Rina Melati,M.Pd

Tulislah apa yang sedang anda fikirkan dan fikirkan apa yang akan anda tulis. RINA MELATI,M.Pd. Pertama menjadi guru tahun 1993 di SD 33 Mapur, SD 15 Ma...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tantangan Menulis (Hari ke 5) Jangan Larang Aku Sekolah, Ayah!  (part 2).

Tantangan Menulis (Hari ke 5) Jangan Larang Aku Sekolah, Ayah! (part 2).

Jangan Larang Aku Sekolah, Ayah! (part 2)

Oleh : RINA MELATI

“Ibu…, ibu…, ibu…” Erman memanggil-manggil ibunya sambil melihat ke dapur, ke sumur dan kebelakang rumah. Tetap tak ada jawaban. Ibunya tak ada di rumah. Pasti ibunya sedang berada di sawah. Erman mengganti pakaian sekolahnya dan langsung mengangkat tudung saji yang terletak di meja makan. Di bawah tudung saji ia melihat nasi putih, sambal ikan asin dicampur kentang dan rebus daun ubi. Ermanpun langsung makan siang. Ia makan sendiri karena memang tak ada siapa-siapa di rumah. Kakak-kakaknya sebagian sudah ada yang berumah tangga, tentunya mereka sudah punya kehidupan sendiri. Sementara tiga orang adik perempuannya, mereka sedang asyik bermain di rumah sebelah. Dan kakaknya yang lain, yang masih tinggal bersama ayah dan ibunya, mereka pergi bekerja. Ada yang ikut membagan dengan orang di Sungai Nipah, ada yang menjadi buruh tani, dan ada yang juga ikut dengan orang memcetak bata merah.

Selesai makan Erman langsung mengerjakan PR Matematika dan IPS. Ia tidak mau besok pagi dihukum oleh guru karena tidak membuat PR. Apalagi guru Matematika disekolahnya, orangnya pemarah. Pak Nuar takkan memberi ampun muridnya yang tidak membuat PR. Ia akan menarik telinga murid tersebut ke WC dan menyuruhnya untuk membersihkannya. Iiiihhh, Erman merinding membayangkannya. Namun PR yang dibuatnya bukan karena ia takut dihukum oleh Pak Nuar. Erman merasa PR yang diberikan guru adalah bentuk kasih sayang guru kepadanya agar ia tetap belajar. Erman tak mau seperti kakak-kakaknya, yang putus sekolah. Ia bercita-cita, sekolahnya harus lebih tinggi dari kakak-kakaknya. Apapun akan ia lakukan agar tetap bisa sekolah. Seumpamanya nanti ia harus juga bekerja seperti kakak-kakaknya, namun ia tetap harus sekolah. Begitu keinginan Erman untuk dirinya. Tanpa terasa walau sambil berangan-angan PR yang dibuatnya akhirnya selesai juga.

Seperti biasa, setelah selesai mengerjakan PR, Erman membawa kail atau jaringnya ke tepi sungai yang ada tak jauh di belakang rumahnya. Jika nasibnya lagi baik, ia akan mendapatkan ikan sungai yang lumayan banyak. Sebagian ikan itu dijualnya dan sebagian lagi akan diserahkan kepada ibunya untuk dimasak. Kalau sudah demikian, barulah Erman dan keluarganya makan dengan ikan. Sedangkan ikan yang ia jual, uangnya sebagian ia serahkan kepada ibunya untuk membeli minyak makan, sabun, garam, bawang dan kebutuhan lainnya. Sedangkan sebagian lagi uangnya ia masukkan ke dalam celengan bambu yang ia buat sendiri.

Ketika Erman sudah kembali dari menjaring ikan, ibunya pun sudah berada di rumah.“Ibu..,ini ikannya, masak yang enak ya Bu, dan ini uang hasil menjual ikan tadi.” Seperti biasa Erman menyerahkan hasil usahanya kepada ibunya.“Ya, letak di situ dulu, nanti ibu masak ya”, ibunya menunjuk sudut dapur. Ermanpun meletakkan ikan yang sudah dibersihkannya tadi di sungai. Ibunya tinggal memasaknya saja lagi. Setelah mengambil kayu bakar yang ada di belakang dapur dan meletakkanya dekat tunggu, Erman pun berlalu, bergabung dengan teman-teman dekat rumahnya untuk bermain. Sebelum matahari terbenam tak lupa ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh ayahnya, memberi makan si Kumbang yang setia menunggui ladang kopi keluarganya di puncak Bukit Kambing.

Malam ini mata Erman agak susah dipejamkan. Bukan karena ia tidur di lantai yang beralaskan tikar pandan dan kain panjang yang dilipat sebagi pengganti bantal, namun karean ada rasa ragu dan khawatir dalam dirinya. Apakah nasibnya akan sama dengan kakak-kakaknya? Putus sekolah di tengah jalan! Keadaan ekonomi keluarga membuat mereka harus berkorban. Berkorban untuk adik-adiknya agar tetap sekolah. Sementara di luar sana hewan malam semakin ramai bernyannyi, mata Erman masih belum bisa dipejamkan. Anak yang baru duduk di kelas empat SD itu sudah bisa memikirkan kalau dia harus sukses di masa depan. “Aku harus sekolah, aku tidak boleh putus sekolah, apapun yang terjadi, aku akan tetap sekolah”akhirnya Erman tertidur disaat gundahnya hati dan harapan yang membawanya ke alam mimpi.

#bersambung.

Rumahku,istanaku. Selasa, 14 April 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post