Ratna Indah Prihatini

Lahir dan menetap di Kalitidu Bojonegoro, 11 September 1975. Alumni PGSD Universitas Negeri Malang. Tenaga Pendidik di SD Negeri Purwosari I Bojonegoro...

Selengkapnya
Navigasi Web

UPAYA MEMBANGUN KARAKTER ELI SI JUTAWAN MELALUI PAGUYUBAN KELAS DAN BUKU PENGHUBUNG KELAS PADA SISWA KELAS V SDN PURWOSARI I KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah Dasar (SD) merupakan lembaga pendidikan pertama yang memegang peran penting dalam dunia pendidikan guna memberikan dasar terhadap tingkat pendidikan selanjutnya, sehingga keberhasilan pendidikan dasar di SD merupakan tonggak tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pengelolaan pendidikan dan penanganan pendidikan dasar yang memadai demi peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran di SD mempunyai peranan penting. Sebab pelajaran ini bertujuan membekali siswa-siswi untuk memiliki pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, dan kebajikan kewarganegaraan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, khususnya moral. Hal ini dapat dipergunakan oleh siswa-siswi dalam mengembangkan kemampuan dan sikap rasional tentang upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi kelas V SDN Purwosari I , gejala-gejala sosial serta perkembangan dinamika kehidupan masyarakat, baik dimasa lampau atau dimasa depan.

1

Namun keberhasilan pembelajaran PKn, dalam membangun kesadaran berkonstitusi pada siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V sedikit banyak masih dikeluhkan.Hal ini dapat dilihat ketika mengamati perilaku/karakter siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V. Keluhan itu adalah banyaknya siswa-siswi yang mulai luntur karakternya, yakni karaktek Eli Si Jutawan (Religius, Toleransi, Jujur, Tanggung Jawab dan Disiplin). Hampir 25%dari jumlah siswa-siswi kelas 5 yakni 43 anak masih sering tidak datang tepat waktu, membuang sampah tidak pada tempatnya, perilaku mereka yang suka berkelahi/membuat gaduh pada saat kegiatan pembelajaran dan istirahat sekolah, kurangnya toleransiantar sesama teman dan seringnya tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Faktor penyebab mereka melakukan itu semua, diantaranya kurangnya keteladan di rumah, paradigma orang tua/wali murid yang menyatakan bahwa pendidikan anak merupakan murni tanggung jawab sekolah, alasan pemenuhan kebutuhan ekonomi (kesibukan orang tua untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarga), tidak adanya pendampingan belajar dari orang tua disaat siswa-siswi belajar di rumah.Dalam benak buat apa sekolah ini mendapat sebutan sekolah berprestasi jika moral siswa-siswinya mulai luntur. Buat apa menjadi siswa-siswi yang hebat tapi jika karakternya tidak terjaga.Siapakah yang harus bertanggung jawab dalam hal ini? Guru mereka atau orang tua merekalah yang harus bertanggung jawab. Melihat, mendengar, dan merasakan persoalan di atas sebagai guru PKn terpanggil untuk membuat perubahan.

Perubahan itu harus terjadi dan dimulai dari rumah yakni dari orang tua dan disinergikan dengan pihak sekolah dalam hal ini dengan guru. Mengapa harus dimulai dari rumah (orang tua)? Menurut Ratna Megawangi (2004: 63), keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat. Artinya kalau institusi keluarga sebagai fondasi lemah, maka “bangunan “ masyarakat juga akan lemah. Masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam kebobrokan sosial, maka menurut teori ini adalah cerminan dari tidak kokohnya institusi keluarga. Dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 pasal 2 bahwa Penumbuhan Budi Pekerti dibuat dengan tujuan diantaranya: (a). Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenagakependidikan; (b). menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga,sekolah, dan masyarakat; (c). menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau (d). menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Artinya, penumbuhan budi pekerti merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab siswa, guru, orang tua wali, tenaga kependidikan, komite sekolah, alumni, dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.Untuk itu perlu ditumbuhkan/adanya kesadaran bersama dalam pola pendidikan siswa-siswi serta sarana dalam pelaksanaannya. Dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kab. Bojonegorodiperlukan sarana yaitu Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas. Di dalam Buku Penghubung Kelas terdapat catatan indikator-indikator kegiatan yang mencakup aspek religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin (Eli Si Jutawan) yang harus dilakukan maupun tidak boleh dilakukan oleh siswa-siswi selama kegiatan pembelajaran berlangsung di sekolah serta dilanjutkan catatan kegiatan di rumah yang diisi oleh orang tua/wali murid. Hasil catatan kegiatan dari Buku Penghubung Kelas dikorelasikan pada kegiatan Paguyuban Kelas yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Dalam kegiatan Paguyuban Kelas itu dikomunikasikan hal-hal yang terdapat pada Buku Penghubung Kelas sebagai sarana komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua/wali murid. Untuk itu kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dirasa sangat perlu dan penting dalam upaya membangun kesadaran berkonstitusi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang diangkat sebagai permasalahan adalah:

1. Bagaimana kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dapat membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro?

2. Bagaimana peran Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis tetapkan tersebut, maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

2. Untuk menganalisis peran paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Sekolah

a. Dapat memberi masukan pihak sekolah untuk pentingnya membangun karakter Eli Si Jutawan melalui kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

b. Dapat mendorong/memotivasi pihak sekolah untuk menjadikan sekolah adalah rumah kedua sebagai tempat belajar membangun kesadaran berkonstitusi yakni membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro

2. Bagi Guru

a. Menemukan alternatif/cara dalamupaya membangun kesadaran Eli Si Jutawan pada siwa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

b. Mengatasi problem lunturnya karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

3. Bagi Siswa

a. Memberikan kegiatan baru yang menarik bagi siswa.

b. Meningkatkan kesadaran bagi siswa-siswi untuk berperilaku sesuai konstitusi.

c. Meningkatkan karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Karakter

Berdasarkan (UU SISDIKNAS NO.20 TAHUN 2003) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Sedangkan Kata karakter secara etimologi berasal dari kata Yunani, “charassein”,yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi elektronik (2008) pengertian karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat yang sama disampaikan Kamisa (1997:281), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Sedangkan dalam pandangan (Ditjen Mandikdasmen-Kementerian Pendidikan Nasional) tahun 2010, karakter adalah cara berfikir dan perilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

5

Dari definisi di atas nampak bahwa mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang bersal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis. Ada sebuah pepatah yang dikemukakan oleh Thomas Lickona : “Walaupun jumlah anak-anak hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak – anak adalah kunci utama membangun bangsa. Hal ini telah menegaskan pendapat mengenai pentingnya pendidikan karakter diberikan sedini mungkin.

Pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Mengacu kepada teori Bronfenbrenner (dalam Ratna Megawangi 2004:64), seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan langsung adalah oleh lingkungan keluarga, dan setelah itu oleh lingkungan di luar keluarga, dari lingkungan mikro sampai makro. Adapun penyimpangan yang terjadi dalam proses pembentukan individu, adalah merupakan serangkaian hasil dari pengaruh keluarga dan lingkungan luarnya. Berbicara mengenai pembangunan karakter, maka tidak lepas dari bagaimana membentuk kepribadian individu-individu sejak dini dari dalam keluarga, dan sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan, sosialisasi, dan penanaman nilai kepada anak adalah sangat besar. Maka kalau kita kembalikan kepada teori yang tersebut di atas, maka keluarga kokoh adalah keluarga yang dapat menciptakan generasi-generasi penerus yang berkualitas, berkarakter kuat, sehingga menjadi pelaku-pelaku kehidupan masyarakat, dan akhirnya membawa kejayaan sebuah bangsa.

Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz, 1995). Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding) orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlibat, karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang harmonis di mana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih penulisng dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan social di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968).

Selain rumah sebagai pendidik karakter pertama, sekolah merupakan rumah kedua sebagai pendidik karakter anak. Eksistensi sekolah tidak bisa lepas dari peran guru. Terlepas dari berbagai macam posisi yang bisa disandangnya, sadar atau tidak, perilaku dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut merupakan wahana utama pembelajaran karakter. Perilaku dan sikap guru sehari-hari merupakan praksis moral yang meyampaikan nilai khusus terhadap siswa (Inlay, 2003). Guru adalah pendidik karakter, entah ia menyadarinya atau tidak.Mendidik memiliki konotasi yang lebih luas mengatasi sekadar penyampaian amateri pelajaran. Oleh karena itu, mendidik juga tidak sekadar berurusan dengan penyampaian materi pelajaran. Guru mendidik dengan cara menghadirkan diri mereka secara utuh di hadapan siswa dan dengan itu siswa merasakan kehadiran guru sebagai sosok yang istimewa, sebagai pribadi yang yang memberikan inspirasi dan rasa hormat.

Guru menjadi teman, sahabat, pengajar, rekan kerja, pendamping, orang tua, dan semua kemampuan individu yang memungkinkan proses belajar di sekolah berjalan dengan baim di dalam kelas maupun di luar kelas. Kegiatan mendidik berkaitan dengan eksistensi keseluruhan individu dalam relasinya dengan orang lain dan lingkungannya. Untuk itu, kegiatan mendidik tidak dapat dibatasi oleh kegiatan di dalam kelas. Mendidik bisa terjadi dan bisa dilakukan dimana saja, bahkan ketika guru bertemu dan berjumpa dengan para siswa ketika mereka berbelanja di pasar, bertemu di pemberhentian bus, makan di restoran, dll. Guru sebagai pendidik karakter kiranya dapat menggambarkan bagaimana relasi antarindividu dall bagi pembentuk karakter. Kehadiran, sikap, pemikiran, nilai-nilai, keprihatinan, komitmen, dan visi yang dimilikinya merupakan dimensi penting yang secara tidak langsung mengajarkan nilai yang membentuk karakter siswa.

Menurut Doni Koesoema A, dalam buku Pendidik Karakter di Zaman Keblinger, ada beberapa sikap dasar yang mesti dikembangkan dalam diri setiap guru dalam mengembangkan diri sebagai pendidik karakter. Sikap-sikap dasar itu antara lain:

a. Anti adultisme

Adultisme adalah sebuah keyakinan yang percaya bahwa anak-anak merupakan sosok yng belum dewasa, dan karena itu, mereka layak diperlakukan seperti anak-anak, pendapat dan usulannya tidak perlu menjadi bahan pertimbangan dari pendidik atau pihak sekolah.

b. Mengejar kesempurnaan

Menjadi pendidik karakter berarti pula menjadi individu yang siap berkembang dan berubah menjadi lebih baik. Ia tidak puas dengan apa yang telah ia capai pada saat ini. Ini adalah sebuah semangat dan tindakan untuk tidak berbangga dan puas diri atas apa yang telah diraih, melainkan sebuah keinginan untuk senantiasa berbuat sesuatu secara dengan baik.

c. Penghayatan nilai secara otentik

Tindakan dan perilaku guru menentukan sejauhmana kualitas diriny ketimbang apa yang diomongkan di hadapan siswa. Guru mesti mampu menunjukkan bahwa apa yang dia lakukan adalah penghayatan nilai, bukan karena tekanan dari luar, melainkan karena usaha aktif dalam memahami perubahan dalam dirinya sendiri sebelum ia mewartakan pada orang lain.

d. Praksis tanggung jawab pribadi

Guru mesti memiliki kepercayaan bahwa para siswa dari sononya memiliki kemampuan untuk memilih keputusan yang baik bagi hidup mereka dan ini terjadi melalaui praksis yang berlangsung terus-menerus. Guru mesti mengajak siswa agar dapat menghayati tanggung jawabnya secara pribadi sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan yang telah mendasarkan diri pada informasi yang benar dan tepat.

e. Ekselensi sebagai pembelajar

Melakukan pembaruan diri terus-menerus agar semakin efektif mengajar dan menemukan cara-cara baru mengajar, berani merefleksikan dan mengevaluasi terus-menerus cara guru mengorganisir kelas, dan membangun tatanan baru dalam kelas yang mendukung proses pembelajaran dengan salah satu tujuan pendidikan, yaitu peningkatan kemampuan akademis siswa.

f. Pengembangan tanggung jawab sosial

Hal ini tampak melalui kompetensi dan kepiawaian guru dalam mengelola kelas, membangun tim belajar dalam kelas dan menciptakan suasana pembelajaran bersama yang saling mendukung proses belajar. Guru mesti mampu mempercayai anak didik mereka yang memilii kemampuan lebih untuk menjadi tutor dari rekan meraka, membuat kelompok belajar yang mendiskusikan bersama-sama persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, guru bersama siswa berusaha mengembangkan tanggung jawab social dalam lingkungan akademis di sekolah dengan mengutamakan sikap terbuka dan dialogis.

B. Paguyuban Kelas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, arti kata paguyuban adalah perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan (kerukunan) diantara para anggotanya. Sedangan kelas adalah (1) tingkat, (2) ruang tempat belajar di sekolah. Dalam pandangan Eddy Soetrisno di Kamus Populer Bahasa Indonesia (2010:467) kelas adalah (1) tingkat; (2) golongan, kumpulan. Namun tidak serta merta bahwa paguyuban dan kelas memiliki arti sendiri-sendiri. Dalam artian disini berdiri sendiri.

Paguyuban Kelas adalah perkumpulan orang tua murid dalam suatu kelas yang bertujuan untuk membangun, menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi, kepedulian dan tanggung jawab orang tua dengan memberikan saran dan masukan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu Paguyuban Kelas juga bertujuan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru/wali kelas dengan orang tua dan sesame orang tua dalam upaya menumbuhkan rasa kebersamaan diantara sekolah dan orang tua. Salah satu peran dari paguyuban kelas adalah sebagai mediator antara orang tua/wali murid dengan wali kelas dan guru. Fungsi dari paguyuban kelas adalah (1) menampung aspirasi, ide, tuntutan dari orang tua terhadap proses belajar mengajar di kelas; (2) mendorong orang tua peduli dan aktif berpartisipasi guna mendukung hasil belajar siswa.(Naila dalam paguyuban-kelas.blogspot.com).

C. Buku Penghubung Kelas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 155 : 371), buku adalah kitab dan hubung adalah pertalian;menyambung dengan; merangkaikan dengan. Artinya, Buku penghubung kelas merupakan dokumen penting untuk menghubungkan wali kelas dengan orang tua/wali,sekaligus salah satu bentuk media interaksi guru dengan peserta didik dan orang tua. Buku ini disusun khusus oleh wali kelas sebagai perantara untuk menginformasikan apa saja yang telah dilakukan peserta didik di sekolah kepada orang tua/walinya. Buku penghubung kelas diciptakan dengan tujuan sebagai komunikasi dua arah. Agar orang tua mengetahui kejadian di sekolah atau hal-hal yang memang harus diketahui orang tua. Sebaliknya, karena buku penghubung kelas bisa digunakan dua arah, artinya orang tua juga bisa menulis di buku itu, pihak sekolah (guru) juga dapat mengetahui kejadian khusus di rumah, dari berita yang disampaikan orang tua. Maka dari itu buku penghubung wajib dibawa setiap hari ke sekolah.

D. Upaya Membangun Karakter Eli Si Jutawan Melalui Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Ratna Megawangi (2004 : 62) menerangkan anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua piak: keluarga, sekolah, dan sluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat, seperti lembaga keagamaan (masjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga, komunitas bisnis, dan sebagainya.

Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab semua pihak. Hal ini merupakan tantangan yang luar biasa besarnya, maka perlu ada suatu kesadaran dari seluruh konstituen yang melingkupi dan mempengaruhi kehidupan anak-anak, bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendididkan karakter harus dilakukan secara eksplisit (terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang betkarakter dapat terwujud.

Bahwa melalui kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat memaksimalkan karakter-karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin. Karena ada korelasi antara keduanya. Hasil dari apa yang tertulis di buku penghubung kelas dapat disampaikan langsung dan dapat dievaluasi di kegiatan paguyuban kelas.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Ide Dasar / Kerangka Berfikir Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Pada tahun pelajaran 2014/2015 tepatnya di semester II, bulan April 2015 dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa-siswi, keadaan lingkungan sekolah serta bertanya jawab secara lisan dengan siswa-siswi.Pengamatanyang dilakukan mulai dari kedatangan siswa-siswi datang ke sekolah, siswa-siswi yang tidak mengerjakan PR diminta untuk mengerjakan di luar kelas, kebersihan kelas, membuang sampah, sikap disaat makan dan minum yang sudah dibeli dari kantin sekolah, kegiatan siswa-siswi pada waktu istirahat, toleransi terhadap teman, pelaksanaan piket kelas, dan lainnya.Sementara tanya jawab secara lisan berhubungan dengan sholat 5 waktu/ibadah sesuai agamanya, kegiatan apa saja yang dilakukan di rumah setelah bangun tidur dan pulang sekolah. Kurang lebih sebulan dilakukan pengamatan dan tanya jawab, ada beberapa permasalahan yang timbul berkaitan dengan karakter siswa-siswi yang harus mendapat perhatian dan penanganan. Gambaran hasil pengamatan secara dokumenter dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini.

12

Gambar 3.1 Sampah Berserakan di Depan Kelas

Gambar 3.2 Pemandangan Kelas Kotor

Gambar 3.3 Siswa Mengerjakan PR di Luar Kelas

Melihat permasalahan di atas berfikir bagaimana langkah untuk mereduksi hal-hal di atas. Cara efektif dimana guru dan orang tua dapat bersama-sama menangani permasalahan di atas.Akhirnya ditemukan ide untuk membuat organisasi kecil yaitu pembentukan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas. Dimana ada korelasi antara keduanya.

Dari uraian tersebut, kerangka berfikir best practice ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tidak Sholat 5 Waktu

Membuang Sampah Sembarang

Berkelahi

Tidak Mengerja-kan PR

Datang Terlambat

Kurang Keteladanan Orang Tua

Paguyuban Kelas

Buku Penghubung Kelas

Sikap Eli Si Jutawan

Aktivitas di Sekolah

Aktivitas di Rumah

Dialog Bersama

Home Visit

Pemberian Gizi

Gambar 3.4 Kerangka Berfikir Best Practice

Dari kerangka berfikir di atas dapat dijelaskan bahwa permasalahan yang tampak dan sering terjadi adalah siswa-siswi belum melaksanakan sholat 5 waktu/ibadah sesuai agama dengan genap, kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah, masih sering suka berkelahi dengan teman sekelas maupun dengan kelas lain karena masalah sepele seperti olok-olok, sering tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) sehingga senang jika diminta mengerjakan di luar kelas karena memiliki waktu bermain lebih lama, dan beberapa siswa-siswi sering terlambat datang ke sekolah. Akar permasalahan di atas setelah diurai ternyata jawabannya mengerucut pada satu jawaban yakni kurangnya keteladanan dari rumah (orang tua). Masalah menjalankan ibadah sebenarnya siswa-siswi berharap orang tua menjadi imam bagi mereka, kesadaran membuang sampah pada tempatnya yang masih rendah karena melihat contoh orang tuanya kalau membuang sampah juga masih sembarangan ditambah tidak adanya aturan-aturan yang mengikat jika berbuat kesalahan sementara ketika siswa-siswi membutuhkan pendampingan orang tua pada saat belajar mereka lebih sibuk/asyik dengan tayangan televisinya sehingga siswa-siswi tidak mampu menyelesaikan tugas sekolah dengan baik serta mengakibatkan ikut melihat tayangan telivisi sampai larut malam dan berdampak terhadap kesiapan sekolah besok paginya (terlambat dating ke sekolah).

Untuk menangani masalah-masalah di atas, maka dari pihak sekolah dibentuklah kegiatan paguyuban kelas dan hadirnya buku penghubung kelas. Paguyuban kelas di SDN Purwosari I adalah pertemuan orang tua/wali murid dengan pihak sekolah (guru/wali kelas) yang dilakukan setiap bulan sekali. Kegiatan dari paguyuban kelas adalah dialog bersama membicarakan kegiatan belajar mengajar di kelas, kemajuan belajar siswa-siswi, perkembangan karakter siswa-siswi, mencari penyelesaian/solusi atas masalah-masalah yang timbul yang terjadi pada siswa-siswi seperti perkelahian, tidak mengerjakan PR dan melaksanakan kegiatan home visit ke rumah siswa-siswi yang sakit atau yang membutuhkan bantuan ekonomi, atau permasalahan lainnya. Kegiatan home visit dilakukan oleh guru/wali kelas dengan orang tua/wali yang bersedia/memiliki waktu luang dilakukan sesuai kebutuhan dan waktu. Kegiatan home visit dilakukan dengan tujuan menjalin silaturahmi dan jembatan komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua/wali murid. Kegiatan lainnya yaitu pemberian tambahan gizi pada siswa-siswi dengan memberikan makanan/minuman yang diolah oleh orang tua/wali murid sendiri.

Sementara buku penghubung kelas adalah sarana sederhana sekolah untuk memantau perkembangan karakter siswa-siswi. Dalam buku penghubung kelas terdapat catatan-catatan kegiatan yang meliputi aktivitas di sekolah dan aktivitas di rumah. Aktivitas di sekolah diisi oleh pihak guru dan aktivitas di rumah diisi oleh orang tua/wali murid. Dalam buku penghubung kelas terdapat kolom untuk guru maupun orang tua/wali murid untuk menyampaikan suatu permasalahan/ide atau informasi yang mungkin dibutuhkan oleh keduabelah pihak. Hasil catatan-catatanbaik aktivitas di sekolah maupun di rumah ditindaklanjutidi kegiatan paguyuban kelas. Harapan dari adanya paguyuban kelas dan buku penghubung kelas membangun karakter Eli Si Jutawan yakni religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin.

B. Proses dan Tantangan Untuk Mengatasi Masalah

Tanggal 27 Juli 2015 adalah awal dari kegiatan pembelajaran tahun pelajaran 2015/2016. Saatnya melakukan perubahan terhadap permasalahan yang terjadi selama ini. Permasalahan karakter religious, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin (Eli Si Jutawan). Tepat tanggal 29 Juli 2015, ketika waktu istirahat menghadap kepala sekolah di ruangannya untuk menyampaikan ide membentuk paguyuban kelas dan membuat buku penghubung kelas sebagai bentuk meminimalisir lunturnya karakter/moral siswa-siswi serta menyadarkan orang tua bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama. Kepala sekolah menerima ide dan mempersilahkan untuk presentasi di hadapan teman -teman guru dan pengurus komite sekolah. Akhirnya tanggal 31 Juli 2015 disepakati diadakan rapat sekolah. Presentasi di depan teman-teman guru dan pengurus komite dilakukan, hasilnya setuju untuk dibentuk paguyuban kelas dan dibuatnya buku penghubung kelas. Meskipun tidak semua setuju. Akan tetapi berdasar kourum disepakati setuju. Setelah itu dilakukan sosialisasi di hadapan orang tua/wali murid mengenai ide tersebut yang dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2015. Hasilnya terbentuklah pengurus-pengurus paguyuban kelas dan diterimanya buku penghubung kelas.

Gambar 3.5 Sosialisasi Pembentukan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Gambar 3.6 Kepala UPTD Pendidikan Kec. Purwosari dan Pengurus Komite SDN

Purwosari I Hadir di acara Sosialisasi Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

C. Implementasi Kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Program tidak harus berjalan mulus dan 100% berjalan dengan baik. Sesuatu yang baik tentunya juga belum tentu baik bagi orang lain. Ini yang dipegang teguh dan sadari penuh ketika berhadapan dengan rekan kerja dan orang tua/wali murid. Tantangan tentunya hadir di awal-awal dimana kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas mulai berjalan. Kegiatan di awal pertemuan paguyuban kelas masih banyak wali murid yang tidak hadir, meskipun dalam rapat mereka menyatakan setuju. Orang tua/ wali murid masih setengah hati untuk hadir. Rata-rata yang hadir masih kurang separo dari jumlah keseluruhan yakni 43. Ini setelah cek/konfirmasi dengan rekan-rekan guru dan dari daftar hadir dengan berbagai alasan mereka kemukakan. Dari yang masih kerja, tidak dapat ijin dari atasan, sibuk dansebagainya. Melihat kenyataan ini sempat membuat pesimis dengan langkah-langkah tersebut. Akan tetapi dengan kesabaran, tetap semangat serta bekerja dengan hati dan ikhlas tetap menjalankan program ini.

Selain tantangan di atas, tidak kalah pula tantangan pengisian buku penghubung kelas. Tantangan tersebut adalah waktu pengisisan buku penghubung kelas yang dibarengi dengan kegiatan mengajar.Kesulitan dialami karena jumlah siswa-siswi yang banyak yakni 43. Tentunya merasa kerepotan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka prosedur pengisian buku penghubung kelas dilakukan perubahan, yang semula murni diisi/dilakukan oleh guru sendiri maka siswa-siswi dilibatkan. Ada beberapa indikator yang dapat diisi/dilakukan oleh siswa-siswi sendiri. Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah datang tepat waktu, melaksanakan piket kelas, melaksanakan pembiasaan pagi, menjaga kebersihan sekolah. Semua dapat dilakukan siswa-siswi karena mereka dapat melihat langsung apakah teman-temannya melakukan atau tidak. Langkahnya adalah dengan cara setiap pagi sebelum bel masuk kelas berbunyi ketua kelas membagikan buku penghubung ke teman-temannya dengan cara ditukar pemiliknya (misal buku Ica di bawa oleh Sefin, buku Sefin di bawa oleh Yanti danseterusnya). Dengan harapan guru menanamkan siswa-siswi untuk belajar jujur, tanggung jawab dan disiplin. Kemudian setelah semua siswa-siswi mengisi buku penghubung kelas dikumpulkan di meja guru. Setelah itu guru tinggal mengisi beberapa bagian dari indikator yang belum terisi dan mengecek satu persatu serta menandatangani/memberi paraf dan memberi catatan-catatan kecil jika diperlukan. Selain tantangan dari pihak guru, tantangan hadir dari pihak orang tua/wali murid. Awal-awal berjalan beberapa orang tua ogah-ogahan mengisi buku penghubung kelas. Bahkan ditemukan fakta kolom yang mestinya diisi oleh orang tua diisi oleh siswa-siswi sendiri tanpa ada tanda tangan orang tua. Untuk mengatasi hal tersebut maka di bulan berikutnya yakni September 2015 dilakukan kesepakatan-kesepakatan serta konsekuensi yang harus diterima jika tidak mengisi buku penghubung kelas. Tantangan yang tak kalah menarik adalah terlambatnya pencairan dana BOS. Buku penghubung kelas memang didesain untuk setiap satu sementer. Ketika dana BOS untuk triwulan pertama tahun anggaran 2015 terlambat, penggandaan untuk buku penghubung kelas pun ikut terlambat. Namun dapat teratasi dengan dana paguyuban kelas. Orang tua/wali murid bahkan menawarkan diri membayar biaya fotokopi dengan alasan merasakan manfaat dan dampak yang besar terhadap perkembangan karakter siswa-siswi. Memang butuh waktu untuk melakukan kebaikan dan semua butuh proses. Namun seiring waktu semua berjalan dengan normal.

Gambar 3.7 Kegiatan Paguyuban Kelas V

Gambar 3.7 adalah kegiatan paguyuban kelas pada Bulan Oktober 2015. Ada peningkatan kehadiran dari Bulan September 2015 yang semula hanya 19 orang menjadi 25 orang. Ini artinya, Bulan Oktober 2015 merupakan bulan mulai diterimanya kegiatan paguyuban kelas dan melihat betapa pentingnya kegiatan tersebut terhadap perkembangan belajar maupun karakter siswa-siswi.

Gambar 3.8 Kegiatan Pemberian Tambahan Gizi

Kegiatan tambahan gizi adalah kegiatan memberikan gizi berupa makanan/minuman yang dilakukan oleh orang tua/wali murid, serta diolah oleh orang tua/wali murid sendiri secara berkelompok dan bergiliran. Dana diambilkan dari kas paguyuban kelas V. Pemberian tambahan gizi seperti pemberian bubur kacang hijau, buah-buahan, susu kedelai dan lainnya. Seperti pada gambar di atas adalah satu contoh kegiatan pemberian tambahan gizi pada Bulan Oktober 2015 dengan memberikan makanan bubur kacang hijau.

Gambar 3.9 Buku Penghubung Kelas V yang Sudah Diisi

Pada gambar 3.9 di atas merupakan contoh buku penghubung kelas V yang sudah diisi oleh guru maupun oleh siswa-siswi sendiri. Buku penghubung kelas diisi setiap hari dengan cara dicentang (v) jika melakukan kegiatan yang ada dalam buku tersebut dan menyilang (x) jika tidak melakukannya. Buku penghubung kelas didesain untuk kegiatan setiap hari. Pada bagian atas terbagi menjadi dua bagian. Di sebelah kiri aktivitas di sekolah dan di kanan aktivitas di rumah. Tertulis keterangan pekan ke, bulan, dan tahun. Artinya selain didesain setiap hari akan tampak hasil setiap minggunya. Bagian tengah ada kolom-kolom yang terdiri dari no, kegiatan dan hari. Untuk kegiatan aktivitas di sekolah indikatornya antara lain: datang tepat waktu, melaksanakan piket kelas, melaksanakan pembiasaan pagi, menyelesaikan tugas dari guru, hormat dan patuh pada guru, hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya, menjaga dan merawat barang di kelas maupun di sekolah, tidak membuat kegaduhan, berakhlaq baik pada teman, menjaga kebersihan sekolah, makan-minum dengan duduk serta melkasanakan pembiasaan siang. Pada bagian bawah aktivitas sekolah terdadat kolom paraf guru dan orang tua. Hal ini diperlukan karena sebagai tanda bahwa guru sudah mengecek dan memantau siswa-siswinya dan ditindaklanjuti orang tua di rumah. Tidak lupa ada kolom catatan guru yang berfungsi memberi catata-catatan kecil untuk siswa-siswi jika dirasa orang tua perlu tahu. Sementara di bagian kanan yakni aktivitas di rumah pada bagian atas sama dengan aktivitas di sekolah, bedanya terletak pada kegiatan yang dilakukan. Indikatornya antara lain: mandi 2x sehari, menggososk gigi pagi dan malam, sholat 5 waktu/ibadah sesuai agama, mengaji, mengucapkan salam ketika keluar/masuk rumah, mengerjakan PR, berdoa sebelum dan sesudah tidur, membuang sampah pada tempatnya, belajar dan bermain dengan orang tua, patuh terhadap orang tua, mandi, makan, minum sendiri serta membentu pekerjaan orang tua. Pada bagian bawah terdapat kolom catatan orang tua.

D. Analisis Data

Setelah kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas berjalan, dilakukan analisis pada kegiatan tersebut. Untuk mendata sejauh mana dua kegiatan tersebut bermanfaat dan membawa dampak bagi siswa-siswi dan orang tua. Pengolahan data pada kegiatan peguyuban kelas diambil dari tingkat kehadiran orang tua/wali murid setiap bulannya dari Bulan September sampai dengan Bulan Desember 2015. Sementara pengolahan data untuk buku penghubung kelas dilakukan dalam seminggu sekali dan direkapitulasi setiap bulannya. Data yang diambil adalah jumlah siswa yang melakukan pelanggaran namun bukan kumulatif harian dari semua jumlah siswa yaitu 43 (berapa siswa-siswi yang masih melakukan pelanggaran)

1) Paguyuban Kelas

Hasil analisis paguyuban kelas V untuk tingkat kehadiran orang tua/wali murid dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1

Hasil Analisis Tingkat Kehadiran Orang Tua/Wali Murid Pada Kegiatan Paguyuban Kelas V (Bulan September s.d Desember 2015)

No.

Bulan

Jumlah Orang Tua Yang Hadir

Prosentase (Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

September

Oktober

Nopember

Desember

19

25

40

43

44%

58%

93%

100%

Grafik 3.1

Prosentase Kenaikan Kehadiran Orang Tua/Wali Murid Pada Kegiatan Paguyuban Kelas V Bulan September s.d Desember 2015

Terjadi peningkatan dalam kehadiran paguyuban kelas. Bulan September 2015 yang hadir hanya 19 orang tua/wali murid atau 44% dari jumlah 43 orang. Kemudian di Bulan Oktober 2015 yang hadir 25 orang, 58% dari jumlah 43. Ada peningkatan 14%. Dilanjutkan Bulan Nopember 2015 yang hadir 40 orang dengan kenaikan prosentase 35%, serta di Bulan Desember 2015 yang hadir 43 orang (1005). Ini menandakan bahwa ada peningkatan kehadiran di setiap bulannya. Tentu saja ini menjadi bukti bahwa ada respon terhadap kemajuan pendidikan siswa-siswi sekaligus membangun pemahaman kesadaran orang tua/wali murid bahwa akan pentingnya kepedulian orang tua untuk perkembangan karakter siswa-siswi ke depannya, membangun pemahaman betapa pentingnya pendidikan keluarga serta mengubah paradigma lama yakni pendidikan siswa-siswi hanya tanggung jawab sekolah.

Dalam kegiatan paguyuban kelas V, dihasilkan kesepakatan-kesepakatan antara pihak sekolah (wali kelas) dengan orang tua/wali murid. Hasil kesepakatan itu adalah jika orang tua/wali dalam waktu 1-2 minggu tidak mengisi buku penghubung kelas maka diminta menyumbang bunga (hidup) bebas 1 pot dengan ukuran bebas. Atau menyumbang buku bacaan bebas (boleh komik, novel, cergam,majalah anak, dll). Guru memberikan reward pada siswa yang tidak melanggar aturan sekolah dalam 1 bulan penuh.

Gambar 3.10 Bukti Bantuan Orang Tua/Wali Murid Hasil Kesepakatan Paguyuban Kelas V.

Pada Bulan Agustus 2015, ada 9 orang tua/wali murid yang tidak mengisi buku penghubung kelas dalam waktu 1-2 minggu. Mereka adalah orang tua/wali murid dari : Achda Karima Muzaqi (Arka), Ahmad Roziq (Oziq), Gading Aditya P (Gading), Krisna Audi P, Lira Destia (Destia), Naura Salsa Bella Hawwa (Bela), Novita Vadina Martalia (Tata), Silvia Nanda Agustin(Silvi), dan Liony Devega. Maka sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh orang tua/wali murid diminta untuk membawa bunga atau bacaan. Bunga atau bacaan yang dibawa tidak harus baru, ini dengan maksud tidak memberatkan orang tua/wali murid.

2) Buku Penghubung Kelas

Hasil analisis jumlah siswa-siswi yang melanggar aturan pada buku penghubung kelas untuk aktivitas di sekolah pada Bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Agustus 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

11

22

10

23

7

7

5

9

3

28

43

9

26%

51%

23%

53%

16%

16%

12%

21%

7%

65%

100%

21%

Rata-rata

15

34%

(a) Dari di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata dalam Bulan Agusutus jumlah siswa yang melanggar peraturan adalah 4 siswa per minggu dan 15 siswa per bulan dan prosentase jumlah siswa yang melanggar peraturan 34%.

(b) Lima pelanggaran yang paling banyak dilakukan siswa-siswi adalah datang tidak tepat waktu 11 siswa-siswi, tidak melaksanakan piket kelas 22 siswa-siswi, tidak menyelesaikan tugas guru dengan baik 23 siswa-siswi, membuang sampah tidak pada tempatnya 28 siswa-siswi, dan makan-minum masih berdiri 43 siswa-siswi. Ini menandakan karakter religius masih rendah dengan datang terlambat berarti tidak mengikuti kegiatan berdoa serta makan minum sambil berdiri. Tidak toleransi terhadap teman juga sering terjadi dengan ditandai seringnya terjadi pertengkaran baik di kelas maupun di luar kelas. Tanggung jawab dan didiplin siswa-siswi juga masih rendah dengan tidak mengerjakan tugas dengan tepat waktu, membuang sampah masih sembarangan dan tidak melaksanakan piket.

(c) Hasil analisis aktivitas di sekolah Bulan September 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan September 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

7

16

7

15

4

5

2

4

2

21

38

6

16%

37%

16%

35%

9%

12%

5%

9%

5%

49%

88%

14%

Rata-rata

11

25%

(a) Pada tabel 3.3 dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang melakukan pelanggaran mulai berkurang. Hal ini tampak dari jumlah rata-ratanya yaitu 3 siswa per minggu dan 11 siswa per bulan. Ini berarti buku penghubung kelas sudah mulai diterima siswa-siswi sebagai bentuk tanggung jawab diri.

(b) Karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin mulai tampak pada Bulan September ini dengan berkurangnya jumlah siswa-siswi yang melanggar. Religius tidak hanya digambarkan pada kegiatan berdoa saja, namun dengan dengan hormat dan patuh pada guru, penjaga sekolah/warga sekolah lainnya serta berakhlaq baik dengan teman merupakan bagian dari hal tersebut.

(c) Karakter religius ini juga tampak dari cara siswa-siswi ketika berdoa di awal mulainya kegiatan pembelajaran dan akhir kegiatan pembelajaran yaitu lebih khusuk, memanggil penjaga sekolah yang semula dengan sebutan “kang” menjadi “pak”.

(d) Karakter toleransi tampak dari sudah jarangnya pertengkaran siswa-siswi, bersedia bergaul dengan teman yang kekurangan fisik dan ekonominya, serta ada kegiatan menjenguk siswa-siswi yang mengalami kesusahan di waktu pulang sekolah bersama wali kelas. Karakter jujur dapat dilihat ketika mengisi buku penghubung siswa-siswi melakukan tanya jawab menanyakan temannya melakukan pelanggaran atau tidak.

(e) Tanggung jawab dan disiplin masih rendah namun mengalami peningkatan sedikit, yaitu kegiatan tidak melaksanakan piket, membuang sampah tidak pada tempatnya, disadari ketiga hal di atas butuh proses dan waktu.

Perkembangan hasil analisis aktivitas di sekolah pada Bulan Oktober dapat dilihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Oktober 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

5

8

4

8

2

3

2

2

2

12

22

4

12%

19%

9%

19%

5%

7%

5%

5%

5%

28%

51%

9%

Rata-rata

6

15%

(a). Setelah buku penghubung kelas berjalan tiga bulan, tidak dipungkiri masih terdapat sejumlah siswa-siswi melakukan pelanggaran namun ada perkembangan signifikan terhadap perubahan karakter Eli Si Jutawan. Untuk sikap religius siswa-siswi sudah dapat melakukan kegiatan berdoa bersama tanpa harus menunggu perintah. Kegiatan ini dipimpin oleh siswa-siswi secara bergiliran di depan kelas sehingga tanpa disadari juga menumbuhkan karakter tanggung jawab. Tanggung jawab dan kedisiplinan terlihat pada jumlah siswa-siswi yang datang terlambat menurun menjadi 5 siswa-siswi, datang lebih pagi untuk melaksanakan piket (tampak kelas bersih), mengerjakan tugas sekolah (LKS) dengan tepat waktu, kesadaran membuang sampah yang sudah menumpuk untuk dibakar atau ditimbun dengan bergotong royong tanpa menunggu perintah guru di belakang sekolah. Untuk karakter toleransi siswa-siswi sudah bersedia/membuat kelompok sendiri tanpa harus membedakan status teman (selama ini guru yang membuat kelompok). Untuk kejujuran jika ada teman yang berbohong, dengan spontan siswa-siswi yang lain akan memberi informasi yang benar.

(b). Hasil analisis buku pengubung kelas padabulan Nopember dapat di lihat

pada Tabel 3.5

Tabel 3.5

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Nopember 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

2

3

1

6

1

2

1

2

1

5

10

3

5%

7%

2%

14%

2%

5%

2%

5%

2%

12%

23%

7%

Rata-rata

3

7%

(a). Pada tabel di atas, Bulan Nopember 2015 dapat dijelaskan bahwa siswa-siswi sudah 93% mengalami perubahan karaternya. Hanya 7% siswa-siswi yang melakukan pelanggaran selama sebulan. Perubahan yang terjadi dalam karakter tanggung jawab sangat terlihat dari bersedianya siswa-siswi mengambil sampah yang kebetulan ada di depannya untuk dibuang pada tempatnya. Karakter religius siswa-siswi lebih rajin beribadah, ini dibuktikan dengan giatnya siswa-siswi melaksanakan sholat dhuhur berjamaah sebelum kegiatan les sekolah dilaksanakan. (setiap hari senin-kamis sekolah mengadakan les tambahan dari pukul 13.00-14.00 WIB). Karakter toleransi siswi-siswi bersedia bergaul/berteman sebangku dengan teman yang berkebutuhan khusus maupun teman yang ekonominya kurang mampu serta berbeda keyakinan.

(b). Hasil analisis aktivitas di sekolah pada Bulan Desember 2015 dapat dilihat

pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Desember 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

1

2

1

5

1

0

0

1

1

2

4

1

2%

5%

2%

12%

2%

0%

0%

2%

2%

5%

9%

2%

Rata-rata

2

4%

(a). Pada Bulan Desember 2015 ada dua kegiatan/indikator yang siswa tidak melakukan pelanggaran sama sekali yaitu hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya serta menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah.

(b). Tingkat ketercapaian buku penghubung kelas sebagai upaya membangun

karakter Eli Si Jutawan siswa-siswi meningkat dari 93% menjadi 96%.

(c). Masih ada 4% menjadi tugas sekolah membangun upaya kesadaran berkonstitusi. Semua tidak mudah, membutuhkan proses dan menyadari bahwa upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa SDN Purwosari I kab. Bojonegoro tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun akan terus dilakukan untuk upaya tersebut.

Hasil prosentase penurunan jumlah siswa yang melakukan pelanggaran aktivitas di sekolah dari Bulan Agustus s.d Desember 2015 dapat dilihat pada grafik 3.1 di bawah ini.

Grafik 3.2

Prosentase Jumlah Siswa yang Melanggar Peraturan Pada

Buku Penghubung Kelas V (Aktivitas di Sekolah Bulan Agustus s.d Desember 2015)

(a) Pada grafik 3.2 dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang melanggar aturan pada buku penghubung kelas V dari Bulan Agustus s.d Desember 2015 terjadi penurunan. Pada Bulan Agustus sebanyak 34% dari jumlah siswa keseluruhan selama sebulan, kemudian Bulan September 25%, Bulan Oktober 15%, Bulan Nopember 7% dan Bulan Desember 4%. Penurunan prosentase dari Bulan Agustus ke Bulan September sebanyak 9%, Bulan September ke Bulan Oktober 10%, Bulan Oktober ke Bulan Nopember 8% dan Bulan Nopember ke Bulan Desember 3%. Hal ini menandakan bahwa buku penghubung kelas V dapat membangun pengembangan karakter Eli Si Jutawan (religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin).

E. Hasil Analisis Data/Hasil Implementasi kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Upaya membangun karakter Eli Si Jutawan (religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin) memang terasa berat dan tidak semudah membalikkan tangan. Namun kerja keras dan pengabdian kami dengan menghadirkan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas akhirnya mencapai hasil yang baik. Hasil ini dapat dirasakan setelah dilakukan analisis terhadap dua kegiatan tersebut selama 5 bulan. Ada banyak perubahan yang terjadi, meskipun tarafnya belum sempurna. Ada 2 indikator kegiatan aktivitas di sekolah yang harus betul-betul mendapat porsi lebih banyak agar dapat berubah secara sempurna, yakni menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya dan makan-minum dengan duduk tanpa harus menyepelekan aspek yang lain. Dari sisi religius berdasar catatan aktivitas di rumah siswa-siswi lebih meningkat ibadahnya, sisi toleransi terhadap teman di sekolah dibuktikan melalui kegiatan pembagian kelompok yang sudah tidak pilih kasih, segi kejujuran diaplikasikan pada saat pengisian buku penghubung kelas, tanggung jawab dalam melaksanakan piket kelas, mendapat tugas dari guru, serta disiplin diri dengan tidak terlambat datang ke sekolah, melaksanakan pembiasaan pagi dan siang.

Dampak/manfaat dirasakan sangat besar dengan adanya paguyuban dan buku penghubung kelas. Diantaranya manfaat-manfaat itu adalah :

a. Dengan adanya paguyuban kelas orang tua dapat menemukan solusi -solusi atas persmasalahan siswa-siswi khususnya tentang kegiatan pembelajaran/karakternya.

b. Dengan adanya paguyuban kelas tali persaudaraan antar sesama orang tua wali murid lebih akrab.

c. Dengan adanya paguyuban kelas tercipta jiwa sosial yang lebih tinggi.

d. Dengan adanya paguyuban kelas menjembati komunikasi pihak sekolah dengan orang tua/wali murid.

e. Dengan buku penghubung kelas, orang tua lebih memperdulikan perkembangan anak-anaknya.

f. Dengan buku penghubung kelas orang tua/wali murid dapat mengontrol perilaku anak-anaknya.

g. Dengan buku penghubung kelas, orang tua/wali murid untuk berusaha memberikan/menghadirkan keteladan di rumah.

h. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siswi lebih giat belajar.

i. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siwi lebih terkontrol perilakunya.

j. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siswi lebih rajin ibadahnya.

Melihat dampak yang luar biasa dari kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas maka tetap dilanjutkan/diadakan disemester berikutnya dan tahun-tahun berikutnya. Kedepannya SDN Purwosari I akan mengembangkan kegiatan paguyuban kelas ini dengan program “gathering family” dan “open house”. Kegiatan gathering family dengan diadakannya wisata antara pihak sekolah dengan siswa-siswi beserta orang tuanya. Sedangkan kegiatan open house akan dilaksanakan di awal tahun pembelajaran. Dengan ragam kegiatan diantaranya pentas seni, jual-beli hasil ketrampilan siswa-siswi dan orang tuanya. Tiap- tiap kelas akan menyuguhkan keunggulannya.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan :

Berdasarkan atas hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terjadi peningkatan kehadiran orang tua/wali murid dalam kegiatan paguyuban kelas. Bulan September 2015=19 orang, Bulan Oktober 2015=25 orang, Bulan Nopember 2015=40 orang dan Bulan Desember 2015= 43 orang.

2. Prosentase kenaikan kehadiran orang tua/wali murid dari 44% menjadi 58% meningkat lagi 93% dan terakhir 100%.

3. Jumlah siswa-siswi yang melanggar peraturan buku penghubung kelas pada kegiatan/aktivitas di sekolah menurun dari 34% (15 orang/bulan) menjadi 25% (11/bulan), menurun lagi di Bulan Oktober 15% (6 orang/bulan) dan Desember 7% (3 orang/bulan).

4. Paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat membentuk karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin (Eli Si Jutawan) pada siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V meskipun belum sempurna 100%.

B. Saran

Berdasarkan hasil dari kesimpulan di atas, disarankan :

1. Sekolah tetap melanjutkan kegiatan paguyuban kelas dan tetap mengagendakan buku penghubung kelas dalam setiap semesternya. Jika perlu dilakukan inovasi-inovasi baru agar tidak terjadi kebosanan di setiap pertemuannya.

2. Jikalau perlu, kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas di masukkan dalam program sekolah.

3. Dilaksanakan studi banding dengan sekolah lain dalam kegiatan non akademik khususnya dalam bidang

34

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Undang Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Solusi yang tepat untuk membangun bangsa.

A.Koesoema, Doni. 2009. Pendidik Karakter di Zaman Keblinger : Jakarta : Grasindo.

Kamus Bahasa Indonesia edisi elektronik, 2008. Arti Karakter, Pranala (link), tersedia di:http://kbbi.web.id/karakter.

Kamus Bahasa Indonesia edisi elektronik, 2008. Arti Paguyuban, Pranala (link), tersedia di:http://kbbi.web.id/paguyuban.

Naila, 2008. Definisi Paguyuban Kelas, tersedia di:paguyuban-kelas.blogspot.com. Akses, 26 Agustus 2008.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah Dasar (SD) merupakan lembaga pendidikan pertama yang memegang peran penting dalam dunia pendidikan guna memberikan dasar terhadap tingkat pendidikan selanjutnya, sehingga keberhasilan pendidikan dasar di SD merupakan tonggak tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pengelolaan pendidikan dan penanganan pendidikan dasar yang memadai demi peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran di SD mempunyai peranan penting. Sebab pelajaran ini bertujuan membekali siswa-siswi untuk memiliki pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, dan kebajikan kewarganegaraan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, khususnya moral. Hal ini dapat dipergunakan oleh siswa-siswi dalam mengembangkan kemampuan dan sikap rasional tentang upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi kelas V SDN Purwosari I , gejala-gejala sosial serta perkembangan dinamika kehidupan masyarakat, baik dimasa lampau atau dimasa depan.

1

Namun keberhasilan pembelajaran PKn, dalam membangun kesadaran berkonstitusi pada siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V sedikit banyak masih dikeluhkan.Hal ini dapat dilihat ketika mengamati perilaku/karakter siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V. Keluhan itu adalah banyaknya siswa-siswi yang mulai luntur karakternya, yakni karaktek Eli Si Jutawan (Religius, Toleransi, Jujur, Tanggung Jawab dan Disiplin). Hampir 25%dari jumlah siswa-siswi kelas 5 yakni 43 anak masih sering tidak datang tepat waktu, membuang sampah tidak pada tempatnya, perilaku mereka yang suka berkelahi/membuat gaduh pada saat kegiatan pembelajaran dan istirahat sekolah, kurangnya toleransiantar sesama teman dan seringnya tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Faktor penyebab mereka melakukan itu semua, diantaranya kurangnya keteladan di rumah, paradigma orang tua/wali murid yang menyatakan bahwa pendidikan anak merupakan murni tanggung jawab sekolah, alasan pemenuhan kebutuhan ekonomi (kesibukan orang tua untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarga), tidak adanya pendampingan belajar dari orang tua disaat siswa-siswi belajar di rumah.Dalam benak buat apa sekolah ini mendapat sebutan sekolah berprestasi jika moral siswa-siswinya mulai luntur. Buat apa menjadi siswa-siswi yang hebat tapi jika karakternya tidak terjaga.Siapakah yang harus bertanggung jawab dalam hal ini? Guru mereka atau orang tua merekalah yang harus bertanggung jawab. Melihat, mendengar, dan merasakan persoalan di atas sebagai guru PKn terpanggil untuk membuat perubahan.

Perubahan itu harus terjadi dan dimulai dari rumah yakni dari orang tua dan disinergikan dengan pihak sekolah dalam hal ini dengan guru. Mengapa harus dimulai dari rumah (orang tua)? Menurut Ratna Megawangi (2004: 63), keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat. Artinya kalau institusi keluarga sebagai fondasi lemah, maka “bangunan “ masyarakat juga akan lemah. Masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam kebobrokan sosial, maka menurut teori ini adalah cerminan dari tidak kokohnya institusi keluarga. Dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 pasal 2 bahwa Penumbuhan Budi Pekerti dibuat dengan tujuan diantaranya: (a). Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenagakependidikan; (b). menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga,sekolah, dan masyarakat; (c). menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau (d). menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Artinya, penumbuhan budi pekerti merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab siswa, guru, orang tua wali, tenaga kependidikan, komite sekolah, alumni, dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.Untuk itu perlu ditumbuhkan/adanya kesadaran bersama dalam pola pendidikan siswa-siswi serta sarana dalam pelaksanaannya. Dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kab. Bojonegorodiperlukan sarana yaitu Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas. Di dalam Buku Penghubung Kelas terdapat catatan indikator-indikator kegiatan yang mencakup aspek religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin (Eli Si Jutawan) yang harus dilakukan maupun tidak boleh dilakukan oleh siswa-siswi selama kegiatan pembelajaran berlangsung di sekolah serta dilanjutkan catatan kegiatan di rumah yang diisi oleh orang tua/wali murid. Hasil catatan kegiatan dari Buku Penghubung Kelas dikorelasikan pada kegiatan Paguyuban Kelas yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Dalam kegiatan Paguyuban Kelas itu dikomunikasikan hal-hal yang terdapat pada Buku Penghubung Kelas sebagai sarana komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua/wali murid. Untuk itu kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dirasa sangat perlu dan penting dalam upaya membangun kesadaran berkonstitusi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang diangkat sebagai permasalahan adalah:

1. Bagaimana kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dapat membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro?

2. Bagaimana peran Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis tetapkan tersebut, maka tujuan penulisan karya tulis ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

2. Untuk menganalisis peran paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dalam upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa kelas V SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Sekolah

a. Dapat memberi masukan pihak sekolah untuk pentingnya membangun karakter Eli Si Jutawan melalui kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

b. Dapat mendorong/memotivasi pihak sekolah untuk menjadikan sekolah adalah rumah kedua sebagai tempat belajar membangun kesadaran berkonstitusi yakni membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro

2. Bagi Guru

a. Menemukan alternatif/cara dalamupaya membangun kesadaran Eli Si Jutawan pada siwa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

b. Mengatasi problem lunturnya karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

3. Bagi Siswa

a. Memberikan kegiatan baru yang menarik bagi siswa.

b. Meningkatkan kesadaran bagi siswa-siswi untuk berperilaku sesuai konstitusi.

c. Meningkatkan karakter Eli Si Jutawan pada siswa-siswi SDN Purwosari I Kabupaten Bojonegoro.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Karakter

Berdasarkan (UU SISDIKNAS NO.20 TAHUN 2003) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Sedangkan Kata karakter secara etimologi berasal dari kata Yunani, “charassein”,yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi elektronik (2008) pengertian karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat yang sama disampaikan Kamisa (1997:281), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Sedangkan dalam pandangan (Ditjen Mandikdasmen-Kementerian Pendidikan Nasional) tahun 2010, karakter adalah cara berfikir dan perilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

5

Dari definisi di atas nampak bahwa mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang bersal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk melalui Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis. Ada sebuah pepatah yang dikemukakan oleh Thomas Lickona : “Walaupun jumlah anak-anak hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak – anak adalah kunci utama membangun bangsa. Hal ini telah menegaskan pendapat mengenai pentingnya pendidikan karakter diberikan sedini mungkin.

Pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Mengacu kepada teori Bronfenbrenner (dalam Ratna Megawangi 2004:64), seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan langsung adalah oleh lingkungan keluarga, dan setelah itu oleh lingkungan di luar keluarga, dari lingkungan mikro sampai makro. Adapun penyimpangan yang terjadi dalam proses pembentukan individu, adalah merupakan serangkaian hasil dari pengaruh keluarga dan lingkungan luarnya. Berbicara mengenai pembangunan karakter, maka tidak lepas dari bagaimana membentuk kepribadian individu-individu sejak dini dari dalam keluarga, dan sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan, sosialisasi, dan penanaman nilai kepada anak adalah sangat besar. Maka kalau kita kembalikan kepada teori yang tersebut di atas, maka keluarga kokoh adalah keluarga yang dapat menciptakan generasi-generasi penerus yang berkualitas, berkarakter kuat, sehingga menjadi pelaku-pelaku kehidupan masyarakat, dan akhirnya membawa kejayaan sebuah bangsa.

Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz, 1995). Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding) orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlibat, karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang harmonis di mana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih penulisng dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan social di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968).

Selain rumah sebagai pendidik karakter pertama, sekolah merupakan rumah kedua sebagai pendidik karakter anak. Eksistensi sekolah tidak bisa lepas dari peran guru. Terlepas dari berbagai macam posisi yang bisa disandangnya, sadar atau tidak, perilaku dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut merupakan wahana utama pembelajaran karakter. Perilaku dan sikap guru sehari-hari merupakan praksis moral yang meyampaikan nilai khusus terhadap siswa (Inlay, 2003). Guru adalah pendidik karakter, entah ia menyadarinya atau tidak.Mendidik memiliki konotasi yang lebih luas mengatasi sekadar penyampaian amateri pelajaran. Oleh karena itu, mendidik juga tidak sekadar berurusan dengan penyampaian materi pelajaran. Guru mendidik dengan cara menghadirkan diri mereka secara utuh di hadapan siswa dan dengan itu siswa merasakan kehadiran guru sebagai sosok yang istimewa, sebagai pribadi yang yang memberikan inspirasi dan rasa hormat.

Guru menjadi teman, sahabat, pengajar, rekan kerja, pendamping, orang tua, dan semua kemampuan individu yang memungkinkan proses belajar di sekolah berjalan dengan baim di dalam kelas maupun di luar kelas. Kegiatan mendidik berkaitan dengan eksistensi keseluruhan individu dalam relasinya dengan orang lain dan lingkungannya. Untuk itu, kegiatan mendidik tidak dapat dibatasi oleh kegiatan di dalam kelas. Mendidik bisa terjadi dan bisa dilakukan dimana saja, bahkan ketika guru bertemu dan berjumpa dengan para siswa ketika mereka berbelanja di pasar, bertemu di pemberhentian bus, makan di restoran, dll. Guru sebagai pendidik karakter kiranya dapat menggambarkan bagaimana relasi antarindividu dall bagi pembentuk karakter. Kehadiran, sikap, pemikiran, nilai-nilai, keprihatinan, komitmen, dan visi yang dimilikinya merupakan dimensi penting yang secara tidak langsung mengajarkan nilai yang membentuk karakter siswa.

Menurut Doni Koesoema A, dalam buku Pendidik Karakter di Zaman Keblinger, ada beberapa sikap dasar yang mesti dikembangkan dalam diri setiap guru dalam mengembangkan diri sebagai pendidik karakter. Sikap-sikap dasar itu antara lain:

a. Anti adultisme

Adultisme adalah sebuah keyakinan yang percaya bahwa anak-anak merupakan sosok yng belum dewasa, dan karena itu, mereka layak diperlakukan seperti anak-anak, pendapat dan usulannya tidak perlu menjadi bahan pertimbangan dari pendidik atau pihak sekolah.

b. Mengejar kesempurnaan

Menjadi pendidik karakter berarti pula menjadi individu yang siap berkembang dan berubah menjadi lebih baik. Ia tidak puas dengan apa yang telah ia capai pada saat ini. Ini adalah sebuah semangat dan tindakan untuk tidak berbangga dan puas diri atas apa yang telah diraih, melainkan sebuah keinginan untuk senantiasa berbuat sesuatu secara dengan baik.

c. Penghayatan nilai secara otentik

Tindakan dan perilaku guru menentukan sejauhmana kualitas diriny ketimbang apa yang diomongkan di hadapan siswa. Guru mesti mampu menunjukkan bahwa apa yang dia lakukan adalah penghayatan nilai, bukan karena tekanan dari luar, melainkan karena usaha aktif dalam memahami perubahan dalam dirinya sendiri sebelum ia mewartakan pada orang lain.

d. Praksis tanggung jawab pribadi

Guru mesti memiliki kepercayaan bahwa para siswa dari sononya memiliki kemampuan untuk memilih keputusan yang baik bagi hidup mereka dan ini terjadi melalaui praksis yang berlangsung terus-menerus. Guru mesti mengajak siswa agar dapat menghayati tanggung jawabnya secara pribadi sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan yang telah mendasarkan diri pada informasi yang benar dan tepat.

e. Ekselensi sebagai pembelajar

Melakukan pembaruan diri terus-menerus agar semakin efektif mengajar dan menemukan cara-cara baru mengajar, berani merefleksikan dan mengevaluasi terus-menerus cara guru mengorganisir kelas, dan membangun tatanan baru dalam kelas yang mendukung proses pembelajaran dengan salah satu tujuan pendidikan, yaitu peningkatan kemampuan akademis siswa.

f. Pengembangan tanggung jawab sosial

Hal ini tampak melalui kompetensi dan kepiawaian guru dalam mengelola kelas, membangun tim belajar dalam kelas dan menciptakan suasana pembelajaran bersama yang saling mendukung proses belajar. Guru mesti mampu mempercayai anak didik mereka yang memilii kemampuan lebih untuk menjadi tutor dari rekan meraka, membuat kelompok belajar yang mendiskusikan bersama-sama persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, guru bersama siswa berusaha mengembangkan tanggung jawab social dalam lingkungan akademis di sekolah dengan mengutamakan sikap terbuka dan dialogis.

B. Paguyuban Kelas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, arti kata paguyuban adalah perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan (kerukunan) diantara para anggotanya. Sedangan kelas adalah (1) tingkat, (2) ruang tempat belajar di sekolah. Dalam pandangan Eddy Soetrisno di Kamus Populer Bahasa Indonesia (2010:467) kelas adalah (1) tingkat; (2) golongan, kumpulan. Namun tidak serta merta bahwa paguyuban dan kelas memiliki arti sendiri-sendiri. Dalam artian disini berdiri sendiri.

Paguyuban Kelas adalah perkumpulan orang tua murid dalam suatu kelas yang bertujuan untuk membangun, menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi, kepedulian dan tanggung jawab orang tua dengan memberikan saran dan masukan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu Paguyuban Kelas juga bertujuan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru/wali kelas dengan orang tua dan sesame orang tua dalam upaya menumbuhkan rasa kebersamaan diantara sekolah dan orang tua. Salah satu peran dari paguyuban kelas adalah sebagai mediator antara orang tua/wali murid dengan wali kelas dan guru. Fungsi dari paguyuban kelas adalah (1) menampung aspirasi, ide, tuntutan dari orang tua terhadap proses belajar mengajar di kelas; (2) mendorong orang tua peduli dan aktif berpartisipasi guna mendukung hasil belajar siswa.(Naila dalam paguyuban-kelas.blogspot.com).

C. Buku Penghubung Kelas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 155 : 371), buku adalah kitab dan hubung adalah pertalian;menyambung dengan; merangkaikan dengan. Artinya, Buku penghubung kelas merupakan dokumen penting untuk menghubungkan wali kelas dengan orang tua/wali,sekaligus salah satu bentuk media interaksi guru dengan peserta didik dan orang tua. Buku ini disusun khusus oleh wali kelas sebagai perantara untuk menginformasikan apa saja yang telah dilakukan peserta didik di sekolah kepada orang tua/walinya. Buku penghubung kelas diciptakan dengan tujuan sebagai komunikasi dua arah. Agar orang tua mengetahui kejadian di sekolah atau hal-hal yang memang harus diketahui orang tua. Sebaliknya, karena buku penghubung kelas bisa digunakan dua arah, artinya orang tua juga bisa menulis di buku itu, pihak sekolah (guru) juga dapat mengetahui kejadian khusus di rumah, dari berita yang disampaikan orang tua. Maka dari itu buku penghubung wajib dibawa setiap hari ke sekolah.

D. Upaya Membangun Karakter Eli Si Jutawan Melalui Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Ratna Megawangi (2004 : 62) menerangkan anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua piak: keluarga, sekolah, dan sluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat, seperti lembaga keagamaan (masjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga, komunitas bisnis, dan sebagainya.

Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab semua pihak. Hal ini merupakan tantangan yang luar biasa besarnya, maka perlu ada suatu kesadaran dari seluruh konstituen yang melingkupi dan mempengaruhi kehidupan anak-anak, bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendididkan karakter harus dilakukan secara eksplisit (terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang betkarakter dapat terwujud.

Bahwa melalui kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat memaksimalkan karakter-karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin. Karena ada korelasi antara keduanya. Hasil dari apa yang tertulis di buku penghubung kelas dapat disampaikan langsung dan dapat dievaluasi di kegiatan paguyuban kelas.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Ide Dasar / Kerangka Berfikir Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Pada tahun pelajaran 2014/2015 tepatnya di semester II, bulan April 2015 dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa-siswi, keadaan lingkungan sekolah serta bertanya jawab secara lisan dengan siswa-siswi.Pengamatanyang dilakukan mulai dari kedatangan siswa-siswi datang ke sekolah, siswa-siswi yang tidak mengerjakan PR diminta untuk mengerjakan di luar kelas, kebersihan kelas, membuang sampah, sikap disaat makan dan minum yang sudah dibeli dari kantin sekolah, kegiatan siswa-siswi pada waktu istirahat, toleransi terhadap teman, pelaksanaan piket kelas, dan lainnya.Sementara tanya jawab secara lisan berhubungan dengan sholat 5 waktu/ibadah sesuai agamanya, kegiatan apa saja yang dilakukan di rumah setelah bangun tidur dan pulang sekolah. Kurang lebih sebulan dilakukan pengamatan dan tanya jawab, ada beberapa permasalahan yang timbul berkaitan dengan karakter siswa-siswi yang harus mendapat perhatian dan penanganan. Gambaran hasil pengamatan secara dokumenter dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini.

12

Gambar 3.1 Sampah Berserakan di Depan Kelas

Gambar 3.2 Pemandangan Kelas Kotor

Gambar 3.3 Siswa Mengerjakan PR di Luar Kelas

Melihat permasalahan di atas berfikir bagaimana langkah untuk mereduksi hal-hal di atas. Cara efektif dimana guru dan orang tua dapat bersama-sama menangani permasalahan di atas.Akhirnya ditemukan ide untuk membuat organisasi kecil yaitu pembentukan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas. Dimana ada korelasi antara keduanya.

Dari uraian tersebut, kerangka berfikir best practice ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tidak Sholat 5 Waktu

Membuang Sampah Sembarang

Berkelahi

Tidak Mengerja-kan PR

Datang Terlambat

Kurang Keteladanan Orang Tua

Paguyuban Kelas

Buku Penghubung Kelas

Sikap Eli Si Jutawan

Aktivitas di Sekolah

Aktivitas di Rumah

Dialog Bersama

Home Visit

Pemberian Gizi

Gambar 3.4 Kerangka Berfikir Best Practice

Dari kerangka berfikir di atas dapat dijelaskan bahwa permasalahan yang tampak dan sering terjadi adalah siswa-siswi belum melaksanakan sholat 5 waktu/ibadah sesuai agama dengan genap, kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah, masih sering suka berkelahi dengan teman sekelas maupun dengan kelas lain karena masalah sepele seperti olok-olok, sering tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) sehingga senang jika diminta mengerjakan di luar kelas karena memiliki waktu bermain lebih lama, dan beberapa siswa-siswi sering terlambat datang ke sekolah. Akar permasalahan di atas setelah diurai ternyata jawabannya mengerucut pada satu jawaban yakni kurangnya keteladanan dari rumah (orang tua). Masalah menjalankan ibadah sebenarnya siswa-siswi berharap orang tua menjadi imam bagi mereka, kesadaran membuang sampah pada tempatnya yang masih rendah karena melihat contoh orang tuanya kalau membuang sampah juga masih sembarangan ditambah tidak adanya aturan-aturan yang mengikat jika berbuat kesalahan sementara ketika siswa-siswi membutuhkan pendampingan orang tua pada saat belajar mereka lebih sibuk/asyik dengan tayangan televisinya sehingga siswa-siswi tidak mampu menyelesaikan tugas sekolah dengan baik serta mengakibatkan ikut melihat tayangan telivisi sampai larut malam dan berdampak terhadap kesiapan sekolah besok paginya (terlambat dating ke sekolah).

Untuk menangani masalah-masalah di atas, maka dari pihak sekolah dibentuklah kegiatan paguyuban kelas dan hadirnya buku penghubung kelas. Paguyuban kelas di SDN Purwosari I adalah pertemuan orang tua/wali murid dengan pihak sekolah (guru/wali kelas) yang dilakukan setiap bulan sekali. Kegiatan dari paguyuban kelas adalah dialog bersama membicarakan kegiatan belajar mengajar di kelas, kemajuan belajar siswa-siswi, perkembangan karakter siswa-siswi, mencari penyelesaian/solusi atas masalah-masalah yang timbul yang terjadi pada siswa-siswi seperti perkelahian, tidak mengerjakan PR dan melaksanakan kegiatan home visit ke rumah siswa-siswi yang sakit atau yang membutuhkan bantuan ekonomi, atau permasalahan lainnya. Kegiatan home visit dilakukan oleh guru/wali kelas dengan orang tua/wali yang bersedia/memiliki waktu luang dilakukan sesuai kebutuhan dan waktu. Kegiatan home visit dilakukan dengan tujuan menjalin silaturahmi dan jembatan komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua/wali murid. Kegiatan lainnya yaitu pemberian tambahan gizi pada siswa-siswi dengan memberikan makanan/minuman yang diolah oleh orang tua/wali murid sendiri.

Sementara buku penghubung kelas adalah sarana sederhana sekolah untuk memantau perkembangan karakter siswa-siswi. Dalam buku penghubung kelas terdapat catatan-catatan kegiatan yang meliputi aktivitas di sekolah dan aktivitas di rumah. Aktivitas di sekolah diisi oleh pihak guru dan aktivitas di rumah diisi oleh orang tua/wali murid. Dalam buku penghubung kelas terdapat kolom untuk guru maupun orang tua/wali murid untuk menyampaikan suatu permasalahan/ide atau informasi yang mungkin dibutuhkan oleh keduabelah pihak. Hasil catatan-catatanbaik aktivitas di sekolah maupun di rumah ditindaklanjutidi kegiatan paguyuban kelas. Harapan dari adanya paguyuban kelas dan buku penghubung kelas membangun karakter Eli Si Jutawan yakni religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin.

B. Proses dan Tantangan Untuk Mengatasi Masalah

Tanggal 27 Juli 2015 adalah awal dari kegiatan pembelajaran tahun pelajaran 2015/2016. Saatnya melakukan perubahan terhadap permasalahan yang terjadi selama ini. Permasalahan karakter religious, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin (Eli Si Jutawan). Tepat tanggal 29 Juli 2015, ketika waktu istirahat menghadap kepala sekolah di ruangannya untuk menyampaikan ide membentuk paguyuban kelas dan membuat buku penghubung kelas sebagai bentuk meminimalisir lunturnya karakter/moral siswa-siswi serta menyadarkan orang tua bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama. Kepala sekolah menerima ide dan mempersilahkan untuk presentasi di hadapan teman -teman guru dan pengurus komite sekolah. Akhirnya tanggal 31 Juli 2015 disepakati diadakan rapat sekolah. Presentasi di depan teman-teman guru dan pengurus komite dilakukan, hasilnya setuju untuk dibentuk paguyuban kelas dan dibuatnya buku penghubung kelas. Meskipun tidak semua setuju. Akan tetapi berdasar kourum disepakati setuju. Setelah itu dilakukan sosialisasi di hadapan orang tua/wali murid mengenai ide tersebut yang dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2015. Hasilnya terbentuklah pengurus-pengurus paguyuban kelas dan diterimanya buku penghubung kelas.

Gambar 3.5 Sosialisasi Pembentukan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Gambar 3.6 Kepala UPTD Pendidikan Kec. Purwosari dan Pengurus Komite SDN

Purwosari I Hadir di acara Sosialisasi Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

C. Implementasi Kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Program tidak harus berjalan mulus dan 100% berjalan dengan baik. Sesuatu yang baik tentunya juga belum tentu baik bagi orang lain. Ini yang dipegang teguh dan sadari penuh ketika berhadapan dengan rekan kerja dan orang tua/wali murid. Tantangan tentunya hadir di awal-awal dimana kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas mulai berjalan. Kegiatan di awal pertemuan paguyuban kelas masih banyak wali murid yang tidak hadir, meskipun dalam rapat mereka menyatakan setuju. Orang tua/ wali murid masih setengah hati untuk hadir. Rata-rata yang hadir masih kurang separo dari jumlah keseluruhan yakni 43. Ini setelah cek/konfirmasi dengan rekan-rekan guru dan dari daftar hadir dengan berbagai alasan mereka kemukakan. Dari yang masih kerja, tidak dapat ijin dari atasan, sibuk dansebagainya. Melihat kenyataan ini sempat membuat pesimis dengan langkah-langkah tersebut. Akan tetapi dengan kesabaran, tetap semangat serta bekerja dengan hati dan ikhlas tetap menjalankan program ini.

Selain tantangan di atas, tidak kalah pula tantangan pengisian buku penghubung kelas. Tantangan tersebut adalah waktu pengisisan buku penghubung kelas yang dibarengi dengan kegiatan mengajar.Kesulitan dialami karena jumlah siswa-siswi yang banyak yakni 43. Tentunya merasa kerepotan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka prosedur pengisian buku penghubung kelas dilakukan perubahan, yang semula murni diisi/dilakukan oleh guru sendiri maka siswa-siswi dilibatkan. Ada beberapa indikator yang dapat diisi/dilakukan oleh siswa-siswi sendiri. Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah datang tepat waktu, melaksanakan piket kelas, melaksanakan pembiasaan pagi, menjaga kebersihan sekolah. Semua dapat dilakukan siswa-siswi karena mereka dapat melihat langsung apakah teman-temannya melakukan atau tidak. Langkahnya adalah dengan cara setiap pagi sebelum bel masuk kelas berbunyi ketua kelas membagikan buku penghubung ke teman-temannya dengan cara ditukar pemiliknya (misal buku Ica di bawa oleh Sefin, buku Sefin di bawa oleh Yanti danseterusnya). Dengan harapan guru menanamkan siswa-siswi untuk belajar jujur, tanggung jawab dan disiplin. Kemudian setelah semua siswa-siswi mengisi buku penghubung kelas dikumpulkan di meja guru. Setelah itu guru tinggal mengisi beberapa bagian dari indikator yang belum terisi dan mengecek satu persatu serta menandatangani/memberi paraf dan memberi catatan-catatan kecil jika diperlukan. Selain tantangan dari pihak guru, tantangan hadir dari pihak orang tua/wali murid. Awal-awal berjalan beberapa orang tua ogah-ogahan mengisi buku penghubung kelas. Bahkan ditemukan fakta kolom yang mestinya diisi oleh orang tua diisi oleh siswa-siswi sendiri tanpa ada tanda tangan orang tua. Untuk mengatasi hal tersebut maka di bulan berikutnya yakni September 2015 dilakukan kesepakatan-kesepakatan serta konsekuensi yang harus diterima jika tidak mengisi buku penghubung kelas. Tantangan yang tak kalah menarik adalah terlambatnya pencairan dana BOS. Buku penghubung kelas memang didesain untuk setiap satu sementer. Ketika dana BOS untuk triwulan pertama tahun anggaran 2015 terlambat, penggandaan untuk buku penghubung kelas pun ikut terlambat. Namun dapat teratasi dengan dana paguyuban kelas. Orang tua/wali murid bahkan menawarkan diri membayar biaya fotokopi dengan alasan merasakan manfaat dan dampak yang besar terhadap perkembangan karakter siswa-siswi. Memang butuh waktu untuk melakukan kebaikan dan semua butuh proses. Namun seiring waktu semua berjalan dengan normal.

Gambar 3.7 Kegiatan Paguyuban Kelas V

Gambar 3.7 adalah kegiatan paguyuban kelas pada Bulan Oktober 2015. Ada peningkatan kehadiran dari Bulan September 2015 yang semula hanya 19 orang menjadi 25 orang. Ini artinya, Bulan Oktober 2015 merupakan bulan mulai diterimanya kegiatan paguyuban kelas dan melihat betapa pentingnya kegiatan tersebut terhadap perkembangan belajar maupun karakter siswa-siswi.

Gambar 3.8 Kegiatan Pemberian Tambahan Gizi

Kegiatan tambahan gizi adalah kegiatan memberikan gizi berupa makanan/minuman yang dilakukan oleh orang tua/wali murid, serta diolah oleh orang tua/wali murid sendiri secara berkelompok dan bergiliran. Dana diambilkan dari kas paguyuban kelas V. Pemberian tambahan gizi seperti pemberian bubur kacang hijau, buah-buahan, susu kedelai dan lainnya. Seperti pada gambar di atas adalah satu contoh kegiatan pemberian tambahan gizi pada Bulan Oktober 2015 dengan memberikan makanan bubur kacang hijau.

Gambar 3.9 Buku Penghubung Kelas V yang Sudah Diisi

Pada gambar 3.9 di atas merupakan contoh buku penghubung kelas V yang sudah diisi oleh guru maupun oleh siswa-siswi sendiri. Buku penghubung kelas diisi setiap hari dengan cara dicentang (v) jika melakukan kegiatan yang ada dalam buku tersebut dan menyilang (x) jika tidak melakukannya. Buku penghubung kelas didesain untuk kegiatan setiap hari. Pada bagian atas terbagi menjadi dua bagian. Di sebelah kiri aktivitas di sekolah dan di kanan aktivitas di rumah. Tertulis keterangan pekan ke, bulan, dan tahun. Artinya selain didesain setiap hari akan tampak hasil setiap minggunya. Bagian tengah ada kolom-kolom yang terdiri dari no, kegiatan dan hari. Untuk kegiatan aktivitas di sekolah indikatornya antara lain: datang tepat waktu, melaksanakan piket kelas, melaksanakan pembiasaan pagi, menyelesaikan tugas dari guru, hormat dan patuh pada guru, hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya, menjaga dan merawat barang di kelas maupun di sekolah, tidak membuat kegaduhan, berakhlaq baik pada teman, menjaga kebersihan sekolah, makan-minum dengan duduk serta melkasanakan pembiasaan siang. Pada bagian bawah aktivitas sekolah terdadat kolom paraf guru dan orang tua. Hal ini diperlukan karena sebagai tanda bahwa guru sudah mengecek dan memantau siswa-siswinya dan ditindaklanjuti orang tua di rumah. Tidak lupa ada kolom catatan guru yang berfungsi memberi catata-catatan kecil untuk siswa-siswi jika dirasa orang tua perlu tahu. Sementara di bagian kanan yakni aktivitas di rumah pada bagian atas sama dengan aktivitas di sekolah, bedanya terletak pada kegiatan yang dilakukan. Indikatornya antara lain: mandi 2x sehari, menggososk gigi pagi dan malam, sholat 5 waktu/ibadah sesuai agama, mengaji, mengucapkan salam ketika keluar/masuk rumah, mengerjakan PR, berdoa sebelum dan sesudah tidur, membuang sampah pada tempatnya, belajar dan bermain dengan orang tua, patuh terhadap orang tua, mandi, makan, minum sendiri serta membentu pekerjaan orang tua. Pada bagian bawah terdapat kolom catatan orang tua.

D. Analisis Data

Setelah kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas berjalan, dilakukan analisis pada kegiatan tersebut. Untuk mendata sejauh mana dua kegiatan tersebut bermanfaat dan membawa dampak bagi siswa-siswi dan orang tua. Pengolahan data pada kegiatan peguyuban kelas diambil dari tingkat kehadiran orang tua/wali murid setiap bulannya dari Bulan September sampai dengan Bulan Desember 2015. Sementara pengolahan data untuk buku penghubung kelas dilakukan dalam seminggu sekali dan direkapitulasi setiap bulannya. Data yang diambil adalah jumlah siswa yang melakukan pelanggaran namun bukan kumulatif harian dari semua jumlah siswa yaitu 43 (berapa siswa-siswi yang masih melakukan pelanggaran)

1) Paguyuban Kelas

Hasil analisis paguyuban kelas V untuk tingkat kehadiran orang tua/wali murid dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1

Hasil Analisis Tingkat Kehadiran Orang Tua/Wali Murid Pada Kegiatan Paguyuban Kelas V (Bulan September s.d Desember 2015)

No.

Bulan

Jumlah Orang Tua Yang Hadir

Prosentase (Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

September

Oktober

Nopember

Desember

19

25

40

43

44%

58%

93%

100%

Grafik 3.1

Prosentase Kenaikan Kehadiran Orang Tua/Wali Murid Pada Kegiatan Paguyuban Kelas V Bulan September s.d Desember 2015

Terjadi peningkatan dalam kehadiran paguyuban kelas. Bulan September 2015 yang hadir hanya 19 orang tua/wali murid atau 44% dari jumlah 43 orang. Kemudian di Bulan Oktober 2015 yang hadir 25 orang, 58% dari jumlah 43. Ada peningkatan 14%. Dilanjutkan Bulan Nopember 2015 yang hadir 40 orang dengan kenaikan prosentase 35%, serta di Bulan Desember 2015 yang hadir 43 orang (1005). Ini menandakan bahwa ada peningkatan kehadiran di setiap bulannya. Tentu saja ini menjadi bukti bahwa ada respon terhadap kemajuan pendidikan siswa-siswi sekaligus membangun pemahaman kesadaran orang tua/wali murid bahwa akan pentingnya kepedulian orang tua untuk perkembangan karakter siswa-siswi ke depannya, membangun pemahaman betapa pentingnya pendidikan keluarga serta mengubah paradigma lama yakni pendidikan siswa-siswi hanya tanggung jawab sekolah.

Dalam kegiatan paguyuban kelas V, dihasilkan kesepakatan-kesepakatan antara pihak sekolah (wali kelas) dengan orang tua/wali murid. Hasil kesepakatan itu adalah jika orang tua/wali dalam waktu 1-2 minggu tidak mengisi buku penghubung kelas maka diminta menyumbang bunga (hidup) bebas 1 pot dengan ukuran bebas. Atau menyumbang buku bacaan bebas (boleh komik, novel, cergam,majalah anak, dll). Guru memberikan reward pada siswa yang tidak melanggar aturan sekolah dalam 1 bulan penuh.

Gambar 3.10 Bukti Bantuan Orang Tua/Wali Murid Hasil Kesepakatan Paguyuban Kelas V.

Pada Bulan Agustus 2015, ada 9 orang tua/wali murid yang tidak mengisi buku penghubung kelas dalam waktu 1-2 minggu. Mereka adalah orang tua/wali murid dari : Achda Karima Muzaqi (Arka), Ahmad Roziq (Oziq), Gading Aditya P (Gading), Krisna Audi P, Lira Destia (Destia), Naura Salsa Bella Hawwa (Bela), Novita Vadina Martalia (Tata), Silvia Nanda Agustin(Silvi), dan Liony Devega. Maka sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh orang tua/wali murid diminta untuk membawa bunga atau bacaan. Bunga atau bacaan yang dibawa tidak harus baru, ini dengan maksud tidak memberatkan orang tua/wali murid.

2) Buku Penghubung Kelas

Hasil analisis jumlah siswa-siswi yang melanggar aturan pada buku penghubung kelas untuk aktivitas di sekolah pada Bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Agustus 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

11

22

10

23

7

7

5

9

3

28

43

9

26%

51%

23%

53%

16%

16%

12%

21%

7%

65%

100%

21%

Rata-rata

15

34%

(a) Dari di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata dalam Bulan Agusutus jumlah siswa yang melanggar peraturan adalah 4 siswa per minggu dan 15 siswa per bulan dan prosentase jumlah siswa yang melanggar peraturan 34%.

(b) Lima pelanggaran yang paling banyak dilakukan siswa-siswi adalah datang tidak tepat waktu 11 siswa-siswi, tidak melaksanakan piket kelas 22 siswa-siswi, tidak menyelesaikan tugas guru dengan baik 23 siswa-siswi, membuang sampah tidak pada tempatnya 28 siswa-siswi, dan makan-minum masih berdiri 43 siswa-siswi. Ini menandakan karakter religius masih rendah dengan datang terlambat berarti tidak mengikuti kegiatan berdoa serta makan minum sambil berdiri. Tidak toleransi terhadap teman juga sering terjadi dengan ditandai seringnya terjadi pertengkaran baik di kelas maupun di luar kelas. Tanggung jawab dan didiplin siswa-siswi juga masih rendah dengan tidak mengerjakan tugas dengan tepat waktu, membuang sampah masih sembarangan dan tidak melaksanakan piket.

(c) Hasil analisis aktivitas di sekolah Bulan September 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan September 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

7

16

7

15

4

5

2

4

2

21

38

6

16%

37%

16%

35%

9%

12%

5%

9%

5%

49%

88%

14%

Rata-rata

11

25%

(a) Pada tabel 3.3 dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang melakukan pelanggaran mulai berkurang. Hal ini tampak dari jumlah rata-ratanya yaitu 3 siswa per minggu dan 11 siswa per bulan. Ini berarti buku penghubung kelas sudah mulai diterima siswa-siswi sebagai bentuk tanggung jawab diri.

(b) Karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin mulai tampak pada Bulan September ini dengan berkurangnya jumlah siswa-siswi yang melanggar. Religius tidak hanya digambarkan pada kegiatan berdoa saja, namun dengan dengan hormat dan patuh pada guru, penjaga sekolah/warga sekolah lainnya serta berakhlaq baik dengan teman merupakan bagian dari hal tersebut.

(c) Karakter religius ini juga tampak dari cara siswa-siswi ketika berdoa di awal mulainya kegiatan pembelajaran dan akhir kegiatan pembelajaran yaitu lebih khusuk, memanggil penjaga sekolah yang semula dengan sebutan “kang” menjadi “pak”.

(d) Karakter toleransi tampak dari sudah jarangnya pertengkaran siswa-siswi, bersedia bergaul dengan teman yang kekurangan fisik dan ekonominya, serta ada kegiatan menjenguk siswa-siswi yang mengalami kesusahan di waktu pulang sekolah bersama wali kelas. Karakter jujur dapat dilihat ketika mengisi buku penghubung siswa-siswi melakukan tanya jawab menanyakan temannya melakukan pelanggaran atau tidak.

(e) Tanggung jawab dan disiplin masih rendah namun mengalami peningkatan sedikit, yaitu kegiatan tidak melaksanakan piket, membuang sampah tidak pada tempatnya, disadari ketiga hal di atas butuh proses dan waktu.

Perkembangan hasil analisis aktivitas di sekolah pada Bulan Oktober dapat dilihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Oktober 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

5

8

4

8

2

3

2

2

2

12

22

4

12%

19%

9%

19%

5%

7%

5%

5%

5%

28%

51%

9%

Rata-rata

6

15%

(a). Setelah buku penghubung kelas berjalan tiga bulan, tidak dipungkiri masih terdapat sejumlah siswa-siswi melakukan pelanggaran namun ada perkembangan signifikan terhadap perubahan karakter Eli Si Jutawan. Untuk sikap religius siswa-siswi sudah dapat melakukan kegiatan berdoa bersama tanpa harus menunggu perintah. Kegiatan ini dipimpin oleh siswa-siswi secara bergiliran di depan kelas sehingga tanpa disadari juga menumbuhkan karakter tanggung jawab. Tanggung jawab dan kedisiplinan terlihat pada jumlah siswa-siswi yang datang terlambat menurun menjadi 5 siswa-siswi, datang lebih pagi untuk melaksanakan piket (tampak kelas bersih), mengerjakan tugas sekolah (LKS) dengan tepat waktu, kesadaran membuang sampah yang sudah menumpuk untuk dibakar atau ditimbun dengan bergotong royong tanpa menunggu perintah guru di belakang sekolah. Untuk karakter toleransi siswa-siswi sudah bersedia/membuat kelompok sendiri tanpa harus membedakan status teman (selama ini guru yang membuat kelompok). Untuk kejujuran jika ada teman yang berbohong, dengan spontan siswa-siswi yang lain akan memberi informasi yang benar.

(b). Hasil analisis buku pengubung kelas padabulan Nopember dapat di lihat

pada Tabel 3.5

Tabel 3.5

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Nopember 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

2

3

1

6

1

2

1

2

1

5

10

3

5%

7%

2%

14%

2%

5%

2%

5%

2%

12%

23%

7%

Rata-rata

3

7%

(a). Pada tabel di atas, Bulan Nopember 2015 dapat dijelaskan bahwa siswa-siswi sudah 93% mengalami perubahan karaternya. Hanya 7% siswa-siswi yang melakukan pelanggaran selama sebulan. Perubahan yang terjadi dalam karakter tanggung jawab sangat terlihat dari bersedianya siswa-siswi mengambil sampah yang kebetulan ada di depannya untuk dibuang pada tempatnya. Karakter religius siswa-siswi lebih rajin beribadah, ini dibuktikan dengan giatnya siswa-siswi melaksanakan sholat dhuhur berjamaah sebelum kegiatan les sekolah dilaksanakan. (setiap hari senin-kamis sekolah mengadakan les tambahan dari pukul 13.00-14.00 WIB). Karakter toleransi siswi-siswi bersedia bergaul/berteman sebangku dengan teman yang berkebutuhan khusus maupun teman yang ekonominya kurang mampu serta berbeda keyakinan.

(b). Hasil analisis aktivitas di sekolah pada Bulan Desember 2015 dapat dilihat

pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.6

Analisis Jumlah Siswa-Siswi yang Melanggar Peraturan Pada Kegiatan/Aktivitas di sekolah Bulan Desember 2015

No.

Indikator/Kegiatan

Jumlah Siswa

Prosentase

(Pembulatan)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

.

11.

12.

Datang tepat waktu

Melaksanakan piket kelas

Melaksanakan pembiasaan pagi (berdoa, menyanyi, membaca)

Menyelesaikan tugas guru dengan baik

Hormat dan patuh pada guru

Hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya

Menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah

Tidak membuat kegaduhan/kericuhan di sekolah

Barakhlaq baik pada teman

Menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya

Makan dan minum dengan duduk

Melaksanakan pembiasaan siang (menyanyi, berdoa)

1

2

1

5

1

0

0

1

1

2

4

1

2%

5%

2%

12%

2%

0%

0%

2%

2%

5%

9%

2%

Rata-rata

2

4%

(a). Pada Bulan Desember 2015 ada dua kegiatan/indikator yang siswa tidak melakukan pelanggaran sama sekali yaitu hormat terhadap penjaga sekolah dan warga sekolah lainnya serta menjaga dan merawat barang/benda di kelas maupun di sekolah.

(b). Tingkat ketercapaian buku penghubung kelas sebagai upaya membangun

karakter Eli Si Jutawan siswa-siswi meningkat dari 93% menjadi 96%.

(c). Masih ada 4% menjadi tugas sekolah membangun upaya kesadaran berkonstitusi. Semua tidak mudah, membutuhkan proses dan menyadari bahwa upaya membangun karakter Eli Si Jutawan pada siswa SDN Purwosari I kab. Bojonegoro tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun akan terus dilakukan untuk upaya tersebut.

Hasil prosentase penurunan jumlah siswa yang melakukan pelanggaran aktivitas di sekolah dari Bulan Agustus s.d Desember 2015 dapat dilihat pada grafik 3.1 di bawah ini.

Grafik 3.2

Prosentase Jumlah Siswa yang Melanggar Peraturan Pada

Buku Penghubung Kelas V (Aktivitas di Sekolah Bulan Agustus s.d Desember 2015)

(a) Pada grafik 3.2 dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang melanggar aturan pada buku penghubung kelas V dari Bulan Agustus s.d Desember 2015 terjadi penurunan. Pada Bulan Agustus sebanyak 34% dari jumlah siswa keseluruhan selama sebulan, kemudian Bulan September 25%, Bulan Oktober 15%, Bulan Nopember 7% dan Bulan Desember 4%. Penurunan prosentase dari Bulan Agustus ke Bulan September sebanyak 9%, Bulan September ke Bulan Oktober 10%, Bulan Oktober ke Bulan Nopember 8% dan Bulan Nopember ke Bulan Desember 3%. Hal ini menandakan bahwa buku penghubung kelas V dapat membangun pengembangan karakter Eli Si Jutawan (religius, toleransi, jujur, tanggung jawab dan disiplin).

E. Hasil Analisis Data/Hasil Implementasi kegiatan Paguyuban Kelas dan Buku Penghubung Kelas

Upaya membangun karakter Eli Si Jutawan (religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin) memang terasa berat dan tidak semudah membalikkan tangan. Namun kerja keras dan pengabdian kami dengan menghadirkan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas akhirnya mencapai hasil yang baik. Hasil ini dapat dirasakan setelah dilakukan analisis terhadap dua kegiatan tersebut selama 5 bulan. Ada banyak perubahan yang terjadi, meskipun tarafnya belum sempurna. Ada 2 indikator kegiatan aktivitas di sekolah yang harus betul-betul mendapat porsi lebih banyak agar dapat berubah secara sempurna, yakni menjaga kebersihan/membuang sampah pada tempatnya dan makan-minum dengan duduk tanpa harus menyepelekan aspek yang lain. Dari sisi religius berdasar catatan aktivitas di rumah siswa-siswi lebih meningkat ibadahnya, sisi toleransi terhadap teman di sekolah dibuktikan melalui kegiatan pembagian kelompok yang sudah tidak pilih kasih, segi kejujuran diaplikasikan pada saat pengisian buku penghubung kelas, tanggung jawab dalam melaksanakan piket kelas, mendapat tugas dari guru, serta disiplin diri dengan tidak terlambat datang ke sekolah, melaksanakan pembiasaan pagi dan siang.

Dampak/manfaat dirasakan sangat besar dengan adanya paguyuban dan buku penghubung kelas. Diantaranya manfaat-manfaat itu adalah :

a. Dengan adanya paguyuban kelas orang tua dapat menemukan solusi -solusi atas persmasalahan siswa-siswi khususnya tentang kegiatan pembelajaran/karakternya.

b. Dengan adanya paguyuban kelas tali persaudaraan antar sesama orang tua wali murid lebih akrab.

c. Dengan adanya paguyuban kelas tercipta jiwa sosial yang lebih tinggi.

d. Dengan adanya paguyuban kelas menjembati komunikasi pihak sekolah dengan orang tua/wali murid.

e. Dengan buku penghubung kelas, orang tua lebih memperdulikan perkembangan anak-anaknya.

f. Dengan buku penghubung kelas orang tua/wali murid dapat mengontrol perilaku anak-anaknya.

g. Dengan buku penghubung kelas, orang tua/wali murid untuk berusaha memberikan/menghadirkan keteladan di rumah.

h. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siswi lebih giat belajar.

i. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siwi lebih terkontrol perilakunya.

j. Dengan buku penghubung kelas, siswa-siswi lebih rajin ibadahnya.

Melihat dampak yang luar biasa dari kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas maka tetap dilanjutkan/diadakan disemester berikutnya dan tahun-tahun berikutnya. Kedepannya SDN Purwosari I akan mengembangkan kegiatan paguyuban kelas ini dengan program “gathering family” dan “open house”. Kegiatan gathering family dengan diadakannya wisata antara pihak sekolah dengan siswa-siswi beserta orang tuanya. Sedangkan kegiatan open house akan dilaksanakan di awal tahun pembelajaran. Dengan ragam kegiatan diantaranya pentas seni, jual-beli hasil ketrampilan siswa-siswi dan orang tuanya. Tiap- tiap kelas akan menyuguhkan keunggulannya.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan :

Berdasarkan atas hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terjadi peningkatan kehadiran orang tua/wali murid dalam kegiatan paguyuban kelas. Bulan September 2015=19 orang, Bulan Oktober 2015=25 orang, Bulan Nopember 2015=40 orang dan Bulan Desember 2015= 43 orang.

2. Prosentase kenaikan kehadiran orang tua/wali murid dari 44% menjadi 58% meningkat lagi 93% dan terakhir 100%.

3. Jumlah siswa-siswi yang melanggar peraturan buku penghubung kelas pada kegiatan/aktivitas di sekolah menurun dari 34% (15 orang/bulan) menjadi 25% (11/bulan), menurun lagi di Bulan Oktober 15% (6 orang/bulan) dan Desember 7% (3 orang/bulan).

4. Paguyuban kelas dan buku penghubung kelas dapat membentuk karakter religius, toleransi, jujur, tanggung jawab, dan disiplin (Eli Si Jutawan) pada siswa-siswi SDN Purwosari I khususnya kelas V meskipun belum sempurna 100%.

B. Saran

Berdasarkan hasil dari kesimpulan di atas, disarankan :

1. Sekolah tetap melanjutkan kegiatan paguyuban kelas dan tetap mengagendakan buku penghubung kelas dalam setiap semesternya. Jika perlu dilakukan inovasi-inovasi baru agar tidak terjadi kebosanan di setiap pertemuannya.

2. Jikalau perlu, kegiatan paguyuban kelas dan buku penghubung kelas di masukkan dalam program sekolah.

3. Dilaksanakan studi banding dengan sekolah lain dalam kegiatan non akademik khususnya dalam bidang

34

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Undang Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Solusi yang tepat untuk membangun bangsa.

A.Koesoema, Doni. 2009. Pendidik Karakter di Zaman Keblinger : Jakarta : Grasindo.

Kamus Bahasa Indonesia edisi elektronik, 2008. Arti Karakter, Pranala (link), tersedia di:http://kbbi.web.id/karakter.

Kamus Bahasa Indonesia edisi elektronik, 2008. Arti Paguyuban, Pranala (link), tersedia di:http://kbbi.web.id/paguyuban.

Naila, 2008. Definisi Paguyuban Kelas, tersedia di:paguyuban-kelas.blogspot.com. Akses, 26 Agustus 2008.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagaimana cara mengunduh BP ini bapak bagus sekali saya suka

03 Oct
Balas



search

New Post