Oleh : Rifni Hayati

Tiga hari menjelang bulan Ramadhan 1442 H, aku menyempatkan diri untuk pulang kampung menengok Ibundaku dan sekaligus juga bersilaturahmi dengan keluarga di kampung karena akan memasuki bulan suci Ramadhan. Perjalanan dari BIM ( Bandara International Minangkabau) menuju kota kelahiranku Bukittinggi agak tersendat, karena padatnya arus lalu lintas Padang-Bukittinggi.

“Hari ko banyak urang kalua pai Balimau Buk,” demikian jawab sang driver mobil travel yang kutumpangi saat menjawab pertanyaanku. “Hmm… masih ada tradisi Balimau di masa pandemi ini yaa,” pikirku. Balimau merupakan suatu tradisi di Sumatera Barat menjelang bulan suci Ramadhan. Jika kita buka Wikipedia, maka kita menemukan makna Balimau yang ternyata juga dilakukan di daerah lain selain Sumbar.

Balimau adalah tradisi mandi menggunakan jeruk nipis yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau dan biasanya dilakukan pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian. Diwariskan secara turun temurun, tradisi ini dipercaya telah berlangsung selama berabad-abad.

Latar belakang dari balimau adalah membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadan, sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa. Secara lahir, menyucikan diri adalah mandi yang bersih. Zaman dahulu tidak setiap orang bisa mandi dengan bersih, baik karena tidak ada sabun, wilayah yang kekurangan air, atau bahkan karena sibuk bekerja maupun sebab yang lain. Saat itu pengganti sabun di beberapa wilayah di Minangkabau adalah limau (jeruk nipis), karena sifatnya yang melarutkan minyak atau keringat di badan. Upacara serupa dengan nama yang sama Balimau ini juga terdapat pula di provinsi Lampung dan Riau.

Karena 1 Ramadhan 1442 H jatuh di hari Selasa, maka hari Sabtu dan Minggu sebelumnya banyak orang-orang keluar rumah untuk pergi Balimau. Entah benar-benar mandi Balimau atau hanya sekedar keluar rumah untuk menuju tempat wisata yang ada airnya. Objek wisata yang ada sungai atau air terjunnya menjadi destinasi orang-orang yang memang punya melaksanakan Tradisi Balimau.

Lubuak Minturun merupakan sebuah objek pemandian yang sering dikunjungi masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan mandi Balimau. Akibat dari banyaknya pengunjung yang datang, menyebabkan terjadi kemacetan panjang. Walaupun sudah ada imbauan dari Pemda setempat agar masyarakat menahan diri untuk tidak pergi Balimau ke objek-objek wisata yang biasa menjadi tempat ritual tradisi ini, tetap saja pengunjung selalu membludak. Padahal dalam Islam tradisi Balimau ini dianjurkan. Apalagi dalam masa pandemi ini, kegiatan ini berpotensi menimbulkan kerumunan dan kemacetan.

Mobil yang kutumpangi, akhirnya mengambil jalur melewati Malalak untuk sampai ke Kota Bukittinggi. Dibawah guyuran hujan tipis di sore itu, kami menikmati kelok jalan Malalak – Bukittinggi yang kiri-kanannya banyak bukit batu. Beberapa tempat terlihat diselimuti kabut karena cuaca dingin. Memandang bukit-bukit berkabut merupakan pemandangan indah bagiku sebagai pengganti bosannya memandangi hutan-hutan beton ibukota.

Selamat datang di Ranah Minang. Rindu tanah kelahiran yang selalu ‘maimbau pulang...’

====================

Baitii Jannatii

27/04/2021