekitarnya.

Anak yatim itu bukan tanggung jawab ibunya saja tapi keluarga dan orang sekitar.

#####

Sepele bagi kita namun berarti bagi mereka.

Ada kala sisa nasi kemarin sore yang tak tersentuh di atas meja makan kita adalah mimpi dari anak-anak yang telah berhari-hari terpaksa hanya berteman dengan ubi rebus saja.

Uang Rp 5.000,- yang sangat mudah lenyap ketika dibawa ke mini market bertukar dengan kinderj*y dan beraneka jajanan yang habis dalam sekejap itu adalah setara dengan hasil kerja keras seorang buruh dari subuh hingga menjelang Magrib.

Bersedekah itu gak perlu banyak, sedikit saja dari yang kita punya. Memberi itu jangan menunggu kaya, saat kekurangan lah justru diri harus lebih bermurah hati.

Beruntunglah bila di sekitar begitu banyak ladang sedekah dimana kita dapat menukar rupiah menjadi pahala. Kaya itu bukan pada jumlah harta tapi bagaimana kita membelanjakannya. Akhirat itu ada dan sudah kah kita menyiapkan hunian di sana?

#####

Pengingat diri agar lebih peka. Ingat ini salah satu kerja maqami keshalehan sosial agar peduli tetangga kita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren menewen dan sangat menyentuh Pak. Sukses selalu

19 Jan
Balas

Btl sekali, p. Sy jg berulang kali bc tlsn ini. Tp msh senang krn sllu mengingatkan sy unt peduli lingkungan sekitar yg membutuhkan.

15 Jan
Balas

Saya sering baca kisah ini, tapi tetep seneng baca dan baca lagi, Namanya mata ini tetep bureng ketutup air setiap kali baca. Penguingat buat kita semua. Salam bahagia.

15 Jan
Balas

Tulisannya keren dan inspiratif, Salam Literasi.

23 Jan
Balas

Mantap pak Adi...lama tak berkunjung karena masalah jarnet wkwk

16 Jan
Balas

pak...follow saya kembali ya....

26 Jan
Balas



search

New Post