Ketika Balitaku Cemburu
Kanaya masih tergugu di sudut kamarku, suara isaknya terdengar lirih sembari mengusap air matanya sendiri. Dia sudah kehabisan tenaga setelah hampir setengah jam kubiarkan mengekspresikan tantrumnya.“MasyaaAllah, anak kesayangan Abi kenapa menangis?” Ucap mas Annan sembari merengkuh Kanaya dalam peluknya.
“Ummi jahat, Bi!” jawabnya masih dengan isak tangis yang semakin membuat ngilu hatiku.
Tangisku pun pecah di hadapan suami dan kedua putriku.
Mas Annan mengarahkan pandangannya padaku, menggelengkan kepala sebagai isyarat agar aku tak menangis di depan putriku.
“Ummi nggak jahat, Nak! Ummi hanya lelah, butuh istirahat. Kakak main sama Abi dulu ya!” Ucap mas Annan sambil mengulurkan kedua tangannya pada putri sulungku.
Setelah lima belas menit dalam gendongan Abinya akhirnya sulungku terlelap juga. Dibaringkannya dia di samping bayiku yang baru saja tertidur setelah kenyang meminum ASI.
Kupandangi mereka masih dengan derai air mata. Tiba-tiba perasaan bersalah menjalari hatiku ketika memandangi wajah polos tanpa dosa itu.
Hari ini aku tak bisa menahan amarahku, kutumpahkan semua kekesalanku ketika Kanaya mulai berulah. Baru kali ini aku membentak putri sulungku dengan intonasi tinggi. Aku tak bisa lagi mengontrol emosiku ketika melihat sulungku mencubit lengan adik bayinya hingga lebam.
“Aku lelah, Mas.” Ucapku sambil memeluk mas Annan.
Dia mengeratkan kedua tangannya membalas pelukku. Tangan kanannya mengusap lembut jilbabku, sembari memintaku untuk menenangkan hati.
Selama beberapa saat kutumpahkan segala keluh kesahku dalam dekapannya. Tentang sikap Kanaya yang mulai manja, tentang dia yang akhir-akhir ini mudah sekali tantrum.
“Kanaya sedang merindukan ibunya, Mi. Dia hanya ingin meminta perhatianmu!” Ucap mas Annan sambil menghapus air mata di pipiku.
Aku sadar setelah kelahiran adiknya, sikap Kanaya mulai berubah. Dia yang biasanya mandiri, kini suka merengek manja. Ditambah tempertantrumnya yang terkadang menyulut emosiku. Di sekolahpun kini dia sering sekali menunjukkan sikap destruktif.
Barangkali itu pelampiasan kecemburuannya karena perhatian kami kini terbagi dengan adik barunya.
Sebenarnya jauh-jauh hari sebelum kelahiran adiknya, aku dan mas Annan sudah berusaha memberikan pengertian padanya. Kusiapkan mentalnya agar siap menjadi seorang kakak.
Di trimester pertama, kuberitahukan tentang kehadiran calon adiknya di dalam rahimku, bahkan setiap kali USG aku selalu mengikutsertakan Kanaya agar ia bisa mengamati perkembangan adiknya. Aku ingat betul, dia nampak bahagia kala itu.
Menjelang bulan-bulan kelahiran, Kanaya pun begitu semangat untuk menyambut kehadiran adik barunya. Setiap hari dia selalu menanyakan kapan adiknya lahir, sambil mengusap-usap perutku.
Ketika putri keduaku lahir, semua jadi berubah. Kanaya yang selama ini baik-baik saja, kini mulai menunjukkan rasa cemburunya.
Aku dan mas Annan sudah berusaha keras, agar kehadiran adik bayi tidak membuat sulungku jadi merasa terabaikan.
Kami sudah mempersiapkan kado untuk diberikan kepada Kanaya, agar meminimalisir rasa cemburunya ketika nanti sanak saudara dan kerabat datang menjengukku dan memberikan bingkisan untuk adiknya.
Mas Annan pun meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani Kanaya bermain dan jalan-jalan, ketika minggu-minggu awal pasca aku melahirkan. Aku tak ingin Kanaya merasa perhatian kedua orangtuanya hanya tersita untuk adik bayinya.
Bahkan seringkali aku meminta bantuan Kanaya untuk merawat adiknya, sekedar mengambilkan perlak, bedak atau baju ganti ketika aku sibuk mempersiapkan perlengkapan mandi adiknya. Aku memberinya tanggungjawab agar dia merasa dipercaya untuk membantu merawat adiknya.
Setiap malam kami selalu tidur berempat. Hal ini bertujuan untuk menjalin kedekatan antara Kanaya dengan adik bayinya. Kami bermain, bercanda, dan mendongeng untuk menanamkan kebersamaan antara kedua putriku. Akupun selalu memprioritaskan untuk membuatkan segelas susu untuk Kanaya sebelum memberikan ASI untuk adiknya.
Meskipun sekuat tenaga aku dan mas Annan berusaha agar Kanaya baik-baik saja setelah kehadiran adiknya. Tetap saja akhir-akhir ini dia mulai menunjukkan kecemburuannya.
Dia yang selama ini menjadi satu-satunya pusat perhatian kami dan nenek kakeknya. Kini harus berbagi perhatian dengan adiknya.
Sulungku, mulai merasa cemburu.
****
“Mi, hari ini ummi quality time berdua dengan Kanaya ya, Mi! Biar Kalysta sama Abi. Kanaya sedang merindukanmu, Mi!” ucap mas Annan membuyarkan lamunan panjangku.
Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum manis padanya.
Kulepas pelukanku dari tubuh mas Annan. Kupalingkan wajahku, memandang kedua putriku yang sedang terlelap. Kuusap wajah Kanaya dengan lembut, kekecup keningnya sambil berbisik,
“Ummi sayang sekali sama kamu, Sayang! Terimakasih sudah menjadi hadiah terindah untuk Ummi dan Abi.”
Seketika dia membuka matanya, sambil berucap, “Kanaya sayang Ummi dan Abi.”
Aku pun merengkuhnya dalam pelukanku, dan berjanji akan selalu menyayanginya selamanya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar