KELUARGA PELETAK PONDASI KARAKTER ANAK
Semenjak Reformasi, berbagai upaya dilakukan untuk menekan perilaku korupsi. Salah satunya mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi dan mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Namun hal tersebut belum juga membuahkan hasil, dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International, dimana pada tahun 2014, Indonesia berada di rangking 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup, 100 sangat bersih).
IPK Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International tentu sudah melalui penelitian dan kajian yang mendalam. Hal itu bisa dilihat dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para pejabat, wakil rakyat, maupun pengusaha yang tertangkap tangan, melakukan tindak pidana korupsi seperti memberi dan menerima suap. Setelah tertangkap dan diadili, banyak dari para pelaku korupsi tersebut mendapatkan vonis ringan dari majelis hakim yang menangani kasus mereka.Vonis ringan tersebut jelas mencederai rasa keadilan di masyarakat banyak, karena vonis hakim terhadap seorang koruptor yang korupsi Miliaran Rupiah “kadang” tidak lebih berat dari vonis masyarakat kecil pencuri kayu atau maling ayam.
Selama menjalani vonis kurungan penjara, para Napi kasus koruptor tersebut juga mendapat keistimewaan dengan menghuni sel / kamar penjara khusus. Kita baru saja menyaksikan bagaimana penjara Sukamiskin di Kota Bandung menyediakan “Sel Penjara khusus” tersebut. Sel penjara yang mereka tempati lebih layak disebut sebagai hotel. Semua fasilitas ibarat di hotel tersedia di kamar mereka. Kasur yang empuk, peralatan elektronik yang lengkap dan juga kamar mandi yang mewah tersedia di kamar sel masing-masing.
Kenyataan yang ada lagi-lagi melukai perasaan masyarakat banyak. Seorang koruptor yang seharusnya memperoleh hukuman berat, malah “menikmati hotel” di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Mulai bermunculan usul supaya pelaku koruptor dihukum mati, karena selama ini berbagai cara yang dilakukan belum membuahkan hasil dan hanya bersifat sebagai obat sementara.
Sah-sah saja ada usulan agar koruptor dihukum mati. Namun, banyak dari kita tidak sadar bahwa keluargalah yang bisa menghentikan perilaku koruptif. Karena, pada dasarnya pencegahan utama prilaku korupsi itu dimulai dari lingkungan terkecil disebuah bangsa, yaitu keluarga. Di keluargalah generasi penerus bangsa ini disiapkan sebagai bagian generasi anti korupsi.
Salah satu upaya utama menyelematkan generasi muda dari bahaya laten korupsi adalah dengan mengembalikan peran keluarga, sebagai peletak dasar atau pondasi karakter anak-anak. Orang tua harus menjadi contoh dan suri tauladan bagi anak-anak dirumah. Pepatah Minang mengatakan, “Ketek taraja-taraja, gadang tabawo-tabawo, tuo tarubah tidak”. Pepatah tersebut jika dijadikan Bahasa Indonesia mempunya arti, kecil mencontoh, besar terbawa, sudah tua tidak terubah.
Pengalaman sudah menunjukkan, seorang anak yang diajarkan dilingkungan keluarganya dari kecil maka itu akan menjadi sifat dan perilakunya ketika dewasa. Seperti contoh kebiasaan kebersihan, jika sejak dari kecil anak sudah diajarkan untuk membersihkan tempat tidurnya ketika telah bangun pagi, maka itu akan terus terbawa sampai dia dewasa, begitu juga dengan hal kecil lainnya seperti menggosok gigi setiap pagi dan malam hari sebelum tidur. Jika kebiasaan tersebut baru dimulai ketika dewasa, maka maka hal tersebut tidak akan jadi kebiasaan, tapi jika dimulai dari kecil maka hal tersebut sudah menjadi suatu keharusan, akan ada yang hilang jika kebiasaan tersebut tidak dilakukan.
Begitu juga dengan Kejujuran, sebuah sifat yang semakin langka di negeri ini, kejujuran harus ditanamkan dan dicontohkan oleh orang tua semenjak dari kecil, penanaman konsep “Jika bukan milik kita maka itu bukan hak kita” harus diperkenalkan kepada anak-anak kita. Kehebohan beberapa tahun yang lalu, tentang Mulyadi, seorang petugas kebersihan (cleaning service) jujur bisa dijadikan sebagai sebuah contoh suksesnya penanaman karakter dilingkungan keluarga.
Mulyadi yang merupakan petugas kebersihan di sebuah mall di Jakarta Selatan menemukan uang 100 juta di toilet. Karena sadar uang tersebut bukan haknya, Mulyadi kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Customer Service mall tersebut. Hal yang dilakukan Mulyadi tersebut kemudian menjadi viral di media sosial, yang membuat banyak orang memujinya. Akibat dari peristiwa tersebut, atasan Mulyadi menawarinya untuk menduduki jabatan baru atau naik pangkat menjadi pengawas, namun hal tersebut ditolak oleh pria yang menurut rekan-rekan kerjanya sebagai seorang yang ulet, pekerja keras yang sopan serta rendah hati. Alasan dia menolak jabatan yang ditawari kepadanya adalah dia belum siap menerima amanah tersebut.
Mulyadi adalah sebuah fenomena langka di negeri tercinta ini, disaat semua orang berlomba-lomba untuk bisa promosi jabatan atau naik pangkat dengan menghalalkan segala cara, bahkan termasuk harus mengorbankan sahabat dan kolega, Mulyadi tetap legowo menerima pekerjaannya yang sekarang, tidak ada ambisi besar darinya untuk bisa segera promosi jabatan. Ketika hal tersebut ditanyakan oleh seorang wartawan kepadanya, jawaban dari Mulyadi sungguh bisa menjadi penyejuk hati yang mendengarnya, “Saya diajari oleh orang tua untuk selalu berlaku jujur kapan pun dan dimana pun. Bagi saya, kejujuran menimbulkan ketenangan dan kedamaian dalam hidup”.
Tentu karakter jujur Mulyadi tersebut tidak bisa hadir begitu saja, pengakuannya yang menyatakan bahwa orang tua sudah mendidiknya dari kecil untuk berlaku jujur adalah pondasi dirinya. Untuk membentuk pondasi tersebut butuh waktu dan tenaga, orang tualah yang memegang peranan penting tersebut. Bagaimana orang tua menanamkan karakter jujur kepada anaknya, bukan hanya teori, tapi juga harus dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai orang tua menyuruh anak untuk jujur, namun dilain waktu mereka meminta anak untuk berbohong dengan mengatakan kalau mereka tidak ada dirumah kalau ada yang mencari.
Semoga dengan pengembalian peran keluarga sebagai peletak pondasi dasar nilai-nilai kebaikan, menjadi jawaban atas berbagai kasus yang sedang menimpa Negara Republik tercinta ini, sehingga nanti ketika anak-anak tersebut telah menjadi pewaris dan penerus republik ini, kita akan melihat dan menyaksikan Generasi Muda berkarakter diberbagai sektor kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
#Salam Literasi
#Sahabatkeluarga
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar