Menulis dan Sagusabu
Menulis adalah suatu aktivitas yang tampak biasa bagi sebagian orang. Bukankah menulis hanya menuangkan pikiran, mencorat-coret kertas, berbicara dengan bebas dalam bentuk tulisan? Tapi mengapa tidak dengan yang saya rasakan. Setiap kali menulis serasa ada beban yang mengganjal, kehilangan ide, buntu tak tahu apa yang harus saya tulis. Sudah banyak tulisan yang saya buat namun tak satu pun yang terselesaikan kecuali tugas-tugas wajib yang dibatasi oleh berbagai peraturan semasa mengikuti pendidikan.
Saya, guru yang sudah mengajar 21 tahun, sering merasa malu dan merasa bersalah dengan keadaan itu. Ditambah lagi saya mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia yang nota bene harus berhubungan dengan mengajarkan keterampilan menulis kepada peserta didik, memotivasi mereka menghasilkan tulisan yang kemudian mengajak mereka untuk tanpa malu-malu menyajikan tulisannya di depan teman-teman mereka. Sungguh suatu keadaan yang ironis bagi saya.
Namun demikian, di lubuk hati yang terdalam saya tetap punya keinginan untuk bisa menulis dan berusaha mencari penyebab kegagalan tiap membuat tulisan. Alhamdulillah, suatu hari saya dapat undangan dari seorang teman untuk hadir dalam pertemuan sederhana yang digagas guru yang peduli pada keadaan guru lain yang pasif dan terkesan kurang peduli dengan dunia tulis-menulis. Pada saat itu aku merasa beruntung diajak hadir dalam acara itu.
Dari pertemuan sederhana itu ternyata lahirlah sebuah ide besar yaitu akan diselenggarakan pelatihan menulis buku bagi guru-guru di Kabupaten Kudus yang pada gilirannya disebut Pelatihan Menulis Buku Satu Guru Satu Buku (SAGUSABU). Walaupun saya belum pernah tahu sebelumnya tentang Sagusabu, tapi saya berniat ikut acara itu. Wah, Alhamdulillah saya semakin bersyukur, ternyata Tuhan memberi saya jalan untuk berlatih menulis.
Hari ini, adalah hari kedua saya mengikuti pelatihan Sagusabu dari penerbit Media Guru. Ternyata luar biasa motivasi dan wawasan yang diberikan para narasumbernya yaitu Bu Yully dan Pak Murman. Beliau berdua memberikan penjelasan dengan penuh semangat dan penghargaan kepada setiap peserta untuk tidak takut memulai menulis. Saya pun merasa nyaman dan tumbuh percaya diri untuk belajar menulis. (Rini Asrini, peserta Sagusabu Kudus, Jateng)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Menulis sebenarnya hanya keterampilan yang perlu dibiasakan. Jadi tidak ada teori yang mengatakan kalau bukan guru bahasa tidak bisa menulis atau sebaliknya guru bahasa pasti pintar menulis. Lha, kalau faktanya ada guru bahasa yang merasa tidak bisa menulis, itu sungguh ironis. Perlu dicari akar permasalahannya, karena tema atau ide tulisan minimal berkait erat dengan materi pelajaran. Sementara gurusianer populer di gurusiana ini justru berbasis non kebahasaan, ada guru IPA, guru IPS, kepala sekolah, dan lainnya. Artinya, menulis itu tinggal mau atau tidak saja. Maaf bu Rini, ini perkenalan dari saya biar adrenalin menulis ibu memuncak haha...
Bu Rini terlalu merendah ah, lha wong tulisane bagus gitu kok, lanjutkan !!!!!
Waduh ..Bu Dewi terlalu tinggi pujiannya. Siap melanjutkan....trims sobat
Ya...betul sekali mbak Eko ..salam kenal dari saya. ..mmg sebenarnya perlu pembiasaan agar terampil menulis. Sepenuhnya saya setuju dan terima kasih atas komentar Anda...
Semangat bu rini, bagus kog tulisannya.