Pertiwi Gulana, Surat untuk Mr. President. (44)
Dear Mr. President. Hari ini adalah tahun kedua pandemi covid-19 berlangsung. Penat sungguh bagi kita. Lebih penat dari sekadar "jetlag" dalam berbagai lawatanmu ke mancanegara. Bencana ini menghadirkan berbagai emosi yang mengharu biru. Bagi kaum ibu rumah tangga (IRT) bertambah beban keseharian. Karena kaum IRT harus merangkap jabatan menjadi guru bagi buah hatinya. Berat sungguh menjadi guru dadakan karena pandemi. Sang murid tidak mempan dengan bujuk rayu untuk belajar dan agar mau segera mengerjakan tugas. Beda dengan perkataan gurunya di sekolah, yang akan dipatuhi tanpa syarat.
Bagi pendidik juga sama berat beban yang dijalani. Penulis adalah pendidik dan sekaligus orang tua siswa. Keadaan pandemi saat ini sungguh memberikan "double job" yang menguras emosi dan energi. Peserta didik yang sesungguhnya di sekolah harus diberikan ekstra atensi sama dengan yang di rumah. Peserta didik di sekolah harus sering dipantau melalui whatsapp, telpon, bahkan kunjungan rumah (home visit). Seringnya siswa masih tidur pulas saat dihubungi, bahkan saat dikunjungi ke rumahnya.
Banyak hal lain yang memilukan yang menyebabkan siswa tidak bisa belajar secara daring maupun luring. Tidak tersedia ponsel berbasis android, minim kuota/tidak terbeli kuota, sulit mendapatkan sinyal internet, jarak ke sekolah sangat jauh untuk jalan kaki sehingga tidak aman untuk memaksa jalan kaki sendirian, siswa harus membantu orang tua bekerja mencari nafkah, dan seabreg alasan lain yang tidak mendukung kenyamanan untuk belajar. Akibat dari semua itu, banyak siswa yang mengundurkan diri. Rekor pada tahun pelajaran ini, 21 orang keluar dari sekolah saya dengan berbagai alasan.
Dear Mr. President. Saya tahu anda pun tidak nyenyak dalam tidurmu. Anda pun tidak tinggal diam untuk mencermati masalah pendidikan ini. Sebagai orang tua siswa saya ingin mengajukan pertanyaan: Kapankah belajar tatap muka akan resmi dibuka? Buah hati saya yang usia SD sudah sangat rindu diajar oleh gurunya. Sudah sangat rindu bertemu dengan teman-temannya, yang kini seolah menjadi orang asing karena lama tidak bersua. Sebagai pendidik, saya juga sudah sangat rindu bersua dengan murid-murid saya. Sudah sangat rindu berada di dalam kelas dan membersamai murid-murid yang berkegiatan. Ah, saya terpikirkan semoga tulisan saya nanti di papan tulis masih bagus, karena selama dua tahun ini hanya lincah mengetik pada papan keyboard ponsel dan laptop.
Sungguh ini hanya "curhatan seorang IRT yang galau karena pertiwi dilanda gulana oleh pandemi. Juga ini hanya sekadar curhatan seorang guru yang masih semangat untuk ber-daring dan ber-luring bersama murid-muridnya. Guru yang tanpa target selangit membersamai siswa belajar dalam kondisi khusus ini. Hanya berharap siswanya bisa mengikuti proses pembelajaran dengan moda apa pun yang terjangkau oleh siswa. Tidak berharap siswa menjadi pengikut Einstein, karena TVRI pun banyak yang tidak tahu. Bahkan ada yang bertanya: Ibu, TVRI itu apa? Alamak!
Dear Mr. President. Semoga curhatan ini dapat memberikan sedikit masukan bagi anda untuk melakukan sesuatu dalam dunia pendidikan di masa pandemi. Andaikata tidak bermanfaat atau unfaedah (meminjam istilah kekinian), anggap saja ini hanya cerita pendek biasa. Apapun, bonus demografi harus menghasilkan generasi yang mumpuni dan madani. Apapun, saya tetap IRT dan pendidik. Salam sehat untuk anda dan keluarga. Jazakallah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar