Rika Sesti Fauzi

mother of 1 girl, hobbies are baking, cooking, reading and traveling. semoga saling menginspirasi dan tulisan ini bermanfaat....

Selengkapnya
Navigasi Web

(21) SOMBONG 2

#Tantangan Hari ke21

Bu Ratna sebenarnya wanita yang baik, ia sederhana, lemah lembut dan sopan. Tetapi aku merasa tersinggung dan tersindir mendengar ucapannya. Apa pedulinya.? Lancang sekali dia mengaturku. Mau aku masak sendiri, ambil makanan sendiri, itu urusanku. Aku KKN pun pakai uangku sendiri. Pikirku saat itu. Sejak saat itu kuputuskan untuk tidak berkunjung kerumah Bu Ratna lagi.

Kejengkelanku terus tersimpan hingga KKN berakhir dan kukembali ke kota. Kalimat Bu Ratna selalu terngiang saat aku dalam perjalanan menuju desa itu kembali. Kalau tidak karena keperluan skripsi aku takkan sudi kembali ke desa itu. Mudah-mudahan aku tak bertemu dengan Bu Ratna ucapku dalam hati..

Kepalaku sangat pusing karena menahan lapar saat berada di bis. Macet parah menyebabkan lama diperjalanan dan aku pun tak membawa bekal ataupun cemilan kecil ditasku. Rasanya sudah tidak tertahankan lagi. Ketika bis sudah sampai aku pun turun. Aku terduduk di persimpangan sebelum memasuki desa Suka Damai. Aku sudah tak bisa melihat apa-apa. Setengah sadar aku mengiyakan saja seorang perempuan menuntunku.

Aku terbangun, kuperhatikan sekelilingku. Rasanya tidak asing, ya aku berada di rumah Bu Ratna. Dua bocah kembar duduk disampingku sambil berteriak memberitahu ibunya kalau aku sudah bangun. Bu Ratna masuk kekamar dan menyodorkan segelas teh hangat. Sebenarnya aku malu sekali. Sudah 2 jam aku tertidur. Aku pingsan dan Bu Ratna pulang dari desa sebelah melihat diriku pingsan dipos pemuda persimpangan masuk desa dan membawaku kerumahnya.

Rasanya aku ingin menagis melihat sikap Bu Ratna kepadaku. Dengan hati-hati ia bertanya keadaanku kemudian menggosokkan minyak angin ke punggungku dan menyuruhku mengganti pakaian. Inikah sosok wanita yang dua bulan lalu kuanggap sok dan menjengkelkan itu? Sungguh tulus dan damai wajah serta tatapan matanya. Aku sampai tidak mempunyai keberanian menatapnya.

Setelah mengganti pakaian Bu Ratna menyilahkanku makan siang. Ditemani bocah kembar dan seorang pemuda yang umurnya dua tahun dibawahku. Putranya, Ilham yang sudah kukenal saat KKN dulu. Aku menghadap meja makan. Aku tertegun ketika Ilham membuka tutup meja. Disitu terhidang tahu goreng, ikan asin, semangkok kecil sambel terasi, nasi hangat dan…. ya ampun sayur asem. Tetapi entah kenapa, tak ada rasa benci melihat makanan itu. Sungguh rasanya itu salah satu makanan lezat yang pernah kurasakan.

Selama ini aku selalu merasa wajar mempersoalkan menu makanan yang tidak kusukai. Tanpa kusadari telah muncul rasa kesombongan dalam hal menu makanan dalam keluargaku. Kami terbiasa dengan makanan enak dan bermutu. Ibu dan kakak-kakakku biasanya akan sibuk membahas makanan yang dihidangkan dipesta temannya ataupun saat lebaran. Dan biasanya yang terdengar hanya komentar negatif entah dari bahan, bentuk atau rasa makanan yang dihidangkan. Tetapi hari itu kesederhanaan Bu Ratna menghempaskan keegoisanku. Aku menjadi sadar bahwa itu salah dan tidak pantas. Makanan mestinya tidak dilihat dari modal atau bentuknya melainkan dari nilai gizinya untuk tubuh.

Dirumahku, 04112020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post