MEMELUK LUKA (EPISODE 14)
MEMELUK LUKA
Fajar mulai menjelang, entah sudah beberapa kali aku membolak-balikkan tubuhku. Mataku sama sekali tak bisa terpejam. Segala usaha untuk menenangkan diri, mulai dari tilawah sampai salat malam. Tapi tiap kali kupandangi wajah Mas Anto yang sedang terlelap tidur disampingku, dadaku bergemuruh menahan pilu yang menyiksaku.
Aku kembali memiringkan tubuhku, tiba-tiba Mas Anto bangun dan menggapai tubuhku dalam pelukannya.
"Ada apa Dik, mengapa kamu tidak tidur, apa yang menjadi bebanmu?"
Seketika tangisku tak bisa kutahan. Aku yang selama ini berpura-pura kuat akhirnya harus lirih dalam tangisku.
"Ada apa Dik, berceritalah!"
"Mas yang seharusnya bercerita pada Mira. Mas yang seharusnya jujur tentang anak gadis Pak Karjo yang dilamar ibu buat Mas." Mas Anto terdiam, wajahnya pias, semakin erat ia memeluk tubuhku.
"Maafkan Mas ya Dik. Tak ada kekuatan untuk Mas menceritakan ini semua padamu. Mas sangat mencintaimu, Mas tidak mau membuat Dik Mira terluka. Terlebih dari itu Mas tidak mau kehilanganmu." Tiba-tiba Mas Anto juga menangis. Satu hal yang tak pernah kulihat selama aku mendampinginya sebagai istri. Bahkan pada saat aku keguguran dulu pun Mas Anto tidak menangis.
"Maafkan Mas, kalau ternyata Dik Mira mengetahuinya dari orang lain dan itu justru membuat Dik Mira semakin terluka." Aku hanya terdiam menatap Mas Anto.
"Lalu apa yang akan Mas Anto lakukan."
"Dik Mira, harus engkau ketahui bahwa hal yang tak pernah Mas lakukan adalah melawan dan membantah keinginan orang tua terutama ibu. Tapi kali ini jika Dik Mira menghendaki Mas melakukannya, dengan berat hati akan Mas lakukan. Karena Mas tahu sebagai suami Mas bertanggungjawab atas kehidupanmu." Aku terdiam, kutahan Idak tangisku. Aku semakin menyadari bahwa Mas Anto adalah laki-laki terbaik yang kumiliki. Keadaanlah yang membuat kami terjebak pada situasi sulit ini.
Suara tilawah fajar bergema dari masjid desa ini. Aku dan Mas Anto masih saja larut dalam pikiran masing-masing. Kami sama-sama tak tahu apa yang harus kami lakukan.
"Sudahlah Mas, jangan menangis lagi. Mira pun janji tidak menangis lagi. Kita hadapi masalah ini bersama dengan kesabaran dan keikhlasan. Semoga nanti Allah berikan jalan untuk kita. Yuk kita bersiap untuk subuh berjamaah." Aku mencoba mengalah dan menenangkan hatiku. Aku meyakini Allah yang memberikan cobaan bagi kami, maka Allah jugalah yang akan menyelesaikannya jika kita benar-benar berpasrah padanya.
Bersambung
#Tagur hari ke 289
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar