MEMELUK LUKA (EPISODE 10)
MEMELUK LUKA
Waktu memang tak pernah bisa ditahan, ia akan terus berjalan tidak perduli dengan apapun yang terjadi di sekitarnya. Tidak juga memperdulikan aku yang tiada lelah menghitung berlalunya hari dari bulan ke bulan dan menembus tahun. Sementara yang Kunanti dan kuharapkan tak kunjung ada tanda-tanda kedatangannya.
3 tahun sudah berlalu dari peristiwa keguguran itu. Allah belum juga mempercayakan amanah-Nya kepada keluarga ku. Awalnya tak ada yang berubah, Mas Anto masih menyayangiku begitupun dengan keluarga mertuaku tapi tidak dengan sekarang ini. Aku telah terkurung dalam kesepian dan kesedihan yang pekat, semua mulai berputar pada rotasinya sendiri-sendiri.
"Bagaimana Nto, sudah kau bicarakan dengan istrimu itu."
Tiba-tiba aku mendengar suara ibu mertuaku dari ruang tamu. Entah kapan beliau datang, karena dari tadi aku tak mendengar suara salam. Aku sengaja tidak keluar kamar. Biarlah aku mendengar pembicaraannya dari sini saja.
"Belum semuanya Bu, Anto ngga tega."
"Ya ngga bisa begitu, yang jelas bapak dan ibu ingin ada keturunanmu yang bisa meneruskan darah keluarga kita. Dan itu bukan anak ambil seperti usulmu itu."
"Ya Bu, Anto ngerti. Tapi sebagai istri, Mira sangat baik, ia sudah memenuhi segala tugas dan kewajibannya, lalu dengan alasan apa ia harus menghadapi pilihan seperti yang ibu tawarkan." Ku dengar suara Mas Anto mencoba bersabar.
"Ya dengan alasan dia mandul, ngga bisa punya keturunan" suara ibu terdengar kencang, mungkin beliau sengaja agar aku mendengarnya. Aku hanya bisa mengigit bibirku, menahan Isak tangisku agar tidak terdengar oleh mereka. Perih sekali rasanya mendapat cap sebagai perempuan mandul.
"Bu, tapi menurut dokter aku dan Mira, sama-sama normal Bu."
"Normal apanya, ini sudah memasuki tahun keenam kalian berumah tangga. Mana anak kalian, kalau normal ya sudah punya tiga atau dua" Suara ibu terdengar ketus.
"Pokoknya ibu ngga mau tahu, kalau dalam waktu dekat kamu ngga mau bicara dengan Mira. Biar ibu yang bicara. Ibu pulang sekarang.'
Aku segera naik ke ranjang dan pura-pura tidur. Aku ngga mau Mas Anto tahu kalau aku mendengar pembicaraan mereka. Aku juga tak mau bertanya tentang hal ini, biar Mas Anto yang memulai pembicaraan. Dan aku biarlah tetap memeluk lukaku, sampai nanti, sampai saatnya tiba, dimana akhir langkahku.
Bersambung
#Tagur hari ke 285
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar