Masa Depan Pendidikan Indonesia di Tangan Nadiem
Ketika Presiden Jokowi menunjuk Nadiem Makarim menjadi nahkoda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Maju, respon masyarakat demikian beragam. Ada yang menanggapinya secara positif, namun tidak sedikit yang memandangnya secara negatif. Nadiem dianggap sebagai seseorang yang baik, namun diletakkan pada tempat yang salah. Mengapa demikian?
Nadiem yang telah terbukti kepiawaiannya dalam menjalankan bisnis transportasi berbasis daring, dianggap tidak tepat menggantikan posisi Prof Muhammad Nasir di kementerian yang semula bernama Kemenristek Dikti itu. Tidak saja karena usianya yang masih sangat muda, 35 tahun. Melainkan juga karena Bos Gojek itu dianggap tidak memiliki pengalaman apapun di dunia pendidikan. Sementara yang harus dipimpinnya adalah para kaum intelektual yang telah berpuluh tahun menekuni pekerjaannya sebagai pendidik, ataupun berjibaku mencurahkan segenap pemikirannya bagi dunia pendidikan di Indonesia. Belum lagi para birokrat pendidikan yang telah mengincar sejak lama posisi paling keren di kementerian yang mengurus masa depan generasi bangsa itu. Para rektor, guru besar dan kaum intelektual lainnya cukup terperangah dengan keputusan tersebut.
Akan tetapi, keputusan untuk menempatkan Nadiem sebagai Mendikbud tentu bukan sebuah keputusan tergesa-gesa dari seorang Jokowi. Nadiem dianggap sebagai salah satu ikon di kalangan milenial yang sukses menjalankan bisnisnya dan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi banyak pengangguran di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari para driver Gojek yang merupakan pengangguran terdidik, para sarjana yang menunggu lamaran kerjanya diterima di perusahaan-perusahaan ternama.
Nadiem dianggap telah mampu menciptakan solusi baru dalam mengatasi pengangguran sekaligus kemiskinan. Tidak jarang, para pekerja yang sudah memiliki status pegawai tetap pun ikut berkecimpung sebagai driver di Gojek. Dengan realitas tersebut, Nadiem menjadi salah seorang milenial yang memiliki visi ke depan dalam membangun generasi yang lebih kreatif dan produktif.
Kreativitas dan produktivitas merupakan dua kata kunci yang paling penting di dalam dunia pendidikan. Bukankah banyak kalangan terdidik negeri ini yang hanya mengandalkan ijazah sekolah atau kuliahnya untuk mendapatkan pekerjaan, tanpa sedikitpun berpikir kreatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Padahal, di kalangan terdidik inilah seharusnya terdapat solusi yang kreatif dalam mengurangi pengangguran di Indonesia. Inovasi dan iklim berpikir secara out of the box itu perlu ditumbuhkembangkan di tengah masyarakat Indonesia, khususnya kalangan muda. Karena dengan hal itulah kita mampu mengubah perilaku yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat tentang betapa bergengsinya diterima bekerja sebagai pegawai negeri dan betapa rumitnya hidup sebagai seorang pengusaha atau entrepreneur. Padahal, di tengah era Revolusi Industri 4.0 saat ini, kebutuhan akan kalangan muda yang menekuni dunia usaha dengan berbagai variasi inovasi yang diciptakannya, serta penguasaan terhadap teknologi, sangat tinggi.
Pendidikan di era digitalisasi dalam segala lini tidak lagi membutuhkan sekadar gelar dan ijazah saja untuk mengantarkan generasi muda Indonesia kepada masa depannya yang lebih baik. Melainkan juga membutuhkan individu-individu yang siap pakai, terampil, kreatif, inovatif dan solutif. Maka pilihan terhadap Nadiem dianggap sangat tepat dan mewakili seluruh harapan tersebut.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar