Surat Sakti
[Dik, langsung ke Tawang aja biar cepat]
[Siap bu, nanti aku ditemani adik. kasihan dirumah sendirian]
[Iya, segera saja biar nggak kehujanan]
Setelah berbalas melalui WhatsApp segera Astri mematikan gawainya. Ia berlanjut berganti kelas, memberikan ilmu kepada anak didiknya.
Tepat pukul 11.30 suara wanita bagaikan di ruang tunggu bandara mulai terdengar. Bel tanda untuk bersiap pulang membuat sorak sorai berebut memasukkan buku ke dalam tas.
Piket kelas yang sudah terbentuk membuat setiap anak didik bertanggung jawab dengan kebersihan kelas. Tanpa komando beberapa sudah mengambil peralatan kebersihan.
Tak berapa lama kelas menjadi bersih. Seluruh peserta didik duduk manis dan bersiap menunggu giliran untuk pulang.
Astri berdiri didepan kelas dengan handsanitizer ditangan. Arga, sang ketua kelaspun memberikan aba-aba untuk berdo'a.
Protokol kesehatan masih tetap berlaku, tak ada cium tangan sebagai ucapan terima kasih pada guru, namun berganti dengan menadahkan tangan menerima cairan sebagai pencuci tangan.

Setelah semua meninggalkan kelas, barulah Astri membersihkan dengan cairan disinfektan. Masa pandemi yang belum berakhir membuat semua harus tetap waspada.
Menutup pintu kelas sebagai tanda siap untuk dikunci oleh penjaga sekolah. Astri berjalan menuju ke ruang guru. Ia harus naik terlebih dahulu, maklumlah sekolah Astri dahulu adalah tempat pemakaman kaum cina. Model berbukit membuat setiap guru berolah raga ringan setiap harinya.

Sejenak Astri sampai di ruang guru, tak lama kemudian adzan mulai terdengar. Bergegas ia mengambil peralatan beribadah kemudian naik keatas menuju mushola sekolah. Perjalanan panjang dari kelas ke ruang guru berlanjut ke mushola membuatnya harus pandai mengatur nafas.

Selesai melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam, Astri menuruni tangga. Berjalan bersama sambil berbincang menjadi salah satu cara menjalin komunikasi antar sesama guru. Maklumlah jadwal yang padat dengan medan berbukit menyisakan sedikit waktu bertemu dengan rekan.

Sesampainya di ruang guru bersegeralah bersiap untuk pulang, namun sebelumnya ia mendatangi ruang Kepala Sekolah meminta ijin, maklum jam kerja belumlah usai.
Bukan untuk mendahului rekan lain tetapi karena harus menjalani pemeriksaan kesehatan yang membuat harus secepatnya sampai di Stasiun.
Perjalanan dari Sekolah ke Tawang membutuhkan waktu hampir dua jam. Dibawah rintik hujan membuat Astri berjalan perlahan.
Pukul empat sore sampailah di Tawang. Diletakkan Supra merah pada tempatnya. Bergegas ia menuju ruang antri. Mata tak henti melirik tempat duduk, mencari keberadaan kedua putrinya. Lelah mata ini, Astri duduk sambil memainkan gawainya. Ia menghubungi kedua anak gadisnya, berkali-kali tak ada jawaban.
Tak berapa lama datanglah beat warna biru. Ia terdiam, menunggu keduanya.
"Maaf bu, tadi dijalan macet. Udach sore jadinya lalu lintas padat. Extra hati-hati" kata Rima terengah-engah.
"Iya, prin dulu aja tiketnya baru kita ikutan antri untuk antigen"
Bergegaslah Rima mencari tempat untuk mencetak tiket, sedangkan Astri menggunakan barcode yang ada untuk antrian antigen.


Tak lama menunggu, Astri dan Rima menuju kasir. Kali ini sebagai syarat bepergian dengan menggunakan Kereta Api harus melampirkan surat antigen. Dengan biaya rp.35.000 per orang membuat Astri bersiap menuju bilik pemeriksaan.
"Mudah-mudahan negatif ya bu" bisik Rima
"Amin. Berdo'a selalu dik agar diberi kemudahan" jawab Astri.
Was-was menghinggapi raut muka Rima. Maklumlah beberapa hari merasakan batuk yang belum sembuh, sedangkan Astri juga kurang enak badan.

Tak berselang lama panggilan ke bilik terdengar. Astri dan Rima berjalan ke ruang pemeriksaan.
Bilik dua dan tiga sebagai tempat mereka diperiksa. Tak lama petugas datang menghampiri keduanya, tanpa basa basi hanya mengatakan "ambil nafas, bu" masuklah alat kehidung.
Ups...kaget pastinya. Tak ada aba-aba langsung saja colok.
Astri hanya diam menahan rasa, sedangkan Rima berlinang air mata.
Tak ada suara dari keduanya hingga menuju tempat duduk. Masih sedikit shock mungkin.
"Sakit,dik" Astri memecahkan kesunyian
"Hidungku serasa berair bu" sambil menahan tangis,
Dipegangnya jemari tangan Rima
"Sabar dik, mungkin tadi belum bersiap saja"

Lima belas menit berlalu hingga suara panggilan untuk Astri dan Rima. Bergegas mereka menuju tempat pengambilan hasil pemeriksaan antigen.
Senyum lega tersirat pada wajah Astri dan Rima.
"Negatif bu" desis Rima
"Alhamdulillah"
"Terima kasih pak" serempak berucap pada petugas kesehatan.
Binar-binar senang menangkup wajah berdua.
Secepatnya melaju kembali kerumah guna persiapan bepergian malam hari.
#Dua Hari Satu Malam#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar